Asya dan Mira membanting tubuhnya dan jatuh di atas kasur bersamaan. Satu tatapan mereka tertuju pada langit-langit kamar.
"Huaaaa.."
Mira menguap berkali-kali. Matanya mulai letih. Letih dengan perjalanan yg panjang. Rasa kantuk tak terbendung lagi."Tolong rapiin, ya."
"Capek."
"Alah! Yang dari perjalanan jauh itu kan gue. Udah cepet taroin baju-baju gue ke lemari."
Asya memonyongkan bibirnya. Tepat membentuk segitiga. Dalam hati ia menggerutu atas sikap kakaknya yang seperti majikan itu. Tapi ia tidak bisa protes, karena yang akan kena omelan sang ibu, tentunya dirinya.
Mira bukan hanya anak kesayangan ibunya, pun penolong keluarga. Mira lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Itupun setelah anak kelima sang ibu menikah, dan ikut suami tinggal di Kalimantan. Karir dalam pekerjaannya boleh dibilang tak mengalami rintangan. Itu sebabnya dalam kurun waktu lima tahun Mira sudah menjabat sebagai menejer di perusahaan tempatnya bekerja.
"Nyenyak sekali tidurnya." Gumam Asya.
Asya mulai meletakkan baju-baju Mira dengan rapi di tempatnya. Ada satu pertanyaan yang mengusik pikirannya.
Untuk berapa lama dia menginap?
Satu koper ukuran besar sesak dengan baju-baju kakaknya. Tidak seperti biasanya, untuk sekedar menginap kakaknya itu hanya membawa satu-dua baju saja.
Meski mereka bersaudara, tak sekalipun Mira berbagi masalah atau apapun kepada Asya. Begitupun dengan Asya. Ya, mereka adalah saudara yang kurang akrab.
"Asya.."
"Iya, Bu."
"Keluarlah sebentar."
Sesampainya di ruang tamu.
"Ada apa, Bu?"
"Kau lihat Zanan di stasiun tadi?"
"Nggak, Bu. Mereka lagi marahan kali ya, Bu?"
"Huss! Jangan sembarangan ngomong."
"Aneh aja, Bu."
"Aneh gimana?"
"Kak Mira bilang kalau suaminya akan menyusul ke sini. Tapi kok udah jam segini nggak dateng-dateng. Udah gitu, Kak Mira bawa bajunya buanyakk banget loh, Bu. Menurut Ibu apa mereka baik-baik aja?"
"Kamu nggak boleh su'udzon sama mereka. Sebentar lagi juga Zanan datang. Sebelum Mira mengatakan sesuatu, kita nggak boleh ikut campur dg masalah rumah tangga mereka, Sya."
"Iya, Bu. Aku juga nggak berani nyeletuk di depan Kak Mira, loh. Oh, ya tadi Ibu manggil aku, kan? Ada apa ya, Bu?"
"Bagus, kalau kamu sadar. Nggak ada apa-apa. Cuma mau tanya aja tentang Zanan. Ibu pikir kalian ke sini sama-sama tadi."
"Aku pikir ada apa. Eh, cuma nanyain menantu ibu doang."
"Ibu sih pengennya menanyakan menantu ibu yang bungsu. Ingat, Sya. Umurmu dikit lagi kepala empat loh. Emangnya mau tunggu sampai kapan menikahnya? Mau tunggu sampai ibu masuk tanah?"
"Astaghfirullah, Bu. Ibu aneh-aneh aja ih pikirannya. Udah ribuan kali ibu nanya soal itu ke aku, tapi seberapa besar usahaku, tetap tidak ada laki-laki yg mau meminangku, Bu."
"Kamu salah, Sya. Jika kamu terima tawaran Zul. Sekarang ibu nggak akan bertanya seperti itu."
"Ibu rela aku jadi isterinya yang kesepuluh? Dan apa ibu rela aku nikah dengan laki-laki yg selayaknya jadi ayahku itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TERSISIHKAN
Romance"Jika sudah tidak ada wanita di dunia ini. Bisakah aku terpilih?" Tekanan orang tua dan lingkungan membuat Asya frustasi. Wanita-wanita di kampungnya sudah menikah. Hanya dirinya yang masih lajang. Cibiran kerap didapatinya. 'Perawan tua'. Mampukah...