Empat

2 1 0
                                    

♥♥♥

Degg!!!

Jantung Egha berhenti berdetak seketika, kedua telapaknya menutup mulutnya yang terbuka lebar tak percaya, air matanya mengalir deras, ia diam mematung di ambang pintu.

Arga menyenderkan tubuhnya pada tembok setelah melihat kejadian di depan matanya, kejadian yang tidak sepantasnya ia lihat, lututnya lemas, ia terjatuh —duduk jongkok— tatapannya kosong.

Hal yang mereka curigai benar kejadian, keraguan itu menjadi kepastian yang mutlak setelah mereka menyaksikan semuanya sendiri. Egha menggeram, tanggannya mengepal.

Apa ini yang dinamakan perselingkuhan?

Apakah ini adalah bagian dari cinta yang lain?

Apakah cinta adalah permainan yang sangat rendah seperti ini?

Banyak pertanyaan yang menjadi pernyataan di benak Egha, dengan penuh keberanian, Egha melangkah dari ambang pintu meninggalkan Arga yang masih terkejut, Egha membuka pintu keras dan berteriak.

"HENTIKAN!!! Hentikan perbuatan hina kalian!" Egha berhenti tepat di hadapan dua sejoli yang sedang bersetubuh itu.

Sarah terkejut, begitu pun lelaki asing yang dibawanya, lelaki itu duduk dan membalikan tubuhnya membelakangi Egha menutupi seluruh bagiannya yang terbuka, sementara Sarah meraih pakaiannya dan menutupi tubuhnya dengan memakai kembali pakaian itu.

Sarah berjalan gusar, ia mendekati Egha dan mencengkram tangannya kasar lalu menyeretnya keluar kamar.

PLAKK!!!

Sebuah tamparan keras mendarat dengan kasar di pipi Egha yang meninggalkan bekas merah dan sedikit darah di sudut bibirnya. Wajah Egha memanas, mulutnya sudah tak lagi bungkam.

"Tampar lagi! Tampar saja sampai kau puas! Bunuh saja aku jika perlu, supaya aku tidak lagi mengganggumu yang sedang menikmati kenikmatan laknat itu!!" ucap Egha kasar, ini pertama kalinya ia dapat membantah dengan penuh emosional, bahkan Arga yang sebelumnya lebih sering melawan daripada ia, tidak pernah se emosional seperti yang di lakukan Egha saat ini.

Sarah menjambak rambut panjang Egha sampai anak itu meringis kesakitan. Arga membantu melepaskan tangan kotor Sarah dari rambut bersih kakaknya.

"Kalian anak kecil! Jangan mematai kami lagi! Dan jangan sampai papah kalian mengetahui tentang ini! MENGERTI!!!" Ancam Sarah serius melepaskan rambut Egha.

Egha menggigit pergelangan Sarah dengan sangat keras, sampai menimbulkan bekas dan mengeluarkan sedikit darah. Sarah meringis kesakitan dan tanpa sadar memukul kepala Egha dengan keras sampai membentur tembok dan membengkak biru, keningnya berdarah, lalu pandangan Egha menjadi gelap.

"Dasar wanita JALANG! Enyah lah kau! Arga memukul Sarah namun, pukulan nya terlalu lemah. Sarah berbalik menamparnya dan mendorongnya jatuh.

"Bocah tidak tahu di untung. Mulai sekarang jangan pernah mengeluh apapun padaku! Urus hidup kalian masin-masing! Bawa anak sekarat itu, enyahlah kalian dari hidupku! PERGI!" Sarah kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan keras.

Sejenak Arga meredam amarahnya dan kembali fokus pada tubuh kakaknya yang terbaring tak sadarkan diri.

"Kak! Sadarlah! Jangan tinggalkan aku," Arga membopong tubuh mungil Egha dan membawanya ke dalam kamar.

Beberapa saat setelah di baringkan di atas tempat tidurnya, Egha mengalami demam yang cukup tinggi. Arga menyiapkan kompres. Hampir tengah malam sampai demam Egha turun. Arga menarik kursi dan tertidur di tepi tempat tidur yang berada di samping Egha.

05.00 AM

Egha membuka matanya perlahan, ia memegangi kepalanya yang terasa berat. Egha memperbaiki posisi tidurnya dan menyadari keberadaan Arga. Egha tersenyum. Tangannya mengelus rambut sutra Arga yang kecokelatan itu, kemudian menatapnya nanar.

Kenapa keluarga kita menjadi seperti ini?

Penderitaan seakan tidak memberikan kesempatan untuk kita merasakan apa itu kedamaian.

Apakah akan ada kebahagiaan yang datang untuk kita?

Egha membatin sedih, hatinya menangis dan tanpa sadar raganya pun ikut menangis.

Tes!

Air mata Egha jatuh mulus di punggung tangan Arga dan membuatnya terbangun.

"Kak, kakak nangis?" tanya Arga setengah sadar.

"Eh, kamu udah bangun, enggak kok, ini lho mata kakak kelilipan terus dari tadi, omong-omong makasih ya kamu udah jagain kakak." Egha tersenyum mencium pucuk kepala Arga dan Arga memeluk melingkarkan tangan di pinggang Egha. 

"Itu udah kewajiban aku 'kan, kak? Semalam kakak demam, Arga takut kehilangan kakak, Arga panik, tetapi sekarang Arga lega karena kakak sudah baik-baik saja."

"Arga, yang semalam itu. Apakah nyata?" tanya Egha masih tak percaya.

Arga mengangguk lemah, "Itu nyata, kak, bukan mimpi! Entah siapa yang harus aku salahkan untuk semua ini, apa kakak tahu?  Mamah meminta kita untuk tidak lagi ikut campur tentang hidupnya, ia berkata untuk mengurus hidup kita masing-masing. Istilah kasarnya mamah sudah 'membuang' kita dari hidupnya."

"Baiklah, jika itu keinginannya, kita pasti bisa tanpa dia, tanpa sosok seorang ibu yang mengasihi anaknya. Dia saja tak layak menyandang kata 'ibu' yang konotasinya adalah kata suci, sementara dia, cihh! Huh!" Egha menghembuskan nafas gusar.

"Kita kuat, kita tegar, kita bisa!" sambungnya mantap.

♥♥♥

"OH! Jadi ini yang kamu lakukan di belakangku? Wanita tidak tahu diri, di mana kehormatanmu sebagai seorang wanita, hah!" Evan berteriak dari lantai atas, tepatnya di kamar Sarah, membuat kegaduhan di suasana yang masih pagi.

Mendengar suara ribut itu, Egha dan Arga tersentak. Mereka tahu ayahnya sudah melihat hal hina itu, tetapi mereka tidak tahu apa yang akan ayahnya lakukan setelah kejadian itu. Keduanya saling membayangkan apa saja yang bisa terjadi dan langsung bergidik ngeri. Karena mereka tahu kalau mereka pasti akan terlibat dan menjadi sasaran empuk kekerasan selanjutnya.

"Kak, apa kakak tahu apa yang akan terjadi?" tanya Arga ragu

"Ya … sepertinya,"

"Lalu, apakah kita harus kabur saja dari masalah itu."

"Itu percuma saja, kita akan selalu menjadi korban pertengkaran dan akan sulit untuk melarikan diri. Lebih baik jalani saja, lagi pula kita harus memastikan bagaimana akhir dari semua ini."

"Apakah itu artinya sesuatu yang buruk akan terjadi?"

"Mungkin saja,"

"EGHA! ARGA!" Panggil Evan dari lantai atas dengan suara baritonnya yang amat keras.

"Nah, kan. Panggilan maut itu sudah terdengar!" Egha dan Arga berdecak lalu menaiki tangga menuju tempat kejadian peristiwa. Mereka pasrah!

♥♥♥

Tbc
030717

Sebait rasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang