➌ Sweet De Javu

520 18 5
                                    

Penulis : Muhammad Asy Syifa Ramadhani
Source: cerpenmu.com

◐◑

"Brukk!"

Aku terjatuh dari atas kasurku karena mimpi buruk lagi. Sudah satu minggu ini aku mengalami mimpi buruk yang sama.
"Dian! Kamu baik-baik saja Nak?" Tanya ibuku. Aku hanya diam dan melanjutkan tidurku.
"Kenapa kamu semalam?" Tanya ibuku sambil mengambilkanku nasi.
"Aku mimpi buruk lagi Bu."
"Sudah berapa kali kamu mimpi buruk?" Aku hanya diam dan pergi meninggalkannya.
"Aku berangkat dulu Bu!"
"Kamu gak sarapan dulu?"
"Nanti saja di kantin."

Saat di jalan aku merasa aneh. Aku merasa pernah melalui jalan dan tempat ini. Padahal aku masih pertama kali ini lewat gang kecil ini. "Jika bukan karena Viola, aku gak mungkin mau lewat gang sepi nan seram ini, huuh... sebel!" Saat aku melewati rumah yang cukup besar, aku merasa pernah tinggal dan berada di dalamnya. Aku ingat baik baik dan betul saja, aku pernah bermimpi ada di dalam rumah itu. Tapi saat ku ingat-ingat aku bersama seorang laki-laki tampan dan sebuah bayangan yang terus mengikutiku.

"Dian! Kenapa kamu melamun di situ? Kesurupan baru tahu rasa kamu nanti!" Aku melihat dari jauh dan..
"Oh!" Ternyata dia Viola temanku.
"Ayo berangkat, kita sudah terlambat 10 menit!" Seru Viola padaku.

Saat di ruang kelas, aku bertanya pada Viola tentang rumah yang aku lihat tadi.
"Oh! Itu rumah Rendi si cowok tampan yang jadi idaman cewek di sekolah ini. Tapi, konon rumah Rendi adalah bekas rumah sakit Belanda. Dan warga gang rumahku kerap melihat penampakan bayang-bayang misterius di sana."
"Ah.. Kamu ada-ada saja."
"Aku gak bohong Dian!"

"Kring.. Kring." Bel pulang sekolah berbunyi. Karena Viola dijemput orangtuanya, aku jadi pulang sendiri.
"Mau ku antar pulang Nona Cantik?" Sebuah suara mengagetkanku dari belakang.
"Kamu cewek yang melamun di depan rumahku tadi kan?" Lanjut pertanyaan dari cowok tadi. Cukup tampan menurutku dan mempunyai rambut yang lurus. Benar saja, aku terpaku melihat wajahnya, bahkan jika bisa aku akan setiap hari memandangi wajah tampan nan indah bagai malaikat ini.
"Hei. Kok malah bengong lagi!"

"Maaf, kamu si...siapa?" Tanyaku dengan sedikit gugup.
"Aku Rendi, kamu mau apa tidak aku antar pulang, Nona cantik?" Aku hanya tersenyum dan berkata.
"Iya aku mau, tapi antar aku ke rumah Viola dulu, aku mau mengembalikkan buku."
"Siap Nona cantik, tapi cepat karena sebentar lagi hujan!"
"Iya." sesingkat mungkin aku jawab dengan terselip senyum untuknya.

"Cepat kayuh terus sebelum hujan deras, sudah gerimis ini!" Seruku padanya. Dan alhasil.
"Brusss."
"Terlambat, ayo kita ke rumahku saja, nanti setelah hujan reda kau ku antar."
"Ya sudah," jawabku agak pelan karena aku memang sudah kedinginan.
"Anggap saja ini rumahmu sendiri." Kata Rendi sambil mengambilkan secangkir cokelat panas. Jujur saat aku memasuki rumahnya, aku merasa tempat ini tak asing. Suatu tempat yang selama ini menemaniku dalam mimpiku.

"Pyaaarrrr.." Aku terkaget saat melihat Rendi bermata merah dengan bayangan hitam di belakangnya.
"Kamu mau kan menemaniku di sini selamanya?" Tanya Rendi dengan wajah yang menyeramkan.
"Tidak!" Aku mencoba melempar semua barang yang ada di sampingku. Tapi entah mengapa dia tidak merasa sakit dan terus berjalan ke arahku.

Aku berlari menuju pintu depan. Tetapi dia menghadangku. Aku hanya bisa bersembunyi di belakang kursi dekat jendela. Aku menangis dan sesekali aku melihat jendela, tapi hanya genangan air yang ku lihat. Aku mendengar ada orang memanggilku. Bukan hanya satu orang, tapi banyak orang memanggil namaku. Seketika aku berdiri tapi, ada Rendi dengan senyum manisnya di depanku. Dia menghantamkan sebuah kayu ke kepalaku. Serasa gelap mataku karenanya. Yang terakhir aku lihat hanya wajah munafik Rendi bersama bayangan besar di belakangnya.

"Dian! Kamu sudah bangun Nak." Terdengar suara ibuku berkata padaku.
"Aku di mana Bu?" Tanyaku bingung.
"Kamu di rumah Nak. Kamu kemarin bermain-main di rumah bekas rumah sakit di gang dekat rumah Viola. Dan Viola melihatmu pingsan di dalam rumah besar itu. Akhirnya warga dan Viola membawamu pulang. Dari kemarin kamu pingsan Dian." Aku hanya diam. Tak berapa lama, aku teringat Rendi dan sejuta parasnya.
"Ibu, ambilkan aku pisau. Izinkan aku menemui Rendi."
"Tidak Nak!"
"Selamat Datang Nona Cantik."

Horror Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang