Three

3K 530 16
                                    

"So, you remember me." Lisa berujar pelan sembari memilin ujung sweater yang ia kenakan. Matanya tak berani menatap Sehun yang kini berdiri di sampingnya. Mengantri wahana roller coaster.

Sehun menunduk untuk memandang Lisa yang lebih pendek darinya. Gadis itu menunduk menatap ujung sepatunya sendiri. Senyuman kecil menghiasi bibir Sehun melihat Lisa bertingkah malu-malu seperti itu.

"Aku tidak meminjamkan jaketku secara cuma-cuma pada setiap gadis di jalan, kau tahu." Sehun menyahut dengan senyuman yang tak hilang dari bibirnya.

"Tapi kau meminjamkannya... padaku." Lisa mencicit ragu. Matanya masih enggan beralih dari ujung sepatunya. Entah kenapa sepatu yang ia kenakan hari ini jauh lebih menarik daripada harus memandang Sehun yang kini berdiri di sampingnya. Well, no. Tentu saja Sehun lebih menarik dibandingkan dengan sepatu yang ia kenakan saat ini. Tapi Lisa tidak memiliki keberanian untuk menatap laki-laki itu. Tidak saat Sehun kini berada dalam jarak yang sangat dengannya. Mengingat dirinya yang impulsive, Lisa yakin ia bisa melakukan tindakan bodoh begitu melihat Sehun dan senyuman manisnya. No, Lisa tidak berlebihan, karena hanya berdiri bersebelahan dengan Sehun saja sudah membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Ia mulai curiga jika sebenarnya ia memiliki penyakit jantung, karena debar jantungnya ini.

"Hm, I did." Sehun menggumam singkat. Ia mengalihkan pandangnya ke depan, melihat antrian di depannya belum juga bergerak, sementara matahari makin menyengat dan membuat kepalanya pusing. Ia mulai menyesal karena tidak membawa topi bersamanya.

"Why?" Lisa kembali bertanya. Ia masih berusaha mengejar sebuah jawaban yang ia sendiri tak tahu apa. Ia menggigit bibir bawahnya, pertanda gugup.

Kerutan samar terlihat di kening Sehun, "Why?" ia membalik pertanyaan tersebut dengan ragu. Tidak begitu memahami apa maksud Lisa.

Lisa bergeming sesaat, mempertimbangkan apakah sebaiknya ia menjelaskan maksudnya pada Sehun atau tidak. "Lupakan saja," ujarnya kemudian.

Mendengar penuturan Lisa barusan, kerutan di kening Sehun semakin dalam. Ia terdiam sejenak, mencoba mencari sendiri apa maksud dari pertanyaan gadis tersebut.

Senyuman kecil kembali terbit di bibirnya begitu memahami maksud dari pertanyaan yang gadis itu lontarkan padanya. "Hm, I don't think I can answer your question right away. But doesn't mean that I don't have any answer for that." Ia melempar senyuman kecil pada Lisa, tangannya tergerak untuk mengusap puncak kepala gadis tersebut. "You will know the answer eventually, someday."

Lisa tidak mengatakan apapun setelahnya. Entah karena antrian mereka telah tiba, atau karena ia terlalu sibuk menebak-nebak apa yang mungkin benar-benar menjadi alasan Sehun.

   ♡♡♡    

Setelah pertemuan mereka di double date seminggu lalu, Lisa tidak lagi mendapat kabar dari Sehun ataupun bertemu dengan pemuda tersebut. Laki-laki tersebut seolah-olah lenyap ditelan bumi. Padahal Lisa sudah berharap akan dapat bertemu kembali dengan Sehun setidaknya sekali lagi, untuk mengembalikan jaketnya yang masih ia bawa dan meminta jawaban atas pertanyaannya.

Pertanyaan sepele tersebut nyatanya membuat Lisa penasaran setengah mati. Alasan mengapa Sehun menyerahkan jaketnya kala itu. Karena iba kah? Atau karena ada alasan lain yang melatarbelakanginya. Karena dengan jawaban Sehun atas pertanyaan itulah Lisa dapat menentukan langkah selanjutnya.

Apakah ia harus melupakan perasaannya sampai disini?

Atau haruskah ia memperjuangkan apa yang ia miliki?

Dengan langkah berat gadis itu melangkahkan kakinya di sepanjang Garosu-gil, pandangannya merunduk memerhatikan ujung sepatunya yang mulai usang. Siang itu jalanan yang biasa ramai oleh turis tersebut tak terlalu padat. Mungkin karena Lisa memilih untuk mengunjungi area tersebut di hari kerja, sehingga tak banyak orang menghabiskan waktunya berjalan-jalan di sana. Lisa sendiri memutuskan untuk berkunjung setelah satu-satunya kelasnya hari itu diliburkan, ia tak memiliki kegiatan lainnya, Jennie sedang berada di luar kota karena tugas lapangan, dan ia terlalu suntuk untuk berada sendirian di apartemen. Ia hanya akan semakin galau memikirkan kenapa Sehun menghilang dan tak pernah mengabarinya.

Lelah berjalan tanpa arah, ia akhirnya membelokkan kakinya dan memasuki Ginkgo Avenue. Ia menaiki tangga untuk menuju café yang terletak di lantai dua. Matanya langsung disuguhi dengan interior yang menyenangkan begitu ia memasuki area lantai dua. Café tersebut tak terlalu ramai siang itu, hanya ada beberapa meja yang terisi. Dengan hati yang mulai terasa ringan, Lisa segera menuju balkon sembari membawa waffle dan green tea latte yang masih hangat.

Ia hendak menuju meja paling ujung saat matanya menangkap sosok punggung berbalut sweater biru gelap yang terlihat begitu familiar baginya. Dengan langkah ragu-ragu, ia mendekati sosok yang terlihat sibuk dengan netbooknya tersebut.

"Sehun?" Lisa memanggil ragu saat ia berada tepat di belakang laki-laki tersebut.

Lisa mungkin sudah mengira bahwa sosok itu adalah Sehun sebelum ia menghampirinya. Akan tetapi, ia tetap terkejut saat sosok itu berbalik dan menampakkan wajah yang beberapa hari ini tak pernah mau membiarkan benaknya tenang.

Sehun masih terlihat tampan dan menyenangkan, meskipun kantung matanya tampak dengan jelas di balik kacamata yang bertengger di atas hidungnya. Raut wajahnya memperlihatkan betapa letihnya laki-laki tersebut, namun senyuman kecil tetap menghiasi bibir tipisnya saat mengenali Lisa.

"Lisa. We met again." Sehun terkekeh kecil. Ia berdiri kemudian mempersilahkan duduk di hadapannya dengan menarik kursi untuk gadis itu. Tindakan sederhana yang mampu membuat hati Lisa yang lemah bergetar dengan hebat.

"You look tired." Lisa berujar pelan setelah ia duduk dengan nyaman di hadapan Sehun.

"I did?" Lisa mengangguk kecil menanggapi tanggapan Sehun. "Well I guess I am." Pemuda itu mengusap rambutnya yang jatuh di kening. Menyisirnya dengan jari dan membawa rambut itu ke belakang.

"I am really sorry, but just give me ten minutes, I am almost done with these." Sehun merujuk pada pekerjaannya di netbook. Setelah ia menerima anggukan lagi dari Lisa, Sehun kembali menenggelamkan diri pada pekerjaannya. Membiarkan Lisa mengamatinya dengan tenang sembari sesekali memotong waffle di piringnya.

Sehun mungkin terlihat sangat lelah dengan kantung matanya yang menggantung dengan berat di bawah matanya. Tapi hal itu tak sedikit pun mengurangi ketampanannya. Rambut yang tadi sempat ia sisir dengan jemarinya kembali jatuh ke keningnya bersamaan dengan Sehun yang menundukkan kepalanya untuk menatap lebih dekat pada layar netbooknya. Keningnya berkerut samar dengan kedua alis yang hamper menyatu di sana. Hal itu membuat Lisa tergelitik, tangannya berkedut ingin merapikan rambut yang terjatuh di kening Sehun dan mengusap kernyitan tersebut.

"Liking the view?"

Lisa tidak ingat kapan Sehun mematikan netbook-nya. Pemuda itu tiba-tiba saja kini tengah menatapnya sembari menyesap kopinya yang sudah mulai dingin.

"You should take a picture. It lasts." Kedua pipi Lisa terasa panas mendengar candaan Sehun tersebut. Sedangkan Sehun dengan santainya melempar senyuman polosnya, membuat gadis di hadapannya tersebut semakin salah tingkah.

"Kau terlihat sibuk." Lisa berusaha mengalihkan perhatiannya dengan menyuapkan potongan waffle ke dalam mulutnya. Ia tak berani menatap Sehun yang kini terlihat sangat tenang di hadapannya.

"Ah," Sehun seolah dapat membaca arti di balik pernyataan Lisa barusan. "I'm sorry for leaving you hanging, but the assignment I have doesn't give me a break." Ia menambahkan. Ketulusan sarat terdengar di suaranya yang berat.

"It's okay." Lisa akhirnya memberanikan diri menatap Sehun. Pemuda di hadapannya tersebut kembali melempar senyuman manis sebelum berkata, "Let's go out next time then. I want to get to know you more."

♡♡♡    

InnamorarsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang