NASEHAT ENGKONG TAPIN

77 1 0
                                    

"Kita nggak bisa memaksa orang untuk jatuh hati kepada kita. Itu teori. Tapi faktanya, kita bisa mencintai seseorang tanpa memilih."

-Engkong Tapin-

***

Asya. Ya, namanya hanya itu. Lahir saat usianya baru tujuh bulan di kandungan ibunya. Tidak ada persiapan apapun, apalagi hanya sekedar nama. Boleh dibilang orang tua Asya sebenarnya tidak ingin memiliki anak lagi. Namun, takdir berkata lain. Asya, anak bontot dari tujuh bersaudara lahir pada tujuh Juli.

"Sya!" Panggil wanita yang 35 tahun lalu melahirkannya.

"Iya, Bu. Bentar." Ucap Asya sambil mengenakan hijabnya.

Sesampainya di hadapan ibunya, Asya menanyakan perihal sang ibu memanggilnya.

"Antarkan ini ke Engkong Tapin!" Seru sang ibu.

Asya mengangguk tanda setuju. Dan mengambil lantang berisi nasi dan lauk-pauk itu.

Engkong Tapin tidak ada di garis keturunan keluarganya. Namun, Asya dan keluarganya selalu menaruh perhatian kepadanya. Terlebih lagi, Engkong Tapin tinggal seorang diri. Isteri sudah lama meninggal. Anakpun tak punya.

"Assalamu'alaikum, Kong!" Salam Asya.

"Engkong, ASSALAM'ALAKUM!"

"As-sya. Wa'alaikumsalam. Kau tuh udah berhasil bikin orang tua ini jantungan."

"Hehe, maaf, Kong. Habis, Engkong nggak jawab-jawab salam saya. Sedikit teriakan nggak bikin Engkong tuli, kok." Asya nyengir menunjukkan deretan gigi-gigi nya.

"Ya, maklumlah. Bukan cuma umur yang sepuh, telinga juga. Ibu kau masak apa hari ini?"

Asya memberikan lantang kepada Engkong Tapin. Dengan gesit Engkong Tapin mengambilnya.

"Sayur pindang, tumis kangkung lengkap sama lalapan kesukaan Engkong."
"Ibumu emang jago dalam urusan makanan. Dan kamu, sebagai penerusnya kudu belajar masak biar disayang suami."

"Idih, Engkong. Gimana mau punya suami, nikah aja belum. Tapi kalau urusan masak, jangan ditanya, Kong. Biar begini-begini saya pinter buat spageti."

"Engkong doain, segera laki-laki beruntung meminang kau. Tadi kau bilang apa? Sepanci, ya?"

"Aamiin. Spageti, Kong."

"Makanan macam apa itu?"

"Luar negeri, Kong. Rasanya nggak jauh beda ama semur jengkol."

"Bah! Macam-macam kau saja itulah. Tapi, coba buatkan untukku. Mana ada makanan yang menyaingi kelezatan semur jengkol?"

"Tentu. Besok Insyaa Allah saya buatin spesial untuk Engkong Tapin."

Asya membetulkan hijab segiempat nya yang berantakan tertiup angin. Sambil menemani Engkong Tapin, ia merasakan angin yang berhembus menembus hijabnya.

"Ikut makan, Sya?"

"Eh, Engkong aja."

"Tumben, biasanya kau suka sekali beradu jari denganku. Tidak nasi ya lauk yang kau ambil."

"Lagi nggak nafsu makan, Kong. Hehehe kali ini Engkong merdeka."

"Apa yang kau pikirkan, Sya. Sampai-sampai sayur pindang enak ini nggak kau sentuh."

"Nggak tau, Kong."

"Lho? Ceritakan aja sama Engkong. Jangan-jangan apa karena kemarin malam?"

Kemarin malam adalah pernikahan teman sepermainan Asya. Sudah dua kali menikah, makanya pernikahan yang kedua tidak dirayakan. Hanya dihadiri sanak keluarga dan tetangga dekat saja.

TERSISIHKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang