Akhirnya,
Di negeri ini,
keadilan tercipta bagi si sipit mata.Era presiden yang dihina buta, era dimana pribumi seperti Minrais kebakaran jenggotnya.
"Barongsai itu, kerjasama apik, lebih apik ketimbang kerja wakil rakyat".
"Wah.. merah meriah!" Ucapku takjub, pertama kalinya melihat perayaan Imlek.
Deru ledak petasan, yang membuat sebagian pribumi bahagia, sebagian lagi murka.
"Merah sebaik-baiknya warna bagi mereka, pun bagi kami yang jatuh cinta".
"Ling..!!"
Aku memanggilnya,
Di malam itu, pesta lampion diadakan. Matanya terang, seolah sipitnya mulai terbuka lebar.
Pertama ini kulihat sebahagianya Ling-Ling.
Kini, 9 tahun berselang, Ling-ling tak lagi bersinar.
"Meskipun koruptor, penzinah. Kau tetap boleh jadi pemimpin, asalkan dari kaum mayoritas".Isu itu menjauhkan kami, yakin kami bagai ekor dan kepala naga jauhnya tak bisa diterka.
"Kalau sudah soal agama, Cinta bisa apa?" Gumamku kesal.
Zaman seperti ini,
"Jangankan cinta beda agama. Cinta yang seiman, namun beda pilihan parpol pun, restu menjadi sulit diucap rasanya".
"Tuhan sedang apa?"
"AKU sedang tertawa, bukan karena bahagia. Tapi karena lelucon yang dibuat mereka yang mengatasnamakanKU demi kepentingan pribadinya".
Luas surgaNya masih cukup luas bila hanya sekedar menampung satu golongan.
Andai mau berbagi,andai mau memahami
"Dakwah itu bukan tentang sekedar menyalahkan dan mengkafirkan. Tapi menuntun, bagaimana menunjukkan kebenaran dengan berbuat kebaikan".