2 | kak guanlin

544 101 32
                                    

"Gimana? Udah kepikiran belum lo mau les dimana?"

"Boro-boro mikir itu, tugas trigonometri hari ini aja belom gue kerjain," jawab Seonho bete.

Akhir-akhir ini Seonho sibuknya minta ampun. Sudah ada latihan basket, kursus piano, PR yang numpuk dan rapat atlet Pekan Olahraga Kota yang ga ada matinya, masa harus ada les bahasa Inggris segala sih? Bodo amat, emang dia mau kerja sama bule apa gimana?

"Yeh, tau aja ya lo bro, bahasa Inggris itu penting. Lo kalo kuliah ntar juga ditanyain tentang begituan. Mau masuk kuliah aja ujiannya ada bahasa Inggrisnya," kata Samuel. "Gue cariin guru sini."

"Kalopun udah dapet, mau bayar pake duit siapa? Orangtua gue aja udah terbebani gara-gara duit mereka abis dipake ngasih makan gue lima kali sehari." Seonho menjawab dengan bete.

"Ya kali aja ada orang yang mau jadi guru lo secara gratis? Dunia masih waras bro, kali aja masih ada orang nyari pahala."

"Sok iye bener dah lo," Seonho menanggapi, sambil memutar mata.


Siang itu, kantin telah ramai dipadati oleh perkumpulan pelajar remaja yang masih labil dan hormonnya kacau, mengantri di depan konter untuk membeli bakso. Seonho terjebak di salah satu meja bersama Samuel dan Daehwiㅡanggota OSIS yang cerewetnya minta ampun tapi paling top buat dijadikan tempat curhat. Di tengah kantin yang panas dan udaranya dipenuhi dengan aroma bakso kuah itu, mereka bertiga memulai ritual ghibah mingguan yang selalu dilaksanakan setiap jam istirahat kedua, setiap hari Selasa.

"Woi gimana tuh? Katanya anak basket mau ngadain event," Daehwi nimbrung sambil menopang dagu di atas tangan. "Jadi gak? Kok si kapten belum nyerahin proposal ke kita?"

"Sabar aja kali, kak Daniel kan baru aja naik kelas 12. Lo tuh anak OSIS suka banget sih nagihin proposal dari orang?" tanya Seonho dengan bete sambil memasukkan sebutir bakso ke mulutnya.

"Ya daripada lo yang bahasa Inggrisnya kacau tapi gak mau masuk les?"

"Lo cepu banget Sam, sumpah." Seonho menggeram.

"Ada apaan lagi si Seno? Kena protes Bu Jaehee?" tanya Daehwi, setengah-nyengir karena berusaha menahan tawa.

"Tauk nih, ulangan terakhir dapet 25. Diketawain sekelas, tapi tetep aja gak mau les."

"Seonho, bro, what are you doing? You should take courses."

"Aku ga denger kak, aku buta." Seonho memprotes, sambil menutup kuping dengan cuek kemudian melanjutkan memakan baksonya.

"Bodo, yang ada lo congek," ejek Daehwi. "Tapi seriusan nih. Kalo lo mau les gratis, gue kenal orang yang mau."

"Kalo ada orang yang mau, gue yakin pasti orang itu mabok." Seonho melengos.

"Namanya Kak Guanlin," jawab Daehwi, bertingkah seakan dia tidak mendengar kata-kata Seonho. "Kak Lai Guanlin, anak XI IPS 1."

Guanlin. Rasanya itu nama yang tidak asing bagi Seonho. Rasanya sering denger, tapi dimana ya? Seakan-akan nama itu sudah familiar di telinganya.

"Oh, si Guanlin," sela Samuel, sebelum Seonho sempat membuka mulut untuk menjawab. "Kok lo panggil dia kak dah? Dia kan setingkat ama kita?"

TUTOR 。( guanlin × seonho )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang