KEVIN

44 7 24
                                    

“PERGI!” teriak Ria. Matanya menatap penuh luka padaku. Tatapan itu, bukan tatapan hangat Ria yang setiap hari aku kenal. Kelopak matanya sudah mulai bengkak akibat menangis sejak pulang sekolah. Air mata berurai membasahi wajah dan rambutnya yang kusut.

Aku terdiam, menggigit bibir di muka #pintu kamar Ria. Bibirku kelu. Kuedarkan pandangan ke seluruh kamar yang berwarna dominan #hijau itu, warna kesukaannya. Dengan ragu, aku melangkah menghampiri Ria yang masih menelungkup diatas bantalnya. Berkali-kali, kuremas #tissu yang terkepal dalam genggaman. Aku menguatkan diri, untuk meminta maaf pada Ria sore itu. Aku tidak ingin persahabatanku dan Ria hancur karena Kevin.

“Maafin gue, Ri,” ujarku pelan saat duduk di tepi tempat tidurnya.

“MAAF lo bilang? Apa maaf bisa mengembalikan hidup Kevin?” Ria terisak sambil berkata padaku. Dia bangun, menatapku tajam.

“Hana, lo tahu, kan? Gue sangat menyayangi Kevin. Gue nitipin Kevin ke lo, karena lo nyanggupin!”

Ria berkata lagi padaku. Aku hanya menunduk dalam, menyesali kelalaian diri ini menjaga kevin dan amanah Ria. Aku pun ikut terisak di hadapan sahabatku itu.

“Gue jagain Kevin, Ri. Namun, gue akui hari itu gue memang pergi seharian. Gue juga sayang sama Kevin,” ucapku lagi pada Ria.

Kali ini, aku mencoba menggenggam tangannya. Aku memohon maaf yang sedalam-dalamnya pada Ria. Dia begitu shock dengan kematian Kevin.

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Ria bermaksud mengambil Kevin ke rumahku. Aku tidak berani menjelaskan keadaan Kevin di sekolah. Sehingga aku membiarkan Ria melihat Kevin langsung.

Sesampainya di rumah, baru aku jelaskan kondisi Kevin padanya. Ria menghampiri Kevin yang