12:30 AM
"Jam segini baru pulang, dari mana aja kamu?"
Suasana rumah yang tadinya sepi langsung menegang saat suara Andrian memenuhi ruangan setelah Raka membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Rumah sakit," jawab anak laki-laki itu dengan santainya sampai tidak menoleh sedikitpun saat sedang bicara.
"Lihat Papah!" Suara Adrian meninggi, membuat Raka berhenti dan membalikan tubuhya menghadap Adrian. Dilihatnya Adrian yang berdiri di ujung tangga dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Jawab jujur dari mana kamu? Habis berantem lagi?" Tanya Adrian untuk yang kedua kalinya sambil memperhatikan wajah anaknya yang penuh luka memar.
"Raka enggak berantem, Pah." Jawab Raka tegas agar Adrian mempercayai-nya.
Tanpa peduli dengan jawaban Raka, Adrian berteriak lagi. "Papah sekolahin kamu biar bisa dibanggain, tahu sopan santun, bukannya jadi anak liar gak tahu aturan."
Raka tertawa sinis ketika mendengar ucapan Papahnya. "Satu tahun setelah kematian mamah, papah enggak pernah pulang kerumah lagi. Menitipkan anak-anaknya ke Bi Izah tanpa papah peduli dengan kondisi anak-anaknya, Anggia lagi di rawat di rumah sakit udah dua minggu dan tiga hari terakhir ini penyakitnya bertambah parah, Pah. Apa karena cewek itu Papah enggak pernah pulang kerumah?" Ucap Raka sembari menunjuk ke arah perempuan yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa secangkir kopi hangat.
"Raka jaga omongan kamu! Papah enggak pulang itu karena pekerjaan bukan karena Amanda, dia itu perempuan baik-baik."
"Perempuan baik-baik itu membawa laki-lakinya untuk pulang kerumah, bukannya menjauh dari rumah apalagi sampai melupain anak-anaknya." ucap Raka dengan bibir bergetar karena menahan amarah kepada Adrian.
Plakkk.
Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi Raka, Amanda yang melihat kejadian itu langsung menghampiri Adrian untuk menenangkan calon suaminya itu.
"Beraninya kamu ngomong begitu!"
Rasa panas di pipi kanan Raka sudah sangat biasa dirasakannya, ini bukan kali pertama Adrian menampar Raka tapi sudah kesekian kalinya.
"Justru karena Anda saya berani berbicara seperti ini!" Ucap Raka terakhir kalinya sebelum pergi menuju kamarnya.
Raka menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Ia menatap langit kamarnya dengan pikiran yang kalut. Rasa takut kehilangan seseorang yang sangat disayanginya itu tanpa sadar membuat kehidupannya hancur seperti diterpa badai.
Raka menempelkan earphone ke telinganya menyetel lagu favorite dengan volume full. Meningkamati setiap lantunan musik itu dengan mata terpejam. Gelap dan tenang.
Gelap tidak melulu tentang menyeramkan. Ia mampu menjadi teman bicara tentang hal-hal yang jujur, yang mungkin luput kita utarakan ketika terang
-----
A/n: Author^-^
Duh gimana nih Prolog-nya?
Jangan lupa Add ceritanya ke library kaliannya😆
[VoMent jangan lupa]
a6a6a6a6----Jun💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
Teen FictionRinjani Zhittasya yang tau semua tentang Rakasa Putra Zayka. Dulu Thalia dan Zayka sedekat nadi, namun sekarang Zayka seperti tidak pernah menganggapnya hidup. Menyedihkan, mencintai tanpa dicintai. Ternyata Thalia salah selama ini dia tidak seutuhn...