Wajah Daiki tampak sumringah saat ini. Ia berjalan berdampingan dengan seorang lelaki yang tampak lebih tua darinya itu tengah asyik berbincang melewati beberapa emperan toko yang berderetan. Ketika sedang memperhatikan jalan, Daiki melihat seseorang yang tampak tak asing. Ia pun memutuskan untuk mendekat dan memberi salam.
"Selamat siang, Nakajima-san", sapanya. Pria yang disapa olehnya itu ternyata adalah Yuto yang juga tampak sedang berbelanja. Ia pun menoleh ke arahnya dan langsung mengenali siapa yang menyapanya itu.
"Arioka-san dan..?", ia melirik ke arah pria yang berdiri di sebelah pria itu.
"Ah saya Takaki Yuya, tetangganya", jawab pemuda itu mengarahkan jempolnya untuk menunjuk ke arah Daiki yang sedang tersenyum lebar saat ini.
"Apakah kau sedang berbelanja?", tanya Daiki disambut anggukan Yuto setelahnya.
"Kami juga ke sini untuk berbelanja. Kalau begitu kami pergi dulu. Selamat bersenang-senang ya pak", ucap Daiki menunduk kemudian mulai beranjak pergi bersama temannya.
"Ah tunggu sebentar", Yuto tiba-tiba mencegahnya dan berhasil membuat Daiki berpaling.
"Ya?"
"Kudengar divisi kalian mengadakan pesta?", tanya Yuto.
Daiki menganggukkan kepalanya.
"Betul. Acaranya sih udah dari kemarin-kemarin pak."
"Pasti menyenangkan."
Daiki mengangguk lagi seraya tersenyum lebar.
"Sayangnya ada beberapa karyawan yang tidak ikutan termasuk Keito. Jadi pestanya agak membosankan sih bagiku. Karena kehadiran sahabat kan segala urusan terasa mengasyikkan."
"Eh? Keito tidak bergabung?",Yuto terkejut. Ia mengingat bahwa waktu itu Keito pernah berkata bahwa ia akan ikut serta ke pesta.
Daiki mengangguk sekaligus penasaran. Mengapa bosnya ini tiba-tiba menyinggung soal Keito? Padahal selama di kantor ia tak pernah melihat mereka berdua saling dekat untuk membicarakan hal-hal pribadi selain tentang pekerjaan.
"Anu, apakah bapak kenal dekat dengan Keito?"
Mendengar pertanyaan tersebut membuat Yuto sadar bahwa ini merupakan pembicaraan yang terlalu jauh. Sudah merupakan perjanjian bahwa pernikahannya dengan Keito merupakan hal yang sangat rahasia san haram apabila disebarkan.
Yuto pun pamit kepada keduanya dan mulai berjalan kembali ke arah pulang.
*****
Keito mendesah berat dan segera mendudukkan pantatnya di atas sofa. Ia baru saja kembali dari toilet untuk menuntaskan panggilan alam. Kedua matanya menatap tajam ke arah tumpukan berkas-berkas pekerjaan yang lebih dulu terbengkalai di sana.
Ia tahu bahwa pekerjaan itu harus diselesaikan secepat mungkin tapi rasa malas lebih dahulu menyerang dirinya. Ia pun kembali mendesah.
Andai saja ada Yuto di sini pasti ia bisa mengerjakan laporannya lebih cepat.
Benar. Meskipun Yuto sangat dingin terhadapnya, namun urusan pekerjaan mampu mencairkan dinding pemisah antara keduanya.
Ah, Keito merasa kangen sekarang. Sudah berapa lama ya Yuto meninggalkan rumah ini? Ia tak tega melihat kalender dan menandai setiap tanggal kepergian Yuto. Ia hanya ingin tegar dan menerima saja semua keadaan ini. Lagipula Keito sendiri kan yang memulai? Andai saja ia tak menantang Yuri waktu itu pasti Yuto masih berada di sini. Memang tidak akan duduk di sofa bersamanya seperti ini namun setidaknya Yuto masih tinggal satu atap dengannya.
Tiba-tiba kedua telinganya mendengar sesuatu. Entahlah. Ia tak yakin. Seperti suara gemeresak yang lemah berasal dari luar sana. Awalnya ia tak mengindahkan karena dia pikir paling itu kucing tetangga yang mampir ke runahnya lalu mencakar-cakar pintu depan saja.
