Tiga belas

2.5K 231 20
                                    

Kepercayaan adalah dasar dalam suatu hubungan.

----------

"Jadi intinya gimana?"

Cakra menghembuskan nafasnya kasar. "Saya mau memperjuangkan kamu."

Luna tidak mengerti kenapa Cakra mengambil keputusan seperti ini. Lagian Luna tidak terlalu berharap mereka akan seperti pasangan layaknya. Namun, lagi-lagi hati perempuan siapa yang tahu kalau bukan dirinya sendiri.

"Tanpa status?" tanya Luna hati-hati

Cakra langsung menghadapkan tubuhnya ke arah Luna. Lelaki itu tidak suka kalau saja orang berbicara yang sudah dipastikan jawabannya.

"Saya sedang memperjuangkan kamu, jangan kamu rusak itu semua, Lun."

"Maksudnya apa? Saya nggak paham. Semua itu butuh kepastian, Mas," kata Luna. "Lagian juga kita nggak mungkin menjadi pasangan seperti cerita dongeng."

Cakra menarik nafasnya dalam-dalam. Berbicara dengan perempuan begitu sulit, apalagi membahas hal seperti ini. Ia kira Luna akan senang begitu mengetahui kalau dirinya sedang melakukan hal ini, tapi, kemenangan sedang tidak berpihak kepadanya.

"Kalau kamu pesimis begini bagaimana saya bisa menang buat memperjuangkanmu?"

Luna diam mematung. Ucapan Cakra begitu menyudutkan dirinya. Tanpa Cakra tahu, Luna senang mendapati kegigihan Cakra, wanita itu bahagia melihat lelaki bermata abu-abunya membicarakan hal yang sudah di nantinya.

"Saya nggak pesimis," kata Luna membela diri

Cakra tersenyum sinis. "Tanpa disadari ucapan kamu itu membuat saya berfikir lagi untuk melanjutkan ini atau tidak."

Luna sudah salah menanggapi ucapan Cakra. Ia tidak tahu bahwa perkataannya membuat obrolan ini sulit untuk dibicarakan. Luna mencoba menatap Cakra takut-takut.

"Maafkan saya."

"Kamu nggak perlu minta maaf, saya disini yang salah," ucap Cakra. "Kalau saya tidak melibatkan kamu---"

Luna langsung menempelkan telunjuknya di bibir Cakra. Ia tidak ingin mengungkit masalah itu lagi, sungguh ia sudah melupakan hal itu. Hal yang semestinya tidak perlu di ingat.

"Jangan mengingat masalah itu lagi, saya sudah melupakannya. Bukankah sekarang kita harus menata hubungan ini ke depannya?" Luna sudah berani berbicara seperti itu membuat Cakra tersenyum lebar.

"Apakah kamu mau berjuang bersama saya?" Cakra menggengam kedua tangan Luna, lalu menatap manik mata Luna dalam.

Luna mengangguk.

"Jawabannya apa?"

"Kan tadi saya udah ngangguk kepala."

"Saya nggak ngerti bahasa isyarat, jadi bisa dijelaskan?" Cakra menggoda Luna

Luna menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya. "Saya mau berjuang bareng kamu."

Cakra tersenyum lebar lalu mengusap pelan genggaman di tangan Luna. Lelaki itu bahagia, sangat bahagia. Luna yang melihat kejadian itu terkekeh sendiri di tempatnya.

"Tapi saya takut," ucap Luna tiba-tiba membuat Cakra melepaskan genggamannya.

"Apa yang kamu takutkan?"

"Hubungan ini tidak berjalan baik."

Ruang nafas Cakra seolah tersumbat, wajahnya kembali tidak bersemangat. Bukan ucapan Luna yang membuatnya seperti ini, melainkan arti dari perkataannya.

Cinta Lokasi DinasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang