“Hey!” Seseorang berseru kepadaku. Aku menoleh, mencoba mencari suara itu. Sepertinya itu teriakan seorang pria. Aku bangkit dari tempat tidur dan meletakkan novel yang sedang kubaca.“Hey! Tetangga baru!” Suara itu kembali terdengar lebih keras. Sepertinya memang berasal dari luar jendela di samping tempat tidurku. Jendela itu memang sengaja kubiarkan terbuka, agar indah cahaya purnama bisa masuk ke kamar.
Ku dongakkan kepala ke luar jendela. Dari sana, sesosok pria melambaikan tangan di balkon kamarnya. Jendelaku dan balkon kamar pria itu memang berseberangan, hanya terpisah taman kecil miliknya.
Pria itu tersenyum padaku. Dia melambaikan tangannya kembali. Aku masih berdiri menatapnya dari kejauhan. Lalu, aku mengangkat telapak tangan dan tersenyum tipis. Setelah itu, Aku kembali ke tempat tidur.
Tiba-tiba beberapa menit kemudian, suara bell pintu mengejutkanku.
“Hai, tetangga baru, ya?” tanya sosok yang berdiri di pintu rumahku. Sosok itu adalah pria di balkon tadi. Dia memberikan tangannya, menawarkan diri untuk berjabat. Aku menerimanya, tetapi jantungku terkesiap. Telapak tangan itu begitu dingin seperti es. Wajahnya memang tampan, dengan usia tidak jauh berbeda sepertinya dariku.
“Namaku, Jhon,” ucapnya lagi.
“Aku Sarah, masuklah.” Jawabku padanya.
“Tidak perlu, aku ingin ngobrol sebentar di teras saja.” Jhon berkata lagi. Dia Membuka perbincangan ringan malam itu.Tiba-tiba, mata kami bertemu. Angin malam datang cukup kencang, menerpa anak-anak rambutku. Jhon menghentikan perbincangannya. Dia menyelipkan rambut ke balik telingaku.
Tatapan Jhon menerobos masuk ke korneaku. Jantungku berdegup kencang. Tidak! Dia adalah sosok yang baru aku kenal. Bagaimana mungkin aku mulai menyukainya.
“Kamu sangat cantik, Sarah.” Jhon bergumam lirih.
“Aku memperhatikanmu, sudah satu minggu.” Jhon berkata lagi.
Dia melangkah, hingga kepalanya tepat di bawah tudung lampuku. Cahaya lampu teras diatasnya, menyorot wajah Jhon. Bagiku, wajah itu terlihat terlalu pucat.
Aku terpana, terbius oleh perkataan dan wajah tampan mirip aktor So Ji Sub di terasku ini. Aku mulai menggigil. Bukan karena angin malam yang menggigit, tetapi karena perasaan liar yang diam-diam menggelitik punggungku. Perasaan itu menjalar mengalirkan oksitosin, meletup dalam aliran darahku.
Aku berbalik membelakangi Jhon, hendak pergi meninggalkannya. Tapi lengan Jhon merengkuh bahuku dari belakang. Jemarinya mengusap lembut turun ke pergelangan tanganku. Aku tersentak, mataku terpejam. Bibirku bergetar. Perceraianku dengan Bram, membuatku lupa pada sentuhan seorang pria.
Jhon mencium tengkukku lembut. Membuat darahku semakin berdesir. Tubuhku terasa lemas, dengan nafas yang memburu. Aku berusaha menghadirkan kembali akal sehat, berbalik menghadap tubuh Jhon.
“Senang bisa mengenal tetangga baru, tetapi ini sudah terlalu malam.” Aku berkata pada Jhon dan mengembalikan semua kesadaranku. Hati ini berusaha menepis semua kejutan listrik dan desiran aneh itu.
“Baiklah, senang mengenalmu, Sarah. Bolehkah aku datang lagi besok malam? tanya Jhon sambil tersenyum padaku. Aku hanya mengangguk lemah. Lalu, dia meninggalkanku di teras.
Esok paginya, aku bergegas ke kantor. Ketika melewati rumah Jhon, aku melihat seorang wanita keluar dari pintu pagar.
“Selamat pagi, Bu,” ujarku menyapa ramah wanita setengah baya itu.
“Pagi, baru pindah di sebelah, ya?” tanya wanita itu tersenyum padaku.
“Iya, Bu. Oiya, Apakah Ibu memiliki seorang putra lelaki di rumah ini?” Aku bertanya lagi pada wanita itu. Wanita itu terdiam. Air mukanya berubah sedih.
“Ibu tinggal sendiri, Nak. Anak lelakiku, Jhon, meninggal karena kecelakaan mobil setahun yang lalu, sedangkan kakaknya tinggal di luar kota. Mampirlah ke rumah Ibu, jika ada waktu luang.”
Wanita itu menjelaskan padaku.
Seketika, lututku terasa lemas. Aku terdiam mematung di depan rumah Jhon, memandang balkon kamarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Flash Fiction K_Maila
Short StoryKumpulan Flash Fiction yang terdiri dari beberapa judul cerita untuk memenuhi tugas cloverline's Authors