➊ Pam Atau Pamela? [1/2]

783 26 2
                                    

Penulis : Umitriyan
Source: cerpenmu.com

◐◑

Hari mulai senja. Sudah saatnya tugas matahari digantikan oleh bulan untuk menerangi bumi. Langkah-langkah kaki manusia bumi lalu-lalang pergi ke tempat tujuannya masing-masing. Terlihat seorang gadis duduk di bangku taman di pinggiran kota dengan tas besar di sampingnya.
"Udah seharian nyari kostan, tapi belum ketemu juga. Hufftt" keluh gadis itu sambil sesekali mengipaskan kertas ke lehernya.

Ditengah kebingungannya, tiba-tiba...
"Boleh aku duduk di sini?"

Gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya seorang gadis lain yang sebaya dengannya.
"Oh silahkan" ucap gadis itu dengan senyum sambil sedikit menggeserkan duduknya.
"Aku Pam" gadis yang baru saja datang itu mulai memperkenalkan dirinya.
"Aku Sean" gadis itu menjawab.
"Kau bukan orang asli sini?" Tanya Pam sambil melirik ke arah tas besar di samping Sean.
"Ah, ya. Aku memang bukan orang sini. Aku merantau."
"Sepertinya kau belum lama di kota ini?"
"Aku baru datang tadi pagi."
"Kau tinggal di mana?"
Sean menghela nafas pelan.
"Aku tidak tau. Dari tadi pagi aku mencari tempat kost tapi tidak ketemu. Hampir semua tempat kost yang aku temui tidak ada yang kosong." Gadis itu mulai menceritakan apa yang dialaminya hari ini.
"Lalu malam ini kau akan tidur di mana?"
"Entahlah"
Sean terdiam. Memikirkan nasibnya hari ini.

"Kalau kau mau, kau bisa tidur di rumahku."
Tawaran Pam berhasil membuat wajah Sean sedikit ceria.
Diperhatikannya Pam beberapa saat. Gadis yang cantik, lugu, dan kelihatannya baik. Tapi, mengapa wajahnya sangat pucat. Dan seperti ada bekas sayatan di leher Pam.
"Kau sakit? Wajahmu pucat sekali. Dan di lehermu..."
"Ah tidak. Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja, dan di leher ini hanya luka kecil." Potong Pam tiba-tiba.
'Aneh sekali' pikir Sean.

Beberapa detik mereka terdiam. "Tenanglah, aku bukan vampir seperti yang ada di film-film." ucap Pam membuyarkan lamunan Sean.
"Maaf, bukan itu maksudku." Sean merasa tidak enak hati.
"Tak apa." Pam tersenyum kecil.

-

"Ini rumahmu?" ucap Sean di depan sebuah rumah besar dan agak sedikit menyeramkan. Mungkin karena di sekitar rumah itu terdapat banyak pohon besar.
"Ya, masuklah." Pam membuka pintu rumahnya. Gadis itu menyalakan saklar lampu dan terlihat suasana ruangan yang bersih dan terdapat banyak barang-barang antik.
"Rumah yang bagus." Lirik Sean. Pam hanya tersenyum.
"Kau tinggal sendiri?"
Pam mengangguk.
"Orangtuamu?"
"Mereka sudah lama meninggal." Raut wajah Pam berubah sedih.
"Maaf, aku tidak tau." Sean merangkul bahu Pam, berusaha menenangkan gadis itu.
"Mari kutunjukkan kamarmu." Pam mulai berjalan mendahului Sean menaiki tangga dan berhenti di sebuah ruangan.

"Ini kamarmu." Pam membuka pintu.
Sean masuk dan terlihat kamar yang luas dan sangat rapi.
"Semoga kau betah."
"Aku pasti betah di sini. Kamar yang luas, beda sekali dengan kamar di rumahku. Sempit."
Pam tertawa kecil.
"Istirahatlah!"
"Ya, terimakasih untuk semuanya. Maaf merepotkan. Tapi besok aku janji akan mencari tempat tinggal baru."
"Kau bisa tinggal di sini kalau kau mau."
"Di rumah ini?"
"Ya, bersamaku."
Sean terdiam sesaat, memikirkan tawaran Pam.
"Eumm, berapa sebulan?" tanya Sean ragu.
"Haha, hey aku tidak butuh uangmu. Aku hanya butuh dirimu." Pam menjawab sambil tertawa kecil.
"Diriku?" tanya Sean menunjuk dirinya sendiri.
"Ya. Aku butuh dirimu. Aku butuh teman. Aku kesepian. Kau mau menjadi temanku? Menemaniku di sini. Di rumah ini?" tanya Pam penuh harap.
Sean tersenyum. "Baiklah, aku akan menemanimu di sini."
"Benarkah?"
"Ya. Tak perlu lagi merasa kesepian."
"Terimakasih."
"Ah tidak. Aku yang seharusnya berterima kasih."
Sean memeluk Pam, teman barunya. Tapi, mengapa badan Pam dingin sekali. Seperti memeluk es. Pam membalas pelukan Sean dengan erat. Seperti tidak ingin pisah. Dengan nafas yang agak mulai sesak, Sean berusaha melepaskan pelukan Pam. Tapi Pam malah memeluknya semakin erat.
"Aku harus istirahat untuk besok" ucap Sean terbata-bata.
"Ah ya, maaf." Akhirnya Pam melepaskan pelukannya.
Sean mulai mengatur nafasnya yang agak sesak. Pam berbalik berjalan mendekati pintu.
"Kau bisa panggil aku jika kau butuh sesuatu."
Sean hanya menganggukan kepala sebagai jawabannya.

"Oh ya, satu lagi. Kau tak takut hantu, kan?" Pam bertanya dengan wajah serius.
"Hantu?" Pertanyaan yang membuat Sean terkejut.
Sedetik kemudian Pam tertawa melihat raut wajah Sean yang begitu tegang.
"Haha, aku hanya bercanda. Tidurlah, kau pasti lelah." Pam mulai menutup pintu dan meninggalkan Sean yang masih bingung dengan pertanyaan Pam.

-

"Kau mau pergi ke mana?"
Tiba-tiba Pam datang saat Sean akan menuju pintu keluar.
"Kau mengejutkanku Pam! Aku akan mencari pekerjaan."
"Pekerjaan?"
"Ya!"
"Bukankah kau sudah berjanji akan menemaniku di sini?"
"Memang! Dan bukankah aku sudah tinggal di sini bersamamu? Setidaknya untuk waktu yang sebentar."
"Sebentar?"
"Tidak selamanya aku akan selalu bersamamu. Kita punya kehidupan masing-masing."
"Tapi aku kesepian." Pam memasang wajah melas.
"Ikutlah denganku, kau tidak akan merasa kesepian lagi. Aku tidak mau terus bergantung padamu, Pam. Kau sudah terlalu baik dengan menawarkanku tinggal di rumahmu. Aku tidak ingin terus merepotkanmu." Sean menjelaskan.
"Aku mengerti!" Pam mengalah.
Sean tersenyum. "Jadi kau ingin ikut bersamaku?" tawar Sean.
"Tidak. Aku di rumah saja. Pergilah, tapi jangan pulang malam-malam. Bahaya!"
"Bahaya?"
"Ya. Di sekitar sini banyak hantu ramah."
"Hantu? Kau pasti bercanda lagi."
"Tidak, aku serius."
"Hm, baiklah. Mungkin saat senja aku sudah sampai di rumah."
"Aku pergi!" Pamit Sean menutup pintu.
"Hati-hati."

Tbc~

Horror Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang