Tujuh

3.6K 383 7
                                    

Kalau rindu jangan gengsi untuk tidak mengabari. Dengan senang hati saya akan mendengarkan keluh resahmu.

-----------

Ucapan maut beberapa menit lalu bagaikan sengatan listrik yang menyetrum sel-sel organ tubuh Luna. Simple namun bermakna, bukankah begitu?

"Yang penting kamu sudah baik-baik saja." Cakra mengurai pelukkannya, ia menatap dalam manik mata wanita di hadapannya itu.

"Apa yang menyebabkan ini terjadi?"

Luna terdiam, masih enggan untuk berbicara setelah Cakra membuat detak jantungnya berdetak dengan cepat.

"Luna," panggil Cakra lagi

Wanita berambut sebahu itu memberanikan diri menatap lelaki di hadapannya. Wajah kelelahan terlihat disana, ditambah penampilan yang sedikit acak-acakkan membuat Luna sedikit tidak nyaman.

"Mas, pulang sekarang. Nanti orangtua kamu nyariin," ucap Luna setelah tiga menit keadaan hening menyelimuti ruangan dingin yang terdapat dua orang itu.

Cakra terkekeh. "Mau gimana pulang kalau kamunya ada disini?"

"Apa hubungannya sama saya?"

"Nothing."

Cakra kemudian bangkit dari duduknya, ia berdiri mengitari brankar mendekati nakas. Lelaki itu membuka parsel buah, lalu mengambil buah pisang dan menyerahkan kepada Luna.

"Kalau nggak mau makan nasi, setidaknya makanlah buah untuk mengisi perut kosongmu."

Luna mengambil pisang itu kemudian membuka kulitnya. Perkataan Cakra memang ada benarnya juga, setidaknya perutnya tidak kosong lagi sampai menyebabkan dirinya masuk ke rumah sakit seperti ini. Luna memakan buahnya secara perlahan hingga buah itu habis di makannya.

Kringgg

Luna mencari sumber suara dari ponsel mana dering itu berbunyi. Ponsel di atas nakas menarik perhatian Luna dan Cakra. Wanita itu meraih ponsel itu kemudian mendial tombol hijau tanpa melihat siapa penelpon.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Teteh gimana kabarnya?" tanya suara itu lembut. Luna sangat merindukan suara ini, suara malaikat tak bersayapnya.

"Teteh baik, Bu. Ibu gimana kabarnya?"

Luna tidak mungkin menceritakan bahwa keadaannya sedang tidak baik seperti sekarang.

"Jangan lupa minum obat dan jaga kesehatannya. Ibu tahu kamu masuk rumah sakit karena penyakit maag mu kambuh."

Luna terdiam.

"Utamakan kesehatan Teteh. Nggak usah mikirin pekerjaan sampai terlalu tinggi," ucap Firda–Ibu Luna. "Kalau gini, ayah sama ibu gagal ngejaga putri ibu."

"Jangan khawatirin keadaan teteh, Bu. Teteh udah baik-baik aja kok."

Terdengar helaan nafas lega disana. Sudah seminggu ini, Luna belum mengabari orangtua bagaimana keadaannya setelah bekerja dinas. Ia merasa berdosa mengabaikan kedua orangtuanya serta sang adik.

"Jaga dirimu baik-baik, Teh. Jangan lupakan kewajibanmu sebagai umat islam."

Luna berkaca-kaca mendengar nasihat ibunya yang tidak pernah luput dalam obrolan.

"Iya, bu. Jaga diri kalian masing-masing. Titip salam buat Halu, kalau Luna merindukan lelaki ketus itu."

Firda terkekeh disana,

Cinta Lokasi DinasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang