SUARA kaki terdengar melangkah cepat menaiki anak tangga. Gadis berambut hitam pendek sebahu itu berhenti sejenak untuk memperbaiki tali sepatunya yang terlepas. Kemudian ia kembali menaiki tangga sedikit lebih lambat sambil mengatur nafasnya. Setelah sampai di puncak tangga, ia mendesah keras seakan menang melawan beberapa anak tangga yang membuat rambutnya agak sedikit kusut ditambah dengan dahinya yang kini sedikit basah.
Ia berjalan menyeret kakinya sementara matanya berkali-kali dia belalakkan menuju kelasnya di ujung lantai dua. Ia menoleh kiri dan kanan, nampaknya semua siswa telah masuk ke dalam kelas sehingga tidak ada satupun orang yang berkeliaran di koridor kelas seperti hari biasa. Ya, tentu saja dia sudah sangat terlambat hari ini.
Hari ini kan cuma kelas olahraga, paling pak Ilman gak masuk, pikirnya.
Setelah sampai di depan kelas, Wina duduk di kursi kayu yang ia sengaja taruh diluar sebelumnya untuk antisipasi ketika ia terlambat lagi. Daripada harus berdiri atau duduk di lantai sampai kelas usai mendingan duduk di kursi. Kan lebih nyaman ketimbang nongki di UKS. Wina menaruh tasnya begitu saja ke lantai. Ia bersandar sebentar lalu menghembuskan nafas sekali lagi. Ia mengambil kaca kecil yang tidak pernah absen dari kantongnya lalu melihat tampangnya yang kusut, benar-benar kusut sekarang. Ia menyisir sedikit rambutnya yang hitam pekat dengan jari-jarinya kemudian mengikatnya agar ia merasa lebih dingin dan tidak bertampang uring-uringan.
Melihat bibirnya yang kelihatan agak pucat, Wina membungkukkan badan untuk mengambil lipglossnya di kantong tas biru navy kesukaannya dan memakainya sedikit di bibirnya yang tipis. Ah, sial banget gue hari ini, gumamnya dalam hati sambil mengingat-ingat kembali kesialannya hari ini.
Pagi tadi ia mendapati seragamnya yg masih basah karena baru tadi malam ia mencucinya. Dan ia harus rela memakai baju basah ke sekolah, tapi untung saja jam pertama kelas olahraga jadi dia sedikit terselamatkan. Kemudian ia harus berjalan ke sekolah nya karena ayah Wina mendapat panggilan dadakan dari kantornya sehingga tidak bisa mengantarnya ke sekolah lebih dulu. Wina harus berjalan dengan kecepatan di atas rata-rata yg memakan banyak tenaga. Untung pak satpam di sekolah mengenal Wina dengan baik kalau saja tidak ia harus terima poinnya berkurang lagi karena melanggar padahal ia hanya terlambat 2 menit saja.
Wina megeleng-gelengkan kepalanya membuyarkan pikirannya sambil melempar lipgloss kedalam tasnya.
Tiba-tiba pintu kelas sebelah terbuka dan seseorang muncul dari balik pintu. Wina terkejut dan berbalik cepat. Setelah mengenali gadis berambut pendek ala paskibraka itu sebagai Muthi temannya semasa MOS dulu, ia menghembuskan nafas lega.
" Ternyata lo Muthi, kaget tau! " kata Wina dengan tatapan terbelalak kaget.
" Lebay deh! Gausah kaget kali. Kan aku bukan setan. " balas Muthi terkekeh.
" Tapi tadi kirain kamu guru. Bisa-bisa aku di ceramahin lagi. "
Muthi sejenak memperhatikan gadis yang memakai seragam olahraga dan jaket biru di depannya sekarang kemudian berkomentar, " Loh kok kamu disini Win? Bukannya kalian midtest kelas olahraga ya hari ini ? "
Wina berbalik menatap gadis itu dengan alis terangkat. " Apa? Midtest? Midtest apaan? perasaan gak--
Ia menepuk jidatnya saat ia ingat bahwa hari ini midtest olahraga dimajukan berhubung minggu depan pak Ilman harus keluar kota karena ada pelatihan, setidaknya begitulah yang ia ingat.
" Ah iya bener! " pekiknya. Ia langsung membuang tasnya kedepan pintu kelas karena saat ada kelas olahraga atau kelas diluar ruangan, pintu harus terkunci untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan seperti kecurian, dll.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagu untuk Wina
Teen FictionBerawal dari flashdisk misterius yang tiba-tiba berada di tas milik Wina Carissa tepat di hari ulang tahunnya yang ke 17 tahun yang berisi sebuah file rekaman. Instrumen akustik yang dimainkan dengan gitar yang mengcover lagu " We Found Love " dari...