Tadinya.
Ia tak tahu bahwa seekor kucing akan bisa seliar itu mencakar pintunya.
Siapa ya? Yuto? Masa' sih Yuto pulang?
Akhirnya Keito memberanikan diri untuk mengintip siapa atau apa yang berada di balik pintu melalui lubang intip dari balik pintu dan apa yang ia dapat sungguh mengejutkan dirinya.
Ia pun segera mengambil langkah seribu tanpa menimbulkan suara ke arah kamarnya, merogoh gagang telepon dan menghubungi seseorang.
*****
Gadis cantik itu dengan senyum sumringahnya segera menaruh segala porsi masakan yang baru saja ia buat ke atas meja makan. Di sana sudah ada Yuto yang duduk manis sambil menantikan masakan yang dibuat spesial oleh kekasihnya itu.
Ketika Yuri telah duduk di atas kursi, mereka saling memandang sebentar dengan penuh kasih.
"Kau pasti lelah kan setelah seharian bekerja? Sekarang makanlah dulu, mandi, lalu pergi tidur", gadis itu mengangkat bicara lebih dulu sambil tersenyum.
Ketika Yuto hendak meraih sendoknya, tiba-tiba ponselnya berdering dengan nyaring. Awalnya ia mengabaikannya dan ponsel itu sempat mati sebentar sebelum akhirnya berdering kembali. Merasa momentnya menyebalkan, ia memutuskan untuk mengangkat teleponnya.
"Yu.. Yuto..."
*****
Ia segera memarkirkan mobilnya di depan rumah dan memandangi pintu rumahnya yang tampak rusak. Ketika masuk ke dalam, suasana tampak kacau. Beberapa perabotan menghilang entah ke mana. Ia memanggil-manggil nama Keito namun tak ada yang menjawab.
Namun tak lama sebuah kunci terdengar terbuka dan Keito segera keluar dari dalam kamarnya.
"Kau.. kenapa tidak menelepon polisi? Lihat rumahku sekarang sangat berantakan", suara Yuto terdengar agak tinggi.
"Ah.. aku tidak kepikiran sampai situ. Aku.. cuma teringat untuk langsung meneleponmu", aku Keito.
"Lalu kau diam saja? Kau tidak melakukan perlawanan sama sekali?"
"Kan aku sudah mengatakannya padamu. Yang kupikirkan hanyalah menelepon dirimu. Aku tidak sempat memikirkan hal lain selain melindungi semua asetmu dan berkas pekerjaan kita yang penting. Buku pernikahan kita sudah kuamankan juga dan kusimpan di dalam lemari bawah bajuku dengan sempurna. Selain itu aku tidak memikirkan yang lain lagi. Maafkan aku.. kumohon maafkan aku..."
Kata-kata itu entah mengapa seperti terdengar bergetar. Yuto menyesal menanyakan hal-hal yang tak seharusnya dipertanyakan. Bukankah sebaiknya menanyakan kabar isterinya lebih dahulu?
Ia ingin tetapi rasanya malu.
Gengsi.Ia hanya mencoba menggaruk tengkuknya sambil membuang pandangannya ke arah lain. Menghindar dari tatapan berkaca-kaca pria yang duduk bersimpuh di depannya. Ekor matanya secara tak sengaja menatap luka kecil sengan darah yang mengalir di lutut pria itu dan ada beberapa lebam di lengannya.
Apa benar Keito membiarkan para maling itu dan bersembunyi saja di kamar ini?
Yuto beringsut keluar dan mengambil kotak P3K lalu memberikannya pada Keito. Pemuda itu memandanginya penuh tanda tanya.
"Bersihkan dulu lukamu dan pakai obat merah. Aku akan menghubungi polisi untuk menyuruh mereka datang kemari", kata Yuto.
Ia melihat pemuda itu hanya tersenyum manis saat memandangi kotak P3K yang baru saja diberikan olehnya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Married, right?
FanfictionOkamoto Keito dan Nakajima Yuto telah menikah namun rumah tangga mereka tidak pernah harmonis. apa yang terjadi? *** well, aku pernah menulisnya dalam akun LiveJournal milikku dan aku mengopasnya kesini dengan harapan agar aku bisa melanjutk...