Penulis : Yudo Nugroho
Case Story :
Pesawat Bravo 202 itu menukik ke arah tribun penonton. Tiada rasa khawatir, malah kagum yang orang-orang itu rasakan. Betapa tidak, sudah ketiga kalinya pesawat itu terbang sangat rendah seolah hendak menghujam mereka. Awalnya memang ada kekhawatiran jika burung besi itu menabrak mereka, namun setelah mengetahui kepiawaian sang pilot kekhawatiran itu berubah jadi decak kagum. Bahkan beberapa diantara mereka berselfie dengan background pesawat yang terbang rendah diatas mereka itu.
Di langit yang tinggi itu Barry Prima merasakan kebanggan yang tiada tertara. Pilot muda itu puas setelah memukau para penonton Surabaya Air Show yang baru dibuka itu. Namun kepuasanya itu tiba-tiba lenyap dari benaknya. Dia berfikir belum saatnya dia berpuas diri sebelum mendapat pujian dari guru yang mengajarinya melangit. Dia berharap orang yang dipanggilnya pak tua itu memberi pujian atas pencapaiannya saat ini. Burung besi itu kini mendarat setelah menari-nari mengoyak langit. Pilotnya segera berlari kecil menuju lelaki tua yang dari tadi mengamati aksinya. Pilot muda itu menyimpan harap akan pujian dari lelaki yang dihormati sekaligus dibencinya itu. Dia berjanji akan memanggil lelaki tua itu ayah setelah kata pujian keluar dari mulut lelaki tua yang sering mengatainya bodoh itu.
"Bagaimana pak tua? Sekarang kamu mau mengakui kehebatanku?"
"Kau masih saja bodoh" Jawab lelaki tua itu dengan dingin.
"Apa!!! Matamu picak ya? Tidakkah kau lihat bahwa aku terbang lebih baik dari murid kesayanganmu itu?" Kata Barry sambil menunjuk Johan yang sedang bermanuver di angkasa.
"Aku sedih karena kamu belum juga tahu kesalahanmu." Dengan langkah pincang lelaki tua itu berpaling meninggalkan Barry yang masih tidak terima dengan omongan lelaki tua itu. Barry membanting helmnya dengan penuh rasa kesal pada pria yang lama tak dipanggilnya ayah itu.
Hari pertama Air Show itu rencananya akan ditutup oleh penampilan pilot veteran yang berjulukan pelukis langit asia timur . Dialah Hary Prima. Panitia acara sengaja mengatur agar hari pertama air show ditutup dan dibuka oleh aksi ayah anak dari keluarga Prima yang dari ayah, ibu hingga dua anaknya berprofesi sebagai pilot profesional. Sayangnya sang ibu dan sang sulung meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan mobil. Meski tidak turut tewas Hary Prima mengalami cacat kaki dan dia terbenam dalam kesedihan yang mendalam karena merasa bersalah atas kecelakaan mobil itu.
Setelah Ashar lelaki tua itu mendaki langit senja dengan pesawat yang tadi pagi dikemudikan anaknya. Dia berharap anak bungsunya itu memahami bagaimana menerbangkan pesawat dengan baik. Dengan indah pesawat itu diterbangkanya bagai seorang pelukis langit . asap pelangi mengekor di tiap manuver elegan yang dipertontonkanya. Para penonton terkesan tanpa harus merasa tegang saat mrnyaksikan kepiawaian pilot veteran itu. Namun tiba-tiba hal yang mengejutkan terjadi. Pesawat menjadi seolah terbang tak terkendali. Awalnya penonton malah riuh bertepuk tangan karena menganggap itu bagian dari aksi aerobatic yang dipertunjukkan, namun kian lama pesawat itu terbang menjauhi area air show dan menukik kebawah. Beruntung pesawat itu mendarat di sungai besar. Pesawat itu terbenam perlahan di sungai berarus agak deras itu.