One

8.6K 642 7
                                    


Pertengahan Bulan Juli tahun ini tidak jauh berbeda dari tahun lalu. Hujan deras mengguyur Kota Seoul hampir setiap hari. Tidak terkecuali sore ini, langit Kota Seoul dipenuhi awan kelabu yang menggumul dan menutupi akses cahaya matahari yang sempat bersinar terang tadi pagi. Rintik air berjatuhan dari langit dengan intensitas cukup lebat, membasahi jalan dan menyebabkan beberapa genangan di tepi jalan.

Orang-orang beragam usia berdesak-desakan mencari tempat berteduh. Sebagian nekat berlari menembus hujan berbekal payung yang tak seberapa menutupi tubuh mereka. Sebagian lagi berebut taksi yang melintas, raut wajah mereka terlihat cemas dan tergesa-gesa. Oh Sehun berada di golongan pertama, ia berdiri berdesak-desakan dengan orang lain di halte bus yang tak seberapa luas. Ransel hitam menempel di punggungnya beserta drafting tube tersampir di bahu kanannya.

Ia baru saja menyelesaikan kelas terakhirnya saat hujan tiba-tiba turun dengan deras. Halte di depan Rumah Sakit Severance adalah tempat terdekatnya sehingga membuatnya memutuskan untuk berteduh di sana. Sebenarnya ia bisa saja menerobos hujan dan berjalan dengan payungnya, tapi ia tidak yakin barang-barangnya di dalam ransel akan aman, mengingat hari ini ia hanya mengenakan ransel berbahan tipis. Sedangkan ia menyimpan tugas laporannya di dalam ransel tersebut. Setidaknya ia harus menunggu hujan berganti dengan gerimis kecil jika ia ingin tugasnya aman.

Jarum jam tangannya menunjuk jarak di antara angka lima dan enam, menandakan ia sudah berdiri lebih dari limabelas menit di halte ini. Kedua kakinya mulai pegal, ujung sepatunya mulai basah terkena percikan air, namun hujan nampaknya belum juga akan mereda.

Sehun menghela nafas lelah, mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Sekitar sepuluh orang masih berteduh di dalam halte kecil ini, beberapa di antaranya terlihat seperti mahasiswa, sebagian lagi siswi sekolah menengah khusus perempuan yang tidak jauh dari kampusnya. Pandangan mata Sehun terjatuh pada seorang gadis berseragam sekolah menengah khusus perempuan tersebut. Gadis tersebut tidak mengenakan vest ataupun cardigan, yang sepengetahuan Sehun adalah seragam musim ini, selain kemeja putih berdasi serta rok kotak-kotaknya. Kedua tangan gadis tersebut sibuk mengusap-usap lengannya untuk menghilangkan dingin yang menyergap.

Sebagian hati kecil Sehun tergerak untuk menawari gadis tersebut jaketnya. Ia adalah lelaki yang dibesarkan dengan paham bahwa laki-laki seharusnya melindungi wanita, sehingga melihat seorang gadis kedinginan tentu membuat Sehun merasa simpatik. Sayangnya, alasan tersebut tidak cukup kuat untuk membuat Sehun benar-benar menghampiri gadis tersebut dan meminjamkan jaketnya. Lagipula, apa yang akan gadis itu pikirkan jika seorang laki-laki asing menghampirinya dan meminjamkan jaket? Kemungkinan besar gadis itu akan menganggap Sehun laki-laki aneh yang mencari-cari alasan untuk berkenalan dengan modus meminjami jaket. Meskipun harus ia akui bahwa gadis itu tampak menarik di mata Sehun, ia tidak ingin dicap laki-laki aneh oleh orang yang tak dikenal.

Berbekal dengan pemikiran tersebut, Sehun akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia memerhatikan hujan yang sudah tak selebat sebelumnya, well, mungkin sebentar lagi ia akhirnya bisa pulang. Bersiap-siap, ia membuka ranselnya untuk mengambil payungnya. Tepat ketika ia berusaha menyeruak di antara orang-orang yang berdiri di hadapannya, telinganya menangkap pekikan seorang gadis yang kemudian diiringi decak kaget orang-orang di sekitarnya.

Sehun melirik ke asal suara, dan mendapati gadis yang tadi sempat ia perhatikan basah kuyup karena cipratan air yang menggenang di depan halte. Tak berapa lama ia mendengar bisikan-bisikan jahil beberapa laki-laki yang juga berteduh di halte tersebut saat menyadari kemeja putih gadis tersebut tembus pandang. Tanpa pikir panjang, Sehun melepas jaketnya dan segera menghampiri gadis yang kini terlihat menahan malu tersebut.

"Kau bisa memakai jaketku."

Gadis tersebut menoleh saat suara berat Sehun menyapanya. Mata Sehun sempat bertatapan dengan mata cokelat terang gadis itu sebelum gadis itu mengalihkan pandangannya dengan pipi bersemu. Melihat gadis itu terdiam, Sehun kembali menyodorkan jaketnya ke hadapan gadis itu. Ia tampak menggigit bibirnya bimbang sebelum akhirnya menerima jaket dari Sehun dan segera mengenakannya.

InnamorarsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang