[4]

79 5 0
                                    

     Kinan sedang menunggu taxi di pinggir jalan, matanya menangkap sesosok makhluk menyebalkan bernama Revan.

     "Van, Aku kan tadi udah bilang kalau-"

     "Yeee, siapa juga yang mau ngikutin? Aku mau ke rumahnya Marco, mau minjem kaset PS! Ge-er!" Revan berlalu pergi meninggalkan Kinan.

     Selang waktu beberapa menit, taxi lewat. Kinan duduk manis di taxi sambil curi-curi kesempatan untuk mengecek dandanannya.
Kinan turun di tempat tujuan, ia melihat Alex dari jauh sedang duduk menunggunya. Kinan melambaikan tangan pada Alex dan melempar senyum indahnya.

     "Udah nunggu lama?" ucap Kinan seraya menarik kursi dan mendudukkinya.

     "Enggak kok. Maaf ya nggak bisa jemput." Alex tersenyum lembut ke arah Kinan.

     "Ya nggak papa kok." Kinan, agak, berlebihan, wajahnya sampai bersemu merah.

***

     "Mas, geser sedikit deh," Revan mengibaskan tangannya agar pelayan Kafe di depannya sudi untuk menutupi tubuh Revan agar tidak ketahuan oleh Ibu Suri. Revan mengendap-endap berjalan menuju kursi dan mengambil daftar menu untuk menutupi wajahnya.

     Tangan Revan meraih sesuatu dari balik saku bajunya, obat. "Gue bikin kentut-kentut di Kafe lo!" gumamnya penuh penekanan. Revan menoleh melihat pelayan melintasinya dan akan mengantarkan pesanan meja untuk Kinan.

     "Mas," Revan mulai membicarakan hal-hal tak masuk diakal, "mas punya pacar?" perhatian pelayan pun goyah, tangannya sibuk menaruh obat untuk melancarkan kentut, seperti bom waktu.

     "M-maaf mas, saya masih normal, permisi."
Revan tersenyum masam sambil berteriak dalam batinnya kalau dia pun normal, menyukai wanita, buktinya laptopnya berisi perempuan Rusia aduhay kecintaannya.

     Tampang tampannya ini menyukai sejenis? Sorry to say aja, normal 100%.

     Revan bersyukur bahwa Kinan sama sekali tidak menyadari keberadaannya, Revan kembali ke tempat duduknya dan menutupi wajah dengan daftar menu. Perhatian Revan tetap tertuju pada meja Kinan dan Alex.

     "Makan Lek, makan," gumam Revan.

     Tiba-tiba pupil matanya membesar, "Cake-nya dimakan Kinan! Oh My God! What the!" Revan mulai mengumpat, "mampus salah sasaran gue," Revan membenturkan pelan kepalanya.

     Revan memperhatikan dengan keringat dingin ketika Kinan menikmati cakenya. Hatinya merasa bersalah tapi tidak mungkin pula ia tiba-tiba menghentikan Kinan untuk memakannya. Serba salah dan mati langkah.

     Sial! Mampus gue! maki revan dalam hati. Cake yang dibumbui Revan dengan resep rahasia telah ludes dimakan Kinan. Ia hanya bisa memperhatikan dari jauh. Berharap kalau obat itu tidak mempan sedang hati kecilnya terus merasa bersalah.

One More StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang