Sembilan

3.1K 280 32
                                    

Sosok misterius; orang yang selalu menanti untuk dipandang.

------------

Sudah beberapa kali Cakra menghubungi ponsel wanita itu. Dari hitungan ke-5 kalinya pun telepon juga tidak di angkat. Gelisah merangkak di relung hati Cakra, tidak biasanya Luna bersikap seperti ini. Mungkin terasa canggung, kali pertama mereka berkomunikasi lewat media elektronik.

"Cak!" panggil lelaki bersuara nyaring

Cakra mematikan sambungan telepon yang masih tersambung itu, kemudian memasukkannya ke dalam saku celana. "Ada apa?"

"Nggak usah se-formal gitu, elah."

Cakra menganggukkan kepalanya saja menanggapi teman sewaktu kuliahnya dulu.

"Kenapa lo disini?"

"Emangnya kenapa?"

"Gue nanya."

"Nyari udara seger aja, Vin."

Kevin, lelaki berdarah Australia itu tengah menatap Cakra dalam. Ia mengamati sahabatnya sewaktu masa OSPEK dulu.

"Gue tau, lo pasti lagi gelisah kan?" Kevin langsung to the point

Cakra menghela nafas kasar kemudian mengangguk.

"Gimana kalau besok kita ibadah bareng?" usul Kevin ketika dirinya baru mengingat bahwa esok adalah hari suci untuk beribadah.

"Boleh."

Kevin mengangguk. "Gue tunggu lo di gereja deket taman hotel ini."

Cakra meng-iyakan ajakkan rekannya itu. Lagi pula, ia memang harus melakukan ibadah di minggu ini. Ia ingin sekali berkeluh kesah kepada tuhan yesus, menyampaikan apa yang selama ini membuatnya begitu tertekan dan serba salah.

"Gue mau masuk, ikut nggak?"

Cakra langsung menyelonong masuk, tidak menjawab ajakkan temannya itu, yang sudah pasti akan masuk ke dalam balleroom hotel ini. Sedangkan Kevin membututi Cakra dari belakang.
"Come on bro!" seru lelaki yang sedang memegang segelas bir

Kevin langsung bergabung dengan mereka, bahkan ia pun ikut menikmati segelas bir yang sudah menyegarkan tenggorokkannya.

Cakra sudah menyelesaikan pertemuannya satu jam yang lalu. Bahkan saat ini, dirinya sedang reuni mengenang sewaktu kuliah dulu. Temannya; Kevin, Christan, dan Daniel begitu menikamati bir yang mereka minum bersama, Cakra dan Alif menatap aneh sekaligus bingung mendapati perilaku aneh dari temannya itu.

"Lo kenapa nggak ikut minum?" tanya Alif penasaran, ketika tahu bahwa Cakra tidak menyentuh barang aneh itu.

"Nggak baik buat orang kayak gue," balas Cakra

"Maksudnya?"

"Gue kerja di lingkungan orang bermartabat, nggak ada orang yang nyentuh minuman kayak gitu."

Alif mengernyitkan dahinya heran. "Emang pekerjaan lo apa?"

"Gue PNS."

Alif menganga lebar. "Wtf man!"

Cakra menaikkan satu alisnya. "Ada yang salah?"

"Lo kuliah dengan fakultas yang sangat berkualitas kerja kayak gitu?!"

Cakra tau, semua orang akan terkejut jika mengetahui latar belakang dari pekerjaannya atau pun sebaliknya. Apakah salah, Cakra ingin mencoba hal baru dalam berbagai bidang pekerjaan?

Cinta Lokasi DinasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang