10. Avocado Chit Chat

10.4K 1.2K 55
                                    

Kurnia jelas saja seperti tersambar petir ketika membuka pintu dan mendapati Aristo berdiri dengan tampang berani mati.

For the fuck's sake—

"Lo ngapain?!" Kurnia melupakan semua tata krama, tentu saja.

Dahi Aristo mengerut. "Kenapa? Gue gak boleh datang?"

Tarik napas.

Buang....

Kurnia memijit sekat hidung. "Lo kenapa datang lagi? Udah hampir sebulan lo nggak pernah datang ke sini lagi jadi gue kira ... lo nggak bakal datang lagi."—selamanya.

"Yah, gue cuma..." Aristo menggaruk tengkuk. "...belum nyerah?"

BLAM.

"Woy, Kurnia! Bukain!"Aristo menggedor-gedor pintu. "Kurnia! Oi!"

.

Sesaat kemudian pemuda itu berhenti menggedor. Menarik napas, ia kemudian menekan bel. Menunggu satu detik. Dua detik. Tiga detik.

.

.

Enam detik.

.

.

.

Sepuluh detik.

.

.

.

.

Lima belas detik.

.

.

Pemuda itu nyaris menyerah dan pulang sampai tiba-tiba pintu di hadapannya berderit terbuka. Kepala Kurnia menyembul.

"Lo beliin gue susu kental manis kalengan sama kopi bubuk satu saset baru gue kasih lo masuk," ucap anak itu tiba-tiba.

"Hah?"

Tidak repot-repot menjelaskan, Kurnia menyerahkan lembaran uang pada Aristo. "Beliin di warung eceran di sana." Jari Kurnia menunjuk arah. "Susu kental manisnya yang rasa cokelat, hmm ... sama Oreon juga deh. Bungkus kecil yang isinya tiga."

Blam.

Pintu kembali ditutup.

Aristo pasrah. Berjalan ke luar pagar. Langsung menuju ke warung yang dimaksud Kurnia.




(*)




"Diandra di mana?" Aristo meletakkan bungkusan plastik di konter dapur.

Kurnia tidak langsung menjawab. Ia memeriksa isi kantung plastik. "Lho, lo beli apa aja nih. Kacang polong?" ucap anak itu langsung begitu melihat kemasan hijau merek kacang kesayangannya.

"Gue sering lihat lo makan kacang polong sih. Jadi gue beliin."

"Bukan itu masalahnya, bego. Lo beliin banyak gini, lo kandasin uang gue, nying," sungut Kurnia kesal. "Ganti."

Aristo tertawa. "Tenang aja kali. Lo cuma nanggung barang-barang yang lo sebutin tadi. Sisanya tanggungan gue."

"Oh baguslah," tanggap Kurnia singkat. Meraih kaleng susu kental manis dan kopi bubuk saset lalu meletakkannya di konter sebelah, dekat dengan blender.

"Jadi, Diandra di mana?"

"Pergi sama nyokap gue. Cuci mata ke mal, katanya. Mumpung libur. Siapa tahu ada promo kemerdekaan atau apalah."

Cliche(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang