"Tetsuya, apa kau marah?" Akashi berjalan mengikuti Kuroko yang masih asyik dengan dirinya sendiri dan pekerjaannya.
Meski Tetsuya masih setia mengacuhkannya, namun Akashi tak menyerah. Ia masih terus mengekori Tetsuya kemanapun. Bahkan ketika Tetsuya hendak meletakkan pakaian kotor kemesin cuci.
"Akashi-sama, bisakah anda berhenti mengikuti saya? Saya sedang bekerja..." Tetsuya lelah karena Akashi masih senang mengekorinya.
Akashi terdiam, lalu tersenyum lembut kearah lelaki berparas cantik dan lembut di depannya. "Akhirnya kau bicara padaku, Tetsuya. Dengar, aku sudah menolak perjodohan ini. Dan aku benar-benar tidak tahu kalau wanita itu kemari..." Tangan Akashi meraih tangan mungil Tetsuya, menggenggamnya erat.
"Saya tidak marah, Tuan. Dan saya tidak masalah dengan itu. Tuan bisa lanjutkan pertunangan Tuan." Tetsuya masih dengan tenangnya berkata. Dengan sekuat hati menahan rasa perihnya. Dan bukan Akashi bila tidak peka dengan apa yang di rasakan Tetsuya.
"Sekarang, bisakah anda mengerjakan pekerjaan anda saja? Banyak yang harus saya persiapkan disini." Tetsuya, dengan bawaan ditangannya pergi meninggalkan seijuuro.
Seijuuro tersenyum simpul. "Masih mencoba membohongi hatimu, hm? Tetsuya?" gumam kecil terdengar lirih.
Sesampainya Tetsuya diluar. Kakinya yang sekuat tenaga ia coba tumpu akhirnya tak mampu lagi menahan berat tubuhnya, tetsuya terjatuh. Hatinya sakit, Seijuuro yang ia cintai kini telah bertunangan. Dan tunangannya adalah wanita yang sepadan dengannya. Bukanlah lelaki yang bahkan tak pantas untuk do sanding dengannya.
***
Tetsuya kembali asik dengan pekerjaannya, membersihkan berbagai aksesori di rumah megah itu. Namun, saat ia sedang tenang membersihkan, perasaan itu tak enak datang. Hatinya seperti tertusuk paku. Matanya tertuju kepada bayangan berambut pink dan merah yang tampaknya sedang menikmati pemandangan sore hari dari sebuah taman.
Lagi, dadanya sesak, jantungnya terasa sakit. Bersaan dengan itu, waktu dimana seorang Omega menjadi liar didalam diri Tetsuya mulai memaksa ingin keluar.
"Astaga, suppressanku. Akh-"
Bau manis tubuh tetsuya mulai menguar di lorong rumah itu, dan para alpha segera mencari sosok dari pemilik bau manis. Tertangkap, Tetsuya segera diburu layaknya seekor serigala betina.Kejar mengejar, Tetsuya masih berusaha lari. Ia harus bersembunyi. Hal yang paling ia benci adalah bau manisnya yang tak mampu di kendalikan.
Tubuh ringkih menabrak sesuatu, mata biru itu menatap keatas, salah satu alpha yang menatapnya penuh nafsu. Segera tangan mungil itu di tarik menjauh. Bersembunyi dari kerumunan.
Mulutnya tertutup, tubuhnya di peluk oleh sang Alpha. Panik, Tetsuya hanya mampu menangis dalam diam. Dia tak memiliki harapan untuk kabur.
Alpha itu menciumi leher tetsuya, tangannya yang lain meraba tubuh Tetsuya. Dalam tangisnya ia mendesah menahan gejolaknya.
"cepat telan ini, ini pill supress cepat..lah..." alpha melepas tangannya dan memberikan pil supress kepada Tetsuya. Tercengang, namun semenit kemudian ia dengan cepat menelan supress.
"Terima kasih, Aomine-kun. Maaf...maafkan aku..." kepala tetsuya tertunduk. Tangisnya semakin menjadi ketika ia menyadari sosok tersebut adalah Aomine. Dan yang membuatnya lebih merasa bersalah, adalah Aomine yang rela menahan gejolak nafsunya (meski sudah menciumi tetsuya dengan lancang).
"kenapa...kau minta maaf...Tetsu..." merasa Aomine sudah mendapatkan kesadatannya yang lebih normal, ia kembali menatap Tetsuya.
Tetsuya yang tertunduk serta tubuhnya yang gemetar, dipeluk oleh Aomine.
"Aku disini Tetsu... Tidak perlu cemas... Aku disini..." tangan itu begitu lembut, membelai setiap helaian rambut Tetsuya.***
"Dari mana kau, Tetsuya? Aku menunggumu sejak tadi..." Seijuuro mengontrol diri agar tidak meledakkan amarahnya pada Tetsuya.
Tapi sayangnya, lelaki baby blue itu enggan diajak berbicara. Mulutnya enggan memberikan jawaban memilukan lagi. Mencoba melupakan apa yang terjadi padanya.
"Tetsuya, jawab aku ketika aku berbicara padamu!" suara Akashi meninggi, namun yang di ajak bicara tetap tidak merespon dan tetap mempersiapkan kamar untuk Akashi tidur. Mendapat respon yabg tetaplah nihil, Akashi menarik tangan Tetsuya hingga mau tidak mau, Tetsuya membalikkan badan dan berdapan dengan sang crimson.
"Aku berbicara padamua, Tetsuya! Tidakkah kau mendengarku?" Tangan Akashi dengan kuat mencengkram lengan Tetsuya. Membuat Tetsuya mengaduh sakit, namun cengkraman tersebut tidak mengendur barang sedikitpun.
Mendorong tangan kekar itu, tubuh mungil berjalan mundur.
"jangan mendekat, Akashi-sama. Aku mohon, jangan mendekat...." Ucapan pilu menusuk hati. Akashi tahu betul ada yang tidak beres dengan sang baby blue, tidak seperti biasanya.
Maka Akashi memutuskan untuk diam. Namun otaknya berjalan dengan tidak semestinya. Mencari tahu apa yang terjadi pada tetsuya. Apa yang memicu bau manis itu. Apa yang membuat Kuroko menjauhinya.
"Baiklah jika kau tak ingin ku dekati, sekarang juga keluar dari kamarku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!" Usir Akashi.
Sakit? Sangat.
Kuroko mundur, berjalan kepintu keluar tanpa mengatakan apapun. Saat itu, Kuroko yakin hidupnya sudah berakhir.
Apa gunanya, ia masih berada disini, jika Akashi yang ia cintai tidak lagi ingin melihat wajahnya lagi? Tidak ada. Tidak ada gunanya.
Dan begitu Kuroko keluar dari kamar yang menyesakkan itu, Ia segera kembali ke kamar miliknya. Menangis sejadi-jadinya. Mengunci pintunya tanpa menjelaskan apapun pada Aomine yang sempat ia lewati.
***
"Kau lihat bagaimana ia pergi meninggalkan kamar Akashi-kun? Menarik sekali.." lawan bicara tidak mendengarkan dan malah fokus pada pintu kamar yang ia katahui adalah kamar Kuroko.
"Dai-chan... Kau mengabaikanku..." rengek manja wanita bersurai pink itu. Ia kesa, ketika mendapati sahabatnya sejak kecil, Aomine Daiki turut mengacuhkannya dan malah memperhatikan kamar -pembawa sial- Kuroko Tetsuya.
Pada akhirnya, wanita surai Pink itupun meninggalkan sahabatnya -Aomine Daiki- itu dan pergi ke Taman.
"Cih, sial... Lagi-lagi Tetsu-kun mengambil perhatian orang-orang yang dekat denganku," Momoi mengambil tempat, duduk di tempat yang sepi. Berfikir.
Tapi, tak lama, tampak sosok emperor mendekati taman. Dan mata Momoi sontak menatap Akashi penuh keterkaguman.
"Ah~ lebih baik aku menemui calon suamiku~" maka Ia bangun dan menghampiri Akashi, bergelayut manja.
"A~ka~shi~kun~" Panggil manja si surai pink. Menoleh, Akashi tak memberi reaksi apapun selain menoleh.
"Maaf, Momoi. Aku sibuk. Ada yabg harus aku telusuri. Jadi maaf aku tidak bisa menemanimu..."
Tangan kuat itu melepas lembut tangan yang mengalung manja padanya. Lalu pergi begitu saja meninggalkan perepuan pink itu.Lagi, Momoi mendecih kesal. Tak terima di perlakukan seperti itu oleh suami -calon suami-nya.
"Cih! Lagi-lagi kau mengacuhkanku, Akashi-kun. Apa Tetsu-kun benar-benar berarti buatmu? Sampai kau mengacuhkan aku?" Momoi berbicara sendiri.
Kembali ketempat dimana ia duduk tadi, ia kembali berkutat dengan fikirannya.
"baiklah, apa yang harus ku perbuat padamu, Tetsu-kun?" jarinya menyentuh pelipisnya, mengelus pelipisnya dengan lembut.
"Apa aku harus membunuhmu dulu, baru aku bisa memiliki Akashi-kun, Tetsu-kun? Karena kau benar-benar menggangguku!" cicit licik sang pinky.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Omega Butler
General FictionALpha!AkashiXOmega!Kuroko. WARN OOC, BOYXBOY, MALEPREGNANCY, TYPO dan sesuai judul, kemungkinan saya menaruh adegan R18+, 80% meski gagal R18nya nanti karna aku canggung membuat adegan hawt. (ini jujur haha) BTW, jangan memaksa meminta kelanjutan ya...