PAIN : Part - 03

115 16 11
                                    

Akibat keasyikan berada ditoko buku losey terpaksa pulang dengan perasaan takut luar biasa, bukan tanpa alasan dia begini. Begitu sudah sampai didepan rumahnya, gadis itu menekan bel berapa kali sampai asisten rumahnya membukakannya.

" non darimana aja? Bibi khawatir nyariin non, nyonya juga dari tadi marah-marah karena non belum bikin sarapan untuk mereka " ucap bik asih khawatir.

Losey tersenyum tipis melihat raut wajah khawatirnya bik asih, sebenarnya dia lebih menginginkan keluarganya yang khawatir sangat dia tidak ada dirumah dengan jangka waktu lama, tapi sepertinya itu hanya harapan hadis itu yang berlalu seperti angin.

" losey dari toko buku bik, bibik ngak usah khawatir, losey baik-baik aja kok " ucap losey menyakinkan dengan senyum lebar yang memperlihatkan gigi putihnya yang berbaris rapi.

" tapi wajah non pucat--- " ucap bik asih terpotong.

" udah bibik nggak usah khawatir, losey cuma kecapean aja kok " jelas losey sambil menahan kepalanya yang tiba-tiba sangat sakit, " kalau gitu losey keatas dulu ya bik " lanjutnya kemudian berlalu dari pandangan bik asih yang menatapnya nanar.

Bik asih tersenyum melihat gadis remaja itu yang masih mau bangkit untuk tetap tegar padahal dirinya selalu tidak dianggap.

Losey menunduk begitu melihat keluarganya berkumpul di ruang tengah, mereka sangat bahagia tanpa mengetahui dirinya yang harus menahan beban yang berat.

" dari mana kamu "

Suara bariton yang begitu dingin membuatnya terpaksa menghentikan langkahnya yang ingin menuju kamar. Dengan gugup dia mendekat kearah keluarganya yang menatapnya dingin semua tanpa ada kehangatan dimata itu dan juga tanpa adanya senyum manis dibibir mereka yang segaris, datar.

" dari mana kamu " tanya ulang suara dingin papanya -Aldi-

Losey semakin memundukkan kepanya dengan kedua tangan mengenggam rok sekolahnya dengan kuat, " dari toko buku pa " jawabnya pelan dan sedikit gemetar.

" dari toko buku apa dari nongkrong sama temen-temen lo yang nggak bener itu " celetuk Leya sinis -kembaran losey-

Losey diam tidak menjawab, bukan karena perkataan leya benar, melainkan karena pasti tidak ada yang mempercayainya tanpa adanya bukti apalagi dia tidak membeli buku dari sana karena uang jajannya kurang dan juga leya pasti mempunyai banyak cara untuk membuat semua orang membencinya, entah apa alasan itu losey pun tidak tahu.

" benar losey " tanya Maya dingin
-mamanya- begitu melihat anak perempuannya diam saja dan tidak mengelak.

Losey tetap masih ditempatnya diam membisu.

" dia diem berarti bener omongan leya ma " ucap Rio
-kakaknya-

Melihat losey yang masih diam tidak mengelak membuat maya mengambil kesimpulan bahwa yang dikatan leya tadi benar membuatnya tambah tidak suka menatap losey, lalu wanita paru bayah itu berdiri dari sofa dan menampar losey yang masih diam.

Plak!

Losey terkejut? Tentu saja, walaupun tamparan itu bukan pertama kalinya tetap saja itu membuatnya shok dan menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca.

" kamu itu dasar anak ngak tau diri banget ya, udah disekolahin bener-bener malah nongkrong nggak jelas dan menghamburkan uang " bentak Maya murka.

Tanpa dapat ditahan air matanya meluncur semakin deras dengan memegang pipinya yang memerah sambil menunduk menatap sepatu sekolahnya yang sudah jelek. Bukannya khawatir, kelurganya malah menonton saja dengan diam dan tatapan dingin yang dilontarkan mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang