"Lun, tolong kasih ini ke bagian sekretariat lalu buatkan surat masuknya," ujar pria paruh baya, Pak Ruslan
Luna mengangguk, mengambil alih selembar surat dari kepala sesi bagian transmigrasi itu. Ia meninggalkan ruang kerjanya berjalan menuju meja sekretariat yang berada di dekat pintu utama kantor.
"Tolong buatkan surat masuknya ya, Nik," ucap Luna sembari menyerahkan selembar kertas yang dipeganginya
Niki mengambil kertas itu lalu berkata, "Siap. Lagi nggak banyak pekerjaan ya?"
"Iya." Luna menarik kursi yang ada disamping kemudian duduk.
"Disini banyak banget tahu. Sampe-sampe gue nggak bisa megang ponsel sebentar buat nanya kabar ke Rafael," kata Niki sembari menulis di buku tebal
Luna tersenyum kecut menanggapi ucapan rekan kerjanya ini. Setiap apa yang di lakukan wanita itu selalu saja mengabari pacarnya, Rafael. Sedangkan dirinya? Pacaran saja tidak pernah, bagaimana mau punya pacar? Sedari SMP dirinya sudah dilarang keras untuk berpacaran, orangtuanya takut akan dirinya terjerumus dengan pergaulan bebas yang sedang marak di zaman sekarang.
"Ya kan belum jam istirahat, Nik. Lagian juga mana boleh jam kantor mainin ponsel."
Niki menutup buku tebalnya itu lalu merapihkan alat tulisnya. Wanita itu menaruh surat masuk di bagian ujung mejanya.
"Pak Iman aja boleh mainin ponsel dari tadi." Niki menunjuk dagunya ke arah meja disebrangnya
Luna melirik sekilas. "Kan kita yang masih muda harus menghormati orang tua."
Niki menaikkan alisnya satu, ia selalu heran dengan apa yang dikatakan Luna. Dia yang hidup jauh dari kedua orangtuanya kini jarang sekali menghormati tingkah laku orang yang usianya lebih tua.
Luna bangkit dari duduknya, merapihkan kemejanya sebentar.
"Gue balik ke ruangan dulu ya, takut bapak manggil," ujarnya meninggalkan meja Niki.
Luna salah satu karyawan dibagian transmigrasi, walau statusnya hanya 'kontrak' tidak membuat semangat kerjanya putus begitu saja. Tujuan ia mengambil pekerjaan yang tak lain adalah membantu keuangan keluarganya yang berada di luar daerah.
Pak Mamat–rekan kerja Pak Ruslan dalam satu bidang menghampiri mejanya lalu mengambil tiga buku berukuran tebal yang berbeda warna itu.
"Saya mau keluar dulu ya, Lun."
"Kalau ada surat masuk isi di buku yang warna biru, surat keluar isi di buku warna hijau dan kalau surat bidang isi di buku berwarna hitam," katanya sembari menunjuk bukunya secara berurutan
Luna mengangguk. "Iya, Pak."
Pak Mamat tersenyum, mengambil tasnya yang berada di kursinya lalu berkata, "Saya pergi dulu. Kabari kalau ada yang mencari saya."
"Baik, Pak."
-O–O–O-
Seorang pria berjaket hitam dengan memakai tas berwarna kecoklatan itu baru saja memasuki ruangan.
"Selamat pagi, Pak Cakra," sapa mahasiswa perempuan berjilbab itu
"Pagi, Dira."
Cakra berjalan menuju mejanya yang berada di sudut ruangan, menaruh tasnya lalu membuka jaketnya. Ia merapihkan bajunya, kemudian berjalan menuju meja Dira.
"Pak Widi belum datang?" tanya Cakra
Dira mendongkak. "Belum, Pak. Yang lain juga belum."Cakra mengangguk mendekati komputer lalu menyalakannya. Ia mengutak-ngatik mousenya, mencari dokumen yang kemarin Dira kerjakan. Matanya menyamakan dokumen yang berada di komputer dengan di kertas tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lokasi Dinas
ChickLitLuna menerima tawaran dinas dari temannya, namun siapa sangka dalam satu kantor Cakra masuk ke dalam lingkungan Luna. Seluruh alam semesta pun tahu bahwa perbedaan diantara keduanya terasa melekat dan tidak bisa diubah. Lalu bagaimana jika Cakra me...