1

99 11 7
                                    

Srek...

Gorden kamar terbuka dan mengijinkan seluruh sinar mentari masuk. mata ku pun mulai merasakan silaunya cahaya mentari yang masuk. Perlahan dan perlahan hingga akhirnya mataku terbuka sempurna.

Kulihat sosok seorang wanita paruh baya di sekitarku. Dia yang sebelumnya membuka gordenku kini  mendekatiku yang masih terbaring berbalut selimut.

“bangunlah nak,”  suara nya membuka awal perbincangan kami di pagi hari. “apa kau tidak berangkat kerja hari ini?” lanjutnya mengusap dahiku dengan lembut.

Aku mengerang melemaskan seluruh tubuhku yang terasa kaku, “bu, memang sekarang jam berapa?” ku bukakan suaraku yang terdengar sangat serak dan bertanya pada wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibuku.

“sekarang jam 06:00 pagi nak,”
“oh,” jawabku singkat.
“ya, sudah ibu siapkan sarapan dulu ya” balasnya dengan lembut.
“iya bu?” jawabku dengan singkat kembali.

Pagi akan tetap seperti ini, dan bayangan itu terus menghantuiku, menghilangkan semua semangat dan senyumku. Kenapa? Kenapa aku begitu menyedihkan? Batinku ku.

Ku pejamkan mataku berusaha menetralisir segala pikiranku. Kemudian bergegas menyeret kakiku yang terkulai ini untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku.

“kaka lagi apa” tanya gadis manis di hadapanku , ya ia adalah adikku. Mentari Maharani. Kami berbeda 10 tahun, walau begitu kami terlihat seperti anak kembar identik. Muka kami sangat mirip, dan ku ketahui itu semua sejak aku SMA banyak yang bilang sperti itu.

“sarapan, apa lagi?” balik ku bertanya. Aku sungguh tak mengerti tujuan dari pertanyaan adikku itu.

“ya,,, nggak sih kak. Biasanya kan kaka gak pernah sarapan dirumah, selalu saja ada alasan jika ibu atau aku ajak kaka sarapan bersama” jelasnya, kini kumulai mengerti.

“alasan?”

“mm” balasnya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari makanan yang baru saja ibu letakkan di hadapannya. Setelah itu baru makananku.

“itu bukan alasan, tapi memang itulah yang sebenarnya” jawabku. Kini ku bisa mendengar suaraku sedikit menggi.

“sudahlah, makan saja...” ibuku kini mulai menengahi kami. Mungkin ibu takut jika aku dan Tari akan beradu omong saat ini. “dan kamu Tari seharusnya kamu senang kita bisa sarapan bersama” lanjutnya.

“iya ibu,” jawabnya “aku seneng kok, kaka bisa sarapan bareng kita. Sering-sering ya kak” lanjutnya tersenyum simpul yang imut bagi seorang gadis kecil sepertinya, dan kuketahui  itu tulus.

“iya kaka usahain” balasku tersenyum singkat.

“gitu dong,,, akur. Masih pagi masa sudah mau ribut aja” ucap ibu. Dan kami semua tertawa setelah perkataan ibu lalu melanjutkan makan.

.
.
.

“aku berangkat bu” ucap ku pamit pada ibuku.

“Tari juga bu” lanjut tari.

Kami mencium tangan ibu kami bergantian.
Sekolah adikku dan tempat kerjaku searah maka dari itu kami menaiki bus bersama, namun turunnya sudah pasti berbeda Tari turun lebih cepat dariku.

“Tari” panggilku. Kini kami duduk bersebelahan dengan adikku yang leih dekan dengan jendela.

“iya kak”

“tugas sekolahmu apa hari ini?”

“mmm,” pikirnya sejenak “aku tak punya tugas apapun hari ini. Kenapa kak?”

“oh, ya sudah. Hanya bertanya” jawabku yang kupikir itu cukup singkat

“ishhhh, kaka. Ku pikir kalau ada tugas kaka mau membantuku” gerutunya yang tak puas akan jawabanku

“iya, nanti kalau kaka ada waktu kaka bantu kamu” balasku menenangkannya.

Tidak mungkin bukan jika aku dan adikku beradu omong disini?.

“oke, aku pegang kata-kata kaka.” Ucap tersenyum. Senyum ibu dan dialah yang menguatkanku selama ini.

“kak. Aku duluan ya, kaka hati-hati” katanya sambil menggeser tubuhku dan memberi jalannya untuk keluar

“oh oke, belajar dengan baik ya. Kamu harus jadi paralel satu”

“oke kaka” jawabnya tersenyum cerah seperti namanya. Mentari.

Setelah beberapa menit aku pun sampai di kantorku. Ya, disinilah aku PT. AKSARA JIWA.

Aku bekerja sebagai penulis lebih tepatnya jounalistik. Terkadang aku suka di tugaskan ke berbagai daerah yang ada di Indonesia dan juga beberapa negara Asia dan Eropa.

Menyenangkan bukan, menyelam sambil minum air. Kita bekerja dimana pekerjaan itu adalah hobi kita dan kita juga bisa mengunjungi tempat-tempat yang indah dengan gratis.

Dulu aku punya mimpi dalam setiap perjalanku, namun mimpi itu sirna ketika ku telah menjemputnya.
Bukan sirna sebagai kenangan indah namun justru sebaliknya yang membuat aku benci akan mimpi itu dan berharap aku tak pernah memimpikannya. Dan itu semua mengubahku yang dulu menjadi yang sekarang...

-------------------------------
Hai.....👋👋👋
Ini ceritaku yang ke dua..😄😄😄

Jangan lupa vote n komen ya. Sory banyak typo bertebaran😅😅😅..
Kalau punya usul buat cerita ini komen aja. InsyaAllah akan saya edit langsung😉😉😉😉✌✌✌ ok.. thanks and most love for you all😉😉😉😉

my dream LOST in SEOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang