Chapter 2

1.2K 222 57
                                    

Ritual pagi hari Lea itu kurang lebih sama seperti gadis lain.

Bangun, duduk sebentar di kasur untuk mengumpulkan kewarasan yang masih menyebar, kemudian memeriksa ponselnya.

Well, who don't check their phone when they woke up nowadays? No one. Terutama untuk anak muda.

Gaya bicara Lea justru kelihatan seperti orang tua sekarang.

Tapi, itu memang benar. That's the fact that people should admit.

Sekarang sudah zamannya say hi di social media lebih didahulukan ketimbang keluar kamar untuk mengucapkan "selamat pagi" bagi orang rumah.

Bahkan ada yang rela berdiam di kamar hanya karena keasikan chatting with those virtual people beside going out and have some conversation with real people.

Lea sadar akan hal itu. Tapi berhubung tidak ada orang di rumah yang bisa disapa, yang bisa Lea lakukan hanya menyapa orang-orang terdekatnya lewat ponselnya. And Jimin was one of that "orang terdekat".

Masih dengan posisi yang berbaring di kasur, Lea menjulurkan tangannya untuk mengambil ponsel di atas meja yang tak jauh dari tempat tidurnya. Sambil berdoa, Lea tersenyum memandangi ponselnya, berharap apa yang dia inginkan muncul di sana.

Tapi sayangnya, hari ini keinginannya tidak terkabul.

Tidak ada pesan dari Jimin. Kosong. Pesan yang dia kirim via Line pun belum dibaca oleh kekasihnya itu.

He must be sleeping right now, begitu pikir Lea. Pada akhirnya Lea hanya bisa tersenyum, menjatuhkan ponselnya ke kasur sebelum dia beranjak dan pindah ke kamar mandi.

Ya, there's nothing she can do. Korea dan London memang punya perbedaan waktu yang cukup jauh. Dan sebagai pasangan yang mengerti akan pasangannya, Lea tidak akan memaksa Jimin untuk terus menghubunginya.

As long as she know that her man is fine out there, she will be fine. She know she will and she will try to be fine.

Lea baru saja mau melangkahkan kakinya untuk masuk ke kamar mandi dengan handuk di pundak kanannya, tapi ponselnya yang bergetar membuat kakinya langsung berlari kembali ke tempat tidur.

"Jim... Oh, shit." Sebuah umpatan spontan keluar dari mulut Lea begitu harapannya lagi-lagi pupus.

Yah, mungkin ini juga salahnya karena menjadi tipikal wanita yang suka berharap. Padahal, berharap di sisi lain berarti siap untuk kecewa.

Sambil mendesah gusar, Lea mengangkat telepon yang masuk.

"Namjoon?"

"Hey, Le. Sorry for waking you up."

"Untungnya gue udah bangun duluan sih."

"Good then."

Lea hanya bergumam. Pikirannya mulai mencoba menebak apa yang akan dikatakan producer Devil D yang satu ini.

"So, what makes you call me this early?" tanya Lea langsung.

Kim Namjoon, lawan bicaranya di ujung sana terdengar tertawa kecil untuk beberapa saat. Lea just went straight to the point.

"Mereka butuh apa sekarang?" tambah Lea lagi.

Well, she already guess this one. Pasti ini berhubungan dengan keperluan band yang sudah enam bulan belakangan ini mengganggu tidurnya.

Jimin wasn't there right now, so why I should give a fuck?

Seketika bagian dari diri Lea yang lain menertawai diri sendiri.

DEVIL IN THE SHIRTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang