Chapter 1

37 18 33
                                    

Pagi ini. Ya, pagi di mana aku akan melupakan kenanganku bersama Reno. Semilir angin yang bertiup kencang disertai dengan tetes embun yang menyejukkan. Ya. Aku menyukai ini. Di tambah lagi dengan pemandangan di perkebunan teh yang sangat menjernihkan hati dan fikiran. Dinginnya udara menembus tulang rusukku, sehingga aku menyempatkan diri untuk mengenakan hoodie dan headphone ku.

***

Hari Sabtu. Tak terasa 2 minggu berlalu. Semenjak kepergian Reno aku selalu saja melamun. Ya, mau bagaimana lagi? Di sini tidak ada seorangpun yang menemaniku untuk mengobrol.

Aku selalu menghabiskan waktuku untuk pergi ke perkebunan teh. Ya, bisa di katakan aku seorang pengangguran. Dulu sedari SMA aku bercita-cita untuk menjadi seorang doktor, tetapi saingan  dan nilai yang di bawah standar tidak memungkinkanku untuk menjadi apa yang aku cita-citakan.

Rasanya jenuh, bosan, sepi, semua rasa bercampur aduk di dalam diriku. Entah apa yang terjadi rasanya aku ingin kembali ke kampung halaman ku.

"Adinda!" seru seorang gadis yang berjalan cepat di jalan setapak.

Suara itu. Ya, suara itu milik Alisha sahabatku. Aku sangat hafal dengan suaranya, terlebih lagi aku menganggapnya sebagai adik kandungku sendiri.

"Hai, Lisha," sahutku sambil melambaikan tangan.

"How are you?" teriak Alisha yang masih berjalan. Jaraknya sepuluh meter dari tempatku berdiri.

"I'm fine, and you?" balasku.

"I'm so bad, haha," jawab Alisha.

Aku mengernyitkan dahi.
Entah apa yang membuat kabar Alisha menjadi buruk.

Aku dan Alisha selalu berbasa-basi dengan menggunakan logat ala-ala orang Inggris.

"Hhhh.. I'm so tired," keluh Alisha yang baru berdiri di depanku.

"Are you tired?" tanyaku.

"Yes."

"Kalau begitu, mari ke villa," ajakku.

Aku memegang pergelangan Alisha dan ku tuntun dia menuju Villa.

Sesampainya di Villa

"Din tolong ambilkan minum, gue haus," perintah Alisha yang duduk di sofa.

"Ini," balasku sambil menyerahkan segelas air putih, seraya berkata "Kok lo bisa tahu sih gue ada di kebun teh?"

"Uhm..feeling."

"Feeling?, sejak kapan lo punya feeling sama gue?"

"Sejak lo pergi," Lisha menyunggingkan senyumnya.

"Sejak gue pergi? Udah ah gue mau ke kamar dulu."

"Kamar gue?"

"Di sebelah kamar gue."

"Ok."

***

Pukul 05.00 WIB

Embun menyelimuti alam. Ya. Pagi yang sangat sejuk, kusandarkan punggungku di bangku bawah pohon yang terletak di antara tumbuhan teh. Kupejamkan mata dan kuhirup udara yang segar untuk mengurangi beban di hidupku.

Tanpa kusadari sinar matahari menyentuh wajahku. Perlahan-lahan ku buka mataku, seorang pria tengah berdiri dengan kamera di tangannya. Jeans dan kemejanya menambah ketampanannya, sedangkan syal dan kacamata yang di kenakannya memunculkan kesan tersembunyi. Siapa dia?

Aku sedikit tersentak, lalu kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Jam menunjukkan pukul 06.30 WIB. Ponselku berdering tanda pesan masuk.

Love In Tea Plantations [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang