Prolog

33 2 0
                                    


Udara malam terasa dingin. Bintang-bintang tak nampak karena tertutup awan mendung. Seorang pria tua duduk santai di kursi goyang yang terletak pada sudut rumahnya, mengamati awan mendung yang tertiup angin, ikut menutupi bulan purnama dari balik bingkai jendela.

Rumahnya yang terletak di suatu pedalaman hutan itu berukuran kecil namun terlihat mewah. Bangunannya berbentuk segi empat dengan sisi masing-masing 15 meter. Dindingnya ditutupi wallpapper berwarna krem bermotifkan daun-daun anggur beserta sulurnya sementara lantainya beralaskan karpet halus dengan warna yang sama. Terdapat lemari tua di dekat kursi goyang sang kakek. Rumah itu diterangi oleh lampu mewah dengan cahaya jingga yang redup, membuat rumahnya yang minimalis terkesan antik sekaligus misterius.

Rumah yang lebih dari cukup sebagai tempat tinggal seorang kakek tua yang hidup sendiri. Benar-benar sendiri, karena tak ada penduduk yang tinggal di sekitarnya. Lebih tepatnya tak ada penduduk yang mau tinggal di tempat itu, bekas lahan perkebunan yang telah terbengkalai lama sekali.

Kakek tua itu beralih memandangi foto yang ia simpan di dalam sakunya. Foto sang kakek bersama istri dan anaknya.

"Susan istriku dan Albert anakku" gumamnya. "Susan, kau mungkin telah bahagia disana. Aku di sini masih sanggup untuk menjaga rahasia kita, begitu juga anak kita. Rahasia besar ini akan selalu terjaga", lantas ia memeluk foto itu. Saat ini hatinya dipenuhi perasaan rindu, hingga membuat kedua matanya berkaca-kaca.

Mendadak pintu terbuka. Siluet hitam terlihat masuk ke dalam rumah dan berjalan ke arah kakek itu. Dari pengelihatan sang kakek, yang ia lihat hanyalah sosok berbadan besar dengan pakaian serba hitam dan menggunakan topeng hitam, seperti tipikal pencuri pada umumnya, guna menyembunyikan identitasnya.

Kakek itu tertegun. Fotonya terjatuh dari pelukannya. Kerut-kerut tanda khawatir terukir jelas di sekitar matanya. Rasa rindu di hatinya sirna, digantikan dengan kekalutan.

"Beritahu aku rahasia itu!", perintah si pria misterius. Ruangan itu lengang sejenak dikelilingi atmosfer mencekam.

"Rahasia apa?", sang kakek tua balik bertanya. Ia berusaha untuk menjaga ekspresi dan suaranya agar tidak tampak ketakutan.

Pria misterius yang ditanya terkekeh seraya menodongkan pistol yang disakukannya ke arah dada kakek tua. "Beritahu atau nyawamu melayang"

Sang kakek tua tentu mengerti apa yang dimaksud oleh pria misterius itu, tapi ia tidak mengerti bagaimana pria itu bisa mengetahui identitasnya sebagai salah satu dari 10 orang penjaga rahasia yang setengahnya telah menyandang gelar mendiang dengan proses kematian yang misterius. Rahasia yang harus di tutup rapat-rapat dari orang asing.

Sang kakek tua mencoba memutar otak untuk menyampaikan bualan mengenai rahasia itu. Bualan apa yang masuk akal dengan rahasia itu? Ia seharusnya terlatih dalam menghadapi situasi seperti ini.

"Sekali lagi dan terakhir kalinya kutanya padamu, dimana letak benda rahasiamu itu?", pria misterius itu kembali bertanya.

"Sebelum kujawab, dari mana kau mengetahui bahwa akulah orang yang harus kau tanya?"

"Dari putramu sendiri", pria itu spontan menjawab tanpa ba-bi-bu, "nah, sekarang jawab pertanyaanku tadi".

Kakek tua itu bertambah syok. Bagaimana mungkin putranya membocorkan rahasia itu? Dengan segenap keberaniannya, kakek itu menyampaikan bualan yang ada di pikirannya.

Namun jawaban itu diapresiasi dengan kekehan tak terkendali dari pria misterius itu.

"Jawabanmu itu...", ujar pria misterius setelah puas tertawa, sorot matanyanya tampak licik di bawah cahaya lampu, "ucapanmu berbeda dengan apa yang dikatakan oleh semua pendahulumu, jadi kemungkinan besar, kau membohongiku."

Kakek tua itu tercekat. Tak percaya bahwa rahasia besar ini telah terbongkar oleh sosok di hadapannya. Dan tak lama, suara tembakan terdengar. Timah panas menembus dadanya, dan penembaknya merasa puas atas hasil upayanya dalam mencari informasi mengenai letak dan orang-orang yang mengetahui rahasia besar itu.

"Lima pendahulumu ditambah putramu telah memberikan informasi yang sama kepadaku. Terlebih, mereka menyertakan anggota rahasiamu ini secara rinci" ujar pria misterius itu, ia berjalan santai ke arah sudut ruangan, letak lemari tua berada. Mengacak-acak berbagai gulungan tua, buku, dan apapun yang di dalamnya.

Lama sekali ia menggeledah lemari tersebut hingga akhirnya ia meninggalkan ruangan, membawa beberapa benda dari sana. Meninggalkan sang kakek tua yang tergeletak kepayahan dan mulai kaku.

*****

Ola~

kembali lagi dengan cerita yang pernah sempat ke-delete.

Semoga menimati alur cerita^^

The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang