21

1.6K 182 14
                                    

Jaemin melangkahkan kakinya menyusuri gang perumahan yang sudah dua kali ia kunjungi ini. Selalu sepi, ya wajar saja sih, rata-rata penghuni block ini super sibuk semua. Ia terus melangkah hingga akhirnya berdiri tepat di hadapan pagar putih. Kening itu tertaut saat melihat keadaan rumah yang benar-benar sepi.

"Katanya dia di rumah." Dengan ragu, Jaemin membuka pagar putih itu. Ia ingat kalau temannya itu bilang ia selalu di dalam rumah dan terlebih lagi, memang bocah itu lah yang meminta Jaemin datang untuk menemaninya tadi pagi.

Jaemin sedikit membungkukkan tubuhnya dan menekan password pintu rumah. Kenapa ia tahu? Karna temannya itu lah yang memberitahunya. Jaemin mengganti sepatu putihnya dengan sandal rumah. Keningnya mengerut saat melihat terdapat sandal lebih di rak. Ia mengendikkan bahunya masa bodoh kemudian menggeser pintu putih itu. Satu hal yang Jaemin rasakan saat masuk kedalam rumah besar yang sepi ini adalah suara playstation yang terdengar. Ia melirik kearah ruang tengah yang menampakkan lapangan bola virtual dari tv. Dengan penuh percaya diri, Jaemin melangkahkan kakinya menuju ruang tengah.

"LEE HAE- ASTAGA!" kedua mata itu membulat saat melihat posisi Haechan dengan pemuda yang sangat di kenalnya.

Yang kepergok langsung benerin posisi masing-masing. Pemuda bermata bulat itu mengusap wajahnya kasar kemudian mengambil sekaleng cola dan meneguknya hingga setengah.

"Kenapa tidak mengetuk pintu, Na Jaemin?" Haechan hampir saja menyemburkan cola yang masih tersisa di dalam mulutnya saat mendengar nama orang yang memergokinya dengan Mark.

"Untuk apa mengetuk pintu kalau Haechan sendiri memberitahu password rumahnya?" Haechan menepuk keningnya. Ia menoleh kearah Jaemin dan menatap sebal kearah pemuda itu.

"APA?!" Jaemin meninggikkan suaranya dan hal itu tentu membuat Haechan langsung memalingkan lagi wajahnya.

"Aish Chan! Untung bukan umma atau appa mu yang masuk!" Jaemin melepaskan salah satu sendalnya dan saat ia ingin melemparkannya kearah Haechan, dengan cepat Mark melindungi pemuda itu.

...

Jaemin mondar-mandir tepat dihadapan Haechan yang tengah memasang wajah melasnya. Keduanya sudah pindah ke kamar sekarang dan Mark sudah di usir Jaemin tadi. Sekarang dirinya butuh penjelasan dari bocah yang sedari tadi memainkan jemarinya seperti orang bodoh.

"Sudah, Jae, aku jadi takut." Haechan menundukkan kepalanya.

"Kenapa bisa?!" Haechan mengendikkan bahunya. Ia juga tak mengerti kenapa dirinya tadi tak berontak dan malah diam.

"Bilang saja kalau tadi kau menikmati itu bodoh." Haechan yang mendengar itu langsung melemparkan bandal kearah Jaemin dan shoot! bantal tersebut menimpa wajah Jaemin.

"Yak! Lee Haechan!" Jaemin mendengus sebal kemudian memeluk bantal yang dilempar oleh Haechan. Ia menatap sahabatnya dengan penuh selidik.

"Sudahlah, Jae dan kumohon diam ya, jangan sampai ada yang tau hal ini." Haechan menggosok kedua tangannya dan memamerkan wajah memohon kepada Jaemin.

"Kalian sudah jadian bukan?" Haechan menggeleng dengan cepat.

"Siapa yang jadian? Dia nembak aja belum." Setelahnya Haechan mengatupkan bibirnya rapat. Kenapa sehabis berbicara seperti itu dirinya merasa tak enak hati pada Mark?

"Yakin?" Haechan menganggukkan kepalanya yakin, namun ia jadi ragu setelahnya.

"Tapi-" Jaemin yang tahu Haechan ingin bercerita, langsung menarik bangku meja belajar Haechan dan duduk tepat dihadapan Haechan.

"Saat di bianglala, aku tak mendengar ia berbicara apa karna suaranya teredam suara petasan."

"Harusnya kau tanyakan lagi setelahnya."

[✔] Shape of Me +MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang