🐠
"Kau tak bisa berhenti berlari.
Kau tak bisa berhenti berjalan.
Kau tak bisa berhenti berperang.Tapi kau bisa berhenti jika aku menekan pause."
••Silent Love••🦂
Hari ini gue berasa jadi queen. Ada tiga cowo ngejagain gue kaya bodyguards tapi ngga gue bayar. Mamat, Chiko, dan Theo. Mereka bertiga berjalan beriringan dengan gue yang berhasil memikat perhatian setiap pasang mata. Ditambah datangnya angin yang bikin rambut gue terbang-terbang layaknya iklan shampoo dan daun-daun kering yang ikut menyapa kedatangan kami.
Mamat yang mimpinya menjadi bintang iklan sebuah produk shampoo, mengeluarkan semua kemampuannya. Mamat berjalan bak model papan catur dengan kepala sedikit mendongak ke atas dan pandangan ke depan.
Terdengar beberapa teriakan alay nan menjijikan dari teman angkatan ataupun kaka kelas bahkan katak yang berada di pinggir kolam ikut berteriak saat melihat pesona Mamat.
Sedangkan gue, Chiko, dan Theo menghentikan langkah kami karena tiba-tiba mual berkecambuk akibat melihat tingkah Mamat yang lebih cocok jadi model buku yasin.
Dug!
Mamat yang terlalu banyak gaya akhirnya menabrak seorang cowo yang sedang berjalan dengan segerombol teman-temannya.
"Sorry ya. Gue lagi human walk jadi ngga liat kalian," Ucap Mamat masih dengan sok modelnya. Dia berpose dengan tangan kanan dimasukkan ke saku celana dan kepala yang sedikit mendongak.
Masalah lagi nih. Gumam gue dalam hati.
"Lo itu kalo jalan pake mata ngga sih?" Tanya sosok laki-laki yang menurut gue leh ugha, tapi Mamat masih aja pasang muka songong.
Mamat sedikit memalingkan wajahnya ke arah kanan dan menatap sosok di depannya itu. "Jalan ya pake kaki. Lo sekolah selama ini ngapain aja? Nyabutin rumput?" Pertanyaan Mamat sukses mengundang gelak tawa dari orang-orang sekitar. Wajar saja, posisi kami sekarang di kantin.
Lumayan tontonan gratis fikir mereka, mungkin.
Sosok pria yang di ledek Mamat mendekat ke arahnya dan menarik kerah baju Mamat. "Lo junior songong amat!"
Mamat yang sedikit tercekek karena kerah bajunya di tarik masih berusaha untuk membela diri. "Ekh... K-kak... Sa-saya Mar-co bu-bukan ju-nior..." Ucapnya secara terbata-bata.
Gue saling melepar pandangan dengan Chiko dan Theo. Dan mereka berdua cuma bisa nonton. Oke, Chiko dan Theo memang ngga sip. Gue memberanikan diri buat nyamperin Mamat.
"Bang, jangan dong bang," Gue memohon dengan senior yang gue curigai kalau sebenarnya dia homo. Kalo mau mukul Mamat kenapa lama banget coba? Kenapa ngga sekalian nunggu sampe lebaran tahun depan. Gue curiga dia cari kesempatan buat memandang setiap lekukan wajah Mamat yang mirip tukang asongan.
"Lo diem!" Buset. Senior itu nunjuk muka gue dan sudah dipastikan gue santai aja.
"Kenapa? Lo cewenya? Sekalian aja gue gebukin dia di depan muka lo," Tambahnya lagi.
Gue hanya memandang senior gue yang sok jawara ini dengan senyuman jahat. "Jangan bang, ja--"
"Jangan apa?" Gue mendengus kesal dan melanjutkan kata-kata gue yang sempat tak terungkapkan.
"Jangan ragu-ragu. Ayo! Gebukin aja sampe mampus," Gue mengeluarkan ponsel dari saku baju dan siap untuk merekam kejadian yang menurut gue akan membawa gue ke popularitas.
Senior itu terlihat mulai menganggkat kepalan tangannya yang akan segera mendarat di wajah Mamat. "Jali lo tega banget sih," Gumam Mamat kesal sama gue.
Mamat memang gapeka. Gue menghela nafas dengan kasar karena semua orang sedang memusatkan perhatiannya ke kami bertiga.
"Udah bang hajar aja. Habisin! Jangan kasih ampun,"
"Lo pengen gue mati?" Tanya Mamat dengan mengelurkan tangisan pura-puranya. Sedangkan senior itu hanya menatap gue dan Mamat secara bergantian.
Gue menepuk kening dengan tangan kiri dan berusaha menjelaskan semuanya.
"Gini ya Mat. Lo pengen banget kan jadi model iklan shampoo? Dan gue juga pengen banget jadi Youtubers. Inilah saatnya kita menunjukkan kepada dunia. Dan buat abang yang gue gatau nama lo siapa, nanti lo juga bisa terkenal. Saat lo nonjok Mamat nanti gue record. Setelah itu gue upload di YouTube. Nanti banyak orang yang like, comment and subscribe ke video ini,"
"Terus kapan gue jadi bintang iklan shampoonya?" Tanya Mamat antusias.
"Saat video itu jadi viral, lo pasti akan diundang dibeberapa acara TV. Channel YouTube gue juga akan dikenal banyak orang. Dan buat abang?"
"Apa?" Tanya senior itu dengan tatapan membunuh. Iya membunuh perasaanku eaa.
"Lo juga akan terkenal bang di TV. Lo akan jadi topik pembahasan karena udah gebukin Mamat. Lumayan kan? Kapan lagi terkenal tanpa ngeluarin duit. Tapi ya, udahnya lo akan bobo cantik di penjara."
"Iya juga Jali. Kalo gue masuk TV terus terkenal pasti ada produser dari beberapa merk shampoo buat ngajakin gue atau bahkan produser film," Kata Mamat dengan tangan yang membentuk '✔️' di dagunya.
Gue menaikkan alis dan memberikan isyarat Mamat dan dibalas kekehan. "Okedeh. Bang gebukin saya sekarang bang. Saya mohon bang, ini demi masa depan saya," Mamat merengek kepada senior yang perlahan malah menjauh dari Mamat.
"Ayo bang. Ayo! Satu... dua... ti---" Belom sempat gue menyelesaikan hitungan, si senior dan teman-temannya malah meninggalkan kami.
"Yah, malah cabut tuh senior," Ucap Theo.
Setelah keberadaan senior tadi sudah benar-benar jauh sontak gue, Mamat, Chiko, dan Theo ngakak bareng. Meskipun masih banyak orang-orang yang menatap kami dengan jijik karena nahan muntah, tapi kami berhasil ngerjain senior.
"Anju. Ngaceng woi," Ucap Theo disela-sela tawanya.
Sontak tawa gue, Mamat, dan Chiko terhenti dan memandang Theo secara seksama. Theo yang kami pandang hanya berdecak kesal.
"Jorok lo semua," lah si Theo malah ngatain kita bertiga jorok. Si Theo mah gitu, suka ngga nyadar kalo dia yang obok (otak bokep).
"Ngaceng itu ngakak kenceng," Setelah mendengar penjelasan Theo kami berempat ber-oh-ria dan melanjutkan tawa sambil guling-guling di lapangan. Soalnya kalo guling-guling di hati doi, doinya gapeka #apaini?
☠
Kok gue receh banget ya😒
Maafkan author ya semuanya.Jangan lupa votmen, sankyuu^^
•ogeng•
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT LOVE
Teen Fiction"Gue memang pengecut. Yang selalu diam dibalik semua ini. Tapi, setidaknya gue pernah bikin dia ketawa dan gue ada disampingnya saat dia sedih. Itu udah cukup buat gue" -Zalika Almira Hussein