Chapter 5

42 3 0
                                    

"Arka... Woi ! Arka ! Bangun lo !"
"Jangan budeg please ! Bangun Ka !"
"Ka ! 5 menit lagi pintunya gua dobrak ! Buruan bangun !", teriak Kak Citra sambil menggedor-gedor pintu. Aku segera membuka mata lalu mengerjapkannya dan melihat jam dindingku. "What the hell ? Ini masih jam 6", ucapku geram. Aku langsung turun dan melihat papa, mama, dan kak Citra sudah berkumpul di meja makan.

"Tumben ma bangunin Arka secepet ini. Ada apa ?", tanyaku heran.
"Arka nya pura-pura bego tuh ma. Eh, salah, emang udah bego", ucap kak Citra dengan wajah datar.
"Ada apa sih, Pa ?", tanyaku pada papa yang kini tengah tertawa karena ucapan Kak Citra.
"Ka, papa pernah bilang kan, kalo setiap peristiwa itu harus dirayakan ?", tanya papa sambil menaikkan alisnya.
"Iya pa. Tapi ini peristiwa apa ya pa ?", tanyaku dengan wajah polos.
"Yaampun, Arka adek gue yang bego nya gak ketulungan. Kita mau ngerayain kemenangan lo jadi ketua OSIS bego", ucap Kak Citra cuek.
"My Gosh ! Pa, Ma, kenapa harus dirayain sih ? Gak penting banget", ucapku dengan tatapan datar.
"Yaudah, Arka duduk. Kita sarapan. Baru kamu siap-siap. Hari ini papa yang nganter kamu. Nanti pulang kamu dijemput sama pak supir aja ya", ucap Papa tersenyum. Aku langsung duduk dan menyantap sarapanku. Hari ini aku sangat tidak terburu-buru ke sekolah. Bahkan aku sempat bermain PS selama 15 menit sebelum berangkat.

"Ka, buruan ! Dipanggil papa tuh !", ucap Kak Citra memanggilku dengan raut wajah jutek, seperti biasa.
"Pake sepatunya di mobil aja, susah banget sih ! Buruan ! Ditinggal lo nanti baru tau deh", ucapnya tak sabar.
"Selo", ucapku singkat. Dia hanya mendengus kesal dan berlalu meninggalkanku.

"Ka, jangan lupa nanti telpon pak supir kalo kamu udah pulang", pesan papa ketika kami sudah tiba di sekolah
"Oke pa. Arka pergi dulu ya pa", pamitku pada papa sambil menyalam tangannya.

"Cie, yang tadi berangkat bareng papa. Imut banget", ejek Kevin sambil tertawa padaku. Aku hanya berlalu meninggalkannya.
"Sombong banget sih ketos", ejeknya lagi.
"Lo mau nyari masalah sama gua vin?", tanya ku mendelik sebal kepadanya.
"Uuuu... Abang ketos marah. Kevin takut", ucapnya dengan suara sok imut.
"Berisik lo vin", ucapku datar padanya.
"Eh, btw kita segeng jadi ketemuan kan minggu depan ?", tanya nya gitang. Aku hanya mengangguk sebagai balasan. Geng kami ada 4 orang, Aku, Nico, Kevin, dan Edgar. Hanya Edgar yang berbeda sekolah dengan kami.
"Oh iya, lo udah gimana sama Leala ?", tanya nya sambil menaik-naikkan alisnya.
"Apanya yang gimana ?", tanyaku balik sambil menaikkan sebelah alisku.
"Itu, udah jadian belum ?", tanya nya sambil menahan tawa. Aku langsung melemparkan tinjuan di wajahnya.
"Aduh ! Sakit bego ! Gua kan cuma nanya", ucapnya mengaduh sambil memegang pelipisnya yang terkena tinjuanku.
"Emosi gua lama-lama kalo deket sama lo terus. Gua gak suka sama cewek kayak si Leala. Lagian dia BUKAN CEWEK", ucapku tegas.
"Gua takutnya ntar lo kemakan kata-kata Ka", ucapnya sambil menatapku serius. Aku memalingkan wajah. Sepersekian detik kemudian, aku berkata,
"Never", ucapku singkat.
"Then we'll see", ucapnya sambil merangkulku menuju kelas. Di koridor, aku sempat melihat Leala hendak berjalan melewati kami. Ralat, bukan hanya Leala, but she's with her close friends. Sedikit info, Leala sebenernya punya geng, dan semuanya termasuk kategori cantik. Rose, gadis blasteran indo-aussy. Fennie, gadis blasteran indo-korea. Grace, gadis blasteran indo-filipina. Ya, dan Leala, gadis keturunan thailand.
"Eh, itu bukannya Leala ? Kok tiba-tiba belok ya?", tanya Nico yang kini sudah berada tepat di sampingku.
"SHIT ! Lo kok tiba-tiba bisa disini ?", tanyaku terkejut. Sedangkan Kevin, dia sudah pingsan.
"Gua juga gatau. Eh, kenapa tiba-tiba Leala gak jadi jalan ke arah sini ?", ucapnya menyadari keanehan Leala. Aku hanya mengangkat bahu. Maybe it's because of me, ucapku dalam hati.
"Lo udah gimana sama Maura ?", tanya Nico tiba-tiba.
"Apanya yang gimana ? Biasa aja", jawabku singkat.
"Jadi kalo sama Leala gimana ?", lanjutnya lagi.
"Kepo banget sih lo. Denger ya, gua benci sama cewek idiot yang satu itu. Oh iya, gua lupa, dia bukan cewek. Dan satu lagi, gua gak bakal pernah jatuh cinta sama dia", ucapku panjang lebar sambil menahan tubuh Kevin. Nico hanya mengerutkan kening ke arahku.
"Ngapain lo ngeliat gua kayak gitu ?", tanyaku heran.
"Gua cuma takut lo kemakan kata-kata aja. Ntar lo yang nyesel deh pernah bilang gitu", ucapnya sambil menyeringai. Aku hanya menggeleng menatapnya. Everyone is freak today, ucapku dalam hati.
"Mending kita bawa Kevin ke UKS dulu", lanjutku pada Nico.
"Berat banget nih bocah", ucap Nico
"Lo sih, pake acara ngejutin segala", ucapku mendengus sebal kepadanya. Yang dibalas oleh senyum bodohnya. Aku terhenti di depan pintu UKS ketika melihat sekelompok orang yang tengah sibuk mengobati seseorang.
"Ka, buruan", ucap Nico menyadarkanku. Aku mengangguk dan langsung membaringkan Kevin di samping tempat tidur mereka. Seketika, pandangan mereka langsung tertuju padaku.
"Aww.. perih banget", ucap seorang gadis yang masih belum menyadari kehadiran kami.
"Lea..", ucap Rose padanya.
"Apa?", ucapnya mendongakkan wajahnya. Dan pandangan kami pun bertemu. Sedetik, dua detik, dia pun langsung membuang wajahnya.
"Ayo buruan guys. Kaki gua udah nggak sakit lagi", ucapnya berdiri, namun langsung terjatuh.
"Lo belum kuat, Le. Kita bakal disini kok jagain lo. Tenang", ucap Fennie sambil mengangkat tubuhnya kembali ke tempat tidur.
"Iya Le. Mending lo istirahat dulu deh", lanjut Grace. Leala hanya mengangguk. Dia membalikkan posisi nya ke arah tembok, berlawanan arah dengan kami, seolah tak ingin menatap salah satu dari kami. Aku menghembuskan nafas berat sambil berkata dalam hati "Let the war begin".
"Nic, ayo pergi dari sini. Gerah gua", ucapku sambil mengibas-ngibaskan kerah bajuku.
"Apanya yang gerah ? Ini kan pake AC", ucapnya polos.
"Suasananya bikin gua gerah. Mending kita cabut", lanjutku lagi
"Lah ? Jadi si Kevin gimana ?", tanya Nico padaku sambil melirik Rose sekilas. Nico memang sudah lama menyukai Rose. Begitupun sebaliknya. Namun, sampai saat ini Nico masih belum mempunyai nyali yang cukup untuk menyatakan cinta pada Rose. Ya, aku maklum. Because Rose is his first crush. Sedangkan Kevin, Kevin baru-baru ini dekat dengan Grace. I don't know if he try to play with her. But I suggest him not to play with that kind of girl. And he just laugh.
"Biarin aja kali, ntar bangun lagi kok", ucapku santai.
"Kevin kenapa ?", tanya Grace tiba-tiba yang dibalas oleh seringaian tajam dari teman-temannya.
"Ehh.. sorry", ucapnha sambil tersenyum polos. Aku dan Nico menahan tawa untuk mengurangi rasa malunya.
"Dia pingsan", ucapku singkat.
"Pas ngeliat muka lo tadi", lanjut Nico. Mengarang sekaligus bikin baper.
"Lo serius ?", tanyanya dengan puppy eyes nya.
"Nanti tanya aja pas dia udah bangun. Kita pergi dulu ya. Oh iya, gua bisa kan minta tolong sama lo buat jagain dia juga ? Thanks before ya", ucapku sambil merangkul Nico yang nasih sempat memberikan senyum termanisnya pada Rose yang dibalas dengan senyum yang tak kalah manisnya dengan Nico. Well, ini menjijikkan menurutku. Aku langsung menarik Nico keluar dari UKS.
"Gua mau ke ruang OSIS dulu. Lo duluan aja", ucapku pada Nico.
"Lo mau kemana Ka ?", tanya Maura ketika aku dan Nico hendak berpisah.
"Uhuukkk.. Ehmm... Keknya gua mau pergi dulu. Panas..", ucapnya sambil menunjukkan senyum bodohnya padaku dan Maura.
"Ke ruang OSIS", ucapku singkat.
"Ayo bareng", ucapnya padaku yang ku balas dengan anggukan.
Sepanjang perjalanan, tak ada satupun topik yang kami bahas. Aku sibuk dengan pikiranku, begitupun dia.

"Ka, lo mau balik ?", tanya Maura setelah kami selesai dengan tugas OSIS kami yang sangat menyita waktu dan tugas itu baru selesai saat bel pulang sekolah.
"Yap. Gua mau istirahat", ucapku singkat.
"Oke. Hati-hati Ka", lanjutnya lagi.
"Thanks"

Aku langsung menekan nomor di handphone ku dan melakukan panggilan,
"Pak, jemput Arka ya sekarang"
"Oke"

Aku mematikan telpon dan langsung berlari mengambil tasku dikelas. Aku menabrak seseorang, dan langsung dibalas oleh omelan,
"Sorry", ucapku sambil berusaha menatap wajahnya.
"LO ?", tanya ku bersamaan dengan nya ketika mata kami saling bertatapan.
"Geser", ucapnya sambil menyenggol bahuku.
"Dasar cewe gila", gumamku pelan. Namun sialnya, terdengar olehnya.
"Apa lo bilang ?"
"Cewe gila"
"Nyebelin banget lo ya"
"Emang"
"Rese lo"
"Bodo", ucapku sambil berlalu meninggalkannya. Dia hanya mendengus sebal ke arahku sambil berusaha berdiri. Untungnya, saat aku turun ke bawah, pak supir sudah datang. So, I'm lucky not to see her face even it's for a moment, ucapku dalam hati

My Ice PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang