chapter 29

358 31 0
                                    

Lee tertegun sendirian di atas jok mobilnya. Kedua tangannya erat mencengkeram kemudi dengan pikiran melayang ke awang-awang. Tanpa tujuan. Sepasang matanya mengarah lurus ke depan dan minim kedip.

Huh.

Seminggu telah berlalu sejak hari di mana ia menyatakan perasaannya pada Danisa. Dan konyolnya Lee tidak berkunjung lagi ke sana setelah hari itu. Ia absen mengantar Danisa pulang. Alasannya? Lee sendiri tidak tahu kenapa ia menjadi sepengecut itu. Mungkin saja ia takut menerima kata penolakan dari bibir gadis itu. Karena patah hati itu sakit dan tidak ada obatnya!

Lalu apa yang akan dilakukan Lee sekarang? Apa ia masih memperpanjang jeda waktu bagi Danisa untuk berpikir? Bukankah permintaan waktu untuk berpikir hanyalah sebuah alasan paling klasik untuk menolak sebuah pernyataan cinta?

Lee mendesah panjang. Matanya masih mengarah ke depan sana. Sebuah rumah mungil nan sederhana menjadi objek tatapan cowok itu. Rumah itu tak begitu luas dan bangunannya tampak sudah lumayan lama, karena catnya sudah tampak kusam. Halaman rumah itu tampak sempit, namun, si pemilik rumah cukup pandai memanfaatkan lahan yang tersedia. Berbagai macam wadah bekas dalam beraneka ragam bentuk, difungsikan sebagai pot tanaman. Ada berbagai macam tanaman sayur dan bumbu dapur yang sengaja ditanam di sana. Memberi kesan asri dan sejuk di sekeliling rumah.

Mobil Lee terparkir tidak begitu jauh dari rumah itu. Seperti penguntit ia memata-matai rumah mungil itu sejak setengah jam yang lalu. Ekspresi wajahnya datar tak menunjukkan reaksi apapun.

Sebenarnya rumah siapa yang sedang dalam pengawasan sepasang mata indah Lee? Rumah itu adalah rumah papa Lee bersama istri barunya. Dan penantian Lee selama beberapa menit menunggu membuahkan hasil juga. Sesaat kemudian papa muncul dari dalam rumah diikuti wanita yang dibenci Lee setengah mati, juga seorang anak kecil berusia sekitar tiga tahun. Ia memakai sehelai gaun princess berwarna merah jambu dan sebuah boneka beruang cokelat berada dalam pelukannya. Ia tampak manis dan menggemaskan dengan rambut panjang lurusnya.

Papa tampak mengenakan seragam salah satu perusahaan taksi terkemuka dan pemandangan itu cukup mengejutkan Lee. Papa sudah siap mental dari awal rupanya. Ia siap meninggalkan jabatan, harta, anak, dan kehidupan mewahnya demi keluarga barunya. Hanya demi wanita itu papa sanggup meninggalkan semuanya. Bahkan putranya sendiri sanggup ia tinggalkan demi bisa hidup sederhana bersama keluarga barunya. Sungguh tidak bisa dipercaya.

Dada Lee bergemuruh. Sakit. Pedih. Seperti terhantam sesuatu yang berat. Entah kata apa lagi yang bisa mewakili perasaannya saat ini. Luka lama yang ia derita bahkan belum sembuh. Dan sekarang pemandangan keluarga papa yang bahagia menambah satu lagi luka baru. Kapan luka itu bisa sembuh? Siapa yang bersedia mengobati luka itu?

Papa tampak berpamitan pada wanita itu dan putri kecilnya. Memberi kecupan sayang dan melambaikan tangan disertai senyum sumringah kepada istri serta gadis kecilnya. Bahkan Lee sudah lupa kapan terakhir kali bisa memeluk dan bercengkrama bersama papa. Seperti sudah berpuluh-puluh tahun silam.

Sepasang mata Lee tampak berkaca-kaca. Seraut wajah tampan itu berkabut sekarang dan siap meneteskan hujan gerimis kapan saja. Tapi, tidak. Apa hanya karena pemandangan seperti itu ia harus meneteskan air mata? Apa ia harus iri pada kebahagiaan mereka? Lee adalah seorang laki-laki. Dan laki-laki harus setegar batu karang yang tidak boleh goyah meski diterpa ombak badai sekalipun. Lee bukan anak kecil lagi yang setiap didera masalah melampiaskannya dengan tangis. Lee kuat dan tangguh. Dan itu harus!

Cowok itu meraih ponselnya yang terselip di balik jas yang sedang membalut tubuh kurusnya. Bahkan ia belum sempat memenuhi janjinya sendiri untuk bisa menambah berat badannya. Sekarang bukan saatnya membahas berat badan!

Lee ragu untuk menekan tombol dial pada kontak milik papa yang kini terpampang jelas di display ponselnya. Ia menatapnya sedikit agak lama. Padahal Lee hanya perlu meng-klik dan menunggu tersambung pada nomor ponsel papa. Tapi, apa papa masih memakai nomor lamanya?

Selama sepuluh menit lamanya Lee hanya menggenggam ponselnya tanpa melakukan apapun. Rasa ragu terus bergelayut di pikirannya. Ya atau tidak? Cepat putuskan Lee! Jika tidak simpan kembali ponselmu di saku.

"Papa?"

Akhirnya Lee melakukannya juga dan tersambung setelah menunggu pada dering kedua. Papa masih memakai nomor lamanya. Pria itu bukan tipe orang yang gampang mengganti nomor telepon hanya karena sebuah masalah.

Nada suara Lee agak bergetar dan parau. Padahal ia sudah mendehem tadi sebelum telepon diangkat, tapi, tak berhasil menjernihkan suaranya.

"Lee?" Suara papa terdengar penuh tanda tanya, kaget, dan bahagia. Dengan background bermacam-macam suara. Gaduh. Ia pasti sudah naik angkutan umum karena Lee melihat papa berjalan ke arah jalan raya beberapa menit yang lalu.

Lee terdiam sejenak. Mengatur napas dan mencoba mencari kalimat yang tepat untuk memulai percakapan yang canggung itu. Rasanya sudah terlalu lama ia tidak berbincang dengan papa.

"Bagaimana kabarmu, Lee?"

Suara papa terdengar dari ujung sana, mendahului Lee. Bagaimanapun juga papa masih menunjukkan kepeduliannya dengan Lee meski kini ia sudah memiliki keluarga baru.

"Baik," sahut Lee setengah mendehem. Ia menegarkan suaranya sendiri. "Papa baik-baik aja?"

Suara tawa papa terdengar renyah di telinga Lee.

"Papa baik. Kamu sudah berangkat ke kantor?" tanya papa lebih lanjut.

"Belum." Lee mendehem kembali. "apa papa punya waktu? Kita bisa minum kopi sambil ngobrol." Dengan kaku ia menawarkan sebuah pertemuan pribadi dengan papa. Bukan sifat Lee yang biasanya.

"Oh." Papa terdengar menggumam kecil. Ditilik dari suaranya ia sedang tidak percaya dengan tawaran Lee. "baiklah. Bagaimana kalau di warung kopi dekat kantor taksi? Papa akan mengirim sms alamatnya."

Lee setuju dan segera menutup telepon. Betapapun ia sangat membenci papa sebelum ini, ia masih membutuhkan pria itu. Karena ada sebuah rencana di dalam kepala Lee dan tidak ada orang lain yang bisa menggantikan posisinya di perusahaan kecuali papa.

Lee melajukan mobilnya perlahan setelah sms dari papa masuk ke ponselnya. Sebuah alamat kantor taksi di mana papa bekerja di bawah naungannya. Dan ke sanalah Lee menuju sekarang.

MY ORDINARY GIRL (Sekuel My Arrogant Prince) #Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang