Chapter 3: "Babak 1"

371 43 22
                                        

*Violet= OC/Reader

___________

Bibirnya membuka mengeluarkan sebuah kalimat, "Kau tidak menepati janjimu, jadi aku akan membalasnya..."

Kucoba mengacuhkannya seolah ia tak kasat mata. Fokus mataku berganti pada Jin yang begitu rupawan bagai seorang pangeran dari negeri dongeng.

"Aku tahu kau bisa melihatku..." bisikan terbang ke telingaku membuat seluruh bulu kudukku meremang.

Selama beberapa detik mencoba mengabaikan kehadirannya, pandanganku beralih pada pantulan tempat ia tadi berdiri. Hilang, tempat itu kosong.

...................................

Sudah menjadi tradisi kebanyakan orang untuk mengadakan bulan madu setelah menikah. Janji suci telah kami lakukan beberapa hari lalu. Kami juga merayakan pernikahan ini dengan bulan madu, namun ini sedikit berbeda. Bulan madu kami adalah di tempat kejadian perkara. Kasus-kasus berdatangan bagai banjir bandang tak berkesudahan dan cukup mengusik kehidupan, namun mau bagaimana lagi. Cuti belum bisa kami ambil karena Sang Atasan tidak memberikannya dalam waktu dekat. Penyebabnya yaitu ini kasus yang sangat penting. Hidup itu tak dapat ditebak, mau itu satu hari kemudian, satu jam kemudian, satu menit kemudian, atau bahkan satu detik kemudian. Kejadian tak terduga mungkin saja terjadi di waktu yang tak tentu. Begitulah hidup.

Aku izin pulang lebih dulu karena merasa tak enak badan. Teman hidupku ingin mengantar, namun pekerjaan masih menumpuk. Berat hati kami harus berpisah. Transportasi yang kugunakan yaitu taksi. Tempat duduk yang kuambil adalah di belakang sopir. Jalanan lengang, jarang kendaraan berlalu-lalang. Wajarlah, hari sudah sangat larut. Jam tangan silverku memberitahu kalau sekarang hampir tengah malam. Lelah dengan semua pekerjaan yang abadi, punggung kutempelkan ke sandaran jok dan melemaskan semua otot-ototnya. Satu menit usai menyandarkan tubuh, serasa ada beban berat di pundak sebelah kanan. Sangat aneh memang, atau ini efek kelelahan dan tak enak badan?

Bergerak bola mataku menyaksikan pantulan diriku di kaca spion. Tidak hanya aku yang ada di sana, Sang Sopir dan seorang lelaki. Tunggu, seingatku tadi Jin tidak ikut. Siapa dia? Bibirnya menyunggingkan senyum lebar mengerikan dengan gigi yang tampak. Tangan kirinya memegangi pundak kananku. Wajah tampan, kulit pucat, mengenakan kemeja ditambah dasi, bak seorang pekerja kantoran. Permukaan kulit sosok itu hampir membekukan pundakku, dinginnya menusuk hingga ke dalam. Reaksiku hanya diam mematung dengan mata yang ingin keluar dari tempatnya. Tangan yang satunya lagi mengusap-usap pelan kepalaku.

"Tenang, kau tidak akan pulang sendiri. Aku akan menemanimu sepanjang perjalanan, bahkan sampai di rumah..." lagi-lagi bisikannya hampir membunuhku dalam ketakutan.

"Aku berhenti di sini!" ucapku sedikit berteriak pada Sang Sopir.

Tanpa pikir panjang, aku turun begitu saja usai membayar, bahkan aku tak menghiraukan perihal uang kembali. Perjalanan masih panjang, namun diri ini tak kuasa menerjang situasi mencekam tersebut. Muak harus bertatap muka dengan lelaki itu lagi untuk kesekian kalinya. Taehyung, kenapa kau muncul lagi di hadapanku?

Sepatu hitamku menginjak permukaan trotoar dengan tempo cepat. Tidak tenang perasaan ini, inginnya pergi sejauh mungkin dari tempat sebelumnya. Kehadiran Taehyung masih terasa, tapi wujudnya tak tampak. Kepala beserta mataku bergerak lincah menengok ke sana-sini setiap beberapa detik sekali. Benar, tidak ada tanda-tanda keberadaan makhluk itu, hanya saja tingkat kewaspadaanku jangan sampai turun. Aku tak boleh sedikit pun lengah. Makhluk astral bisa muncul tak mengenal tempat dan waktu. Lelah harus berjalan terus hingga berkilo-kilometer, aku memutuskan untuk mengibarkan bendera putih. Bis tengah malam beroperasi dan kebetulan berhenti di halte terdekat. Jumlah penumpang sangat minim, namun setidaknya ada yang mengisi kekosongan bis.

1 HourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang