'1

1.2K 68 10
                                    

Mataku menyapu setiap barisan kata yang dikirimkan teman antah-berantah yang baru kutemui beberapa hari yang lalu. Kalian tahu aku lagi apa? Aku sedang berchating ria dengan seseorang yang baru kutemui tiga hari yang lalu di sebuah random chat. Awalnya, aku memang tak tertarik dengan dia. Namanya Rafashadana Asegaf. Kemarin, mungkin aku belum tertarik sama sekali untuk men-stalk Rafa lebih jauh. Namun, dia berbeda. Sikap apatisku berubah 180 derajat. See, sekarang aku telah berubah menjadi stalker handal dan begitu peka dengan segala hal yang berbau Rafashadana Asegaf. Aku bodoh, aku membuang waktuku secara sia-sia, dan aku mengharapkan sesuatu yang benar-benar tak akan terjadi.  Apa yang aku harapkan dari chattingku bersamanya? Bukan, bukan hanya bersamanya tetapi bersama semua teman chattingku Menjadi teman dunia maya? Berharap mereka mau menerima segala keluh kesahku? Aku tak tahu. Aku hanya menjalaninya. Mengalir seperti air.

***

Kusesap white coffee less sugar favoritku yang sudah tak hangat lagi. Kepalaku terasa begitu sakit. Kuletakkan ponselku dan mencoba mengalihkan pikiranku kembali ke dunia nyata. Rafa Rafa, entah mengapa laki-laki ini mampu membuatku mengalihkan pikiranku dalam sekejap. Membuat jantunggku mampu berolahraga ria hanya karena menerima chatnya. Dan kali ini aku harus menerima kenyataan jika ia telah memiliki pacar. Rafashadana has taken with Andiana Clara. Ini bodoh dan mengelikan. Hatiku terasa begitu sesak melihat foto-fotonya bersama Diana di instagram. Tapi memang itulah nyatanya. Dan aku mengakuinya. I'm jelous. Oke, katakanlah aku bodoh. Aku menyukai seseorang yang akupun belum pernah melihatnya secara langsung. Aku hanya melihat foto-fotonya yang di share di instagram. Menduga-duga seperti apa sifatnya melalui mention dan tweet yang ia post di twitter.

Selama ini, kami saling bertukar pikiran. Bisa dibilang kami simbiosis mutualisme. Rafa akan dengan senang hati meluangkan waktunya di malam minggu untung ber-chating ria denganku. Aku jomblo, kalian tau kan bagaimana nasib jombloerss di Malam Minggu? ya, seperti itu lah. Mengenaskan. Dan aku pun akan dengan senang hati meninggalkan buku fisikaku sejenak dan mendengarkan curhatannya dan memberikan saran untuk masalahnya. Entahlah, apapun dihidupnya terdengar seperti sinetron. Kabar terakhir yang aku terima dari Rafa adalah, dia sedang melancarkan aksi kaburnya. Ia kabur ke Bandung. Ia benar-benar diusir dari rumah karena dia sering tidak pulang. Anaknya moody, sangat malah. Ia memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya dengan caranya sendiri.

"Jangan lari dari masalah. Cuma cowok pengecut yang lari dari masalah."

"Gua gak lari dari masalah."

"Terus?"

"Ini cara gua nyelsain masalah gua."

"Apa lo pikir dengan cara kabur masalah lo bakalan selesai?"

"Kalo gua di rumah, masalah bakalan tambah runyam. Gua perlu ketenangan."

"Lo terlalu egois kalo lo bertindak kayak gitu. Lo gak mikirin perasaan nyokap lo? Dia pasti khawatir banget karena anak bungsunya kabur." Ya, Rafa anak bungsu dari empat bersaudara. Semuanya laki-laki, jadi dialah yang paling dimanja. Kelakuan Rafa benar-benar gak singkron dengan umurnya. Lihat saja, dia kelas 12 sementara aku masih kelas 11. Tapi, pikiran Rafa benar-benar pendek. 

"Nyokap tau kalo gua gak bakalan ngelakuin hal yang aneh-aneh."

"Terserah deh." Ku kirimkan pesan itu. Aku sudah jenuh menyuruhnya untuk pulang. Dia sama sekali tidak menanggapi, hanya menganggapnya ocehan yang tak penting.

"Hari senin gua bakalan pulang kok."

"Terserah."

"Ngambek?" Tak ku balas. Aku hanya men-read pesannya. Selama ini kami berchatting melalui aplikasi kik. Rafashadana adalah orang yang tak gak suka di kepo-in. Tapi dia selalu ngepoin aku.

***

"Chee......se......Chee.......se...." Oh Tuhan, apa yang sedang dilakukan teman-temanku ini? Pertahananku bisa bobrok kalau begini caranya.

"Berenti ngegoda gua. Gua gak akan mau bantuin kalian. Kalian harus udaha sendiri dong. Bentar lagi udah mau semesteran. Kalo kalian bergantung sama gua terus, kapan mau pinternya?" Jadi, ceritanya adalah, mereka sedang menggodaku dengan lima bungkus oreo di setiap genggaman teman satu kelasku. Kelasku berisi dua puluh lima orang, jika aku meng-iyakan untuk memberikan mereka contekan di ulanagn fisika siang ini, maka aku akan mendapatkan tujuh puluh lima bungkus oreo. Ah, sungguh godaan yang berat.

"Teman-teman, sepertinya penawaran yang kita kasih belum mampu meluluhkan hati si Feeseka ini." Fahda, ketua kelas di kelasku megompori teman-temanku yang lain. Pasti mereka memanggilku seperi itu. Feeseka. Seenaknya mereka mengganti huruf C dengan F. Entah kebetulan apa memang sudah di rencanakan Tuhan, namaku nyaris saja FISIKA. Dari CISIKA menjadi FISIKA. Dan entah kenapa teman-temanku yang pintar-pintar otaknya selalu mendadak nge-freeze saat sudah berhubungan dengan mata pelajaran itu, fisika. Tapi, untungnya aku tidak. Teman-temanku mengeluarkan lima bungkus oreo sehingga sekarang masing-masing mereka memegang sepuluh bungkus. Astaga, ini penawaran yang sulit. 250 bungkus? 1 bungkus berisi tiga biskuit oreo. Itu artinya, jika aku terima maka aku akan makan 750 biskuit oreo.

"Bagaimana Miss Feeseka? bukankah ini penawaran yang berat?" Rizki Destiana, panggil dia Kides. Teman sebangku paling sialan yang pernah aku miliki. Ia begitu tahu kelemahanku dan selalu memanfaatkannya.

"Oke. Ini yang terakhir kalinya kalian nyontek Fisika ke gua. Kalian ini gak sayang apa buang-buang uang sepuluh ribu untuk beli oreo sebanyak ini?" Aku mengumpulkan oreo-oreo dari masing-masing temanku dan memasukkannya ke dalam laci mejaku.

"Its oke. Demi nilai seratus, itu bukan masalah." Jawab Andini. Salah seorang teman kelasku. Terserahlah.

***

"Apa ma?! Pindah?" Aku nyaris memuntahkan air yang tengah berusaha mengalir ke tenggorokkanku.

"Iya sayang. Kita pindah, ke Cirebon. Mumpung pergantian semester. Papa tugasnya pindah ke sana. Mama rasa sebaiknya kita ikutan pindah aja. Jadi biar nanti waktu kamu kuliah kemungkinannya besar untuk bisa tembus PTN di pulau Jawa. Mama udah telfon SMA 2 di sana dan katanya mereka asih punya kuota untuk beberapa orang. Tapi nanti kamu tes dulu ya. Itu SMA paling bagus sayang." Cirebon? SMA 2? Itu kan SMAnya Rafa. Ya ampun.

"SMA 2, ma?" 

"Iya Ka. SMA itu sma favorit dan letaknya juga di kotanya Cirebon. Kenapa memangnya?"

"Gak apa-apa." Fix. Aku bingung. Apa iya aku benar-benar bisa ketemu Rafa? Apa iya aku akan satu sekolah dengan Rafa? Ini kebetulan, mimpi atau kenyataan? Ini picisan. Benar-benar sinetron. Tapi memang itulah yang baru kudengar dari mulut mama. Kami sekeluarga akan pindah ke Cirebon. Bagaimana ini? Adakah diantara kalian yang memiliki saran? Haruskah aku mengatakan ini pada Rafa? Bantu aku, aku mohon.

CheesekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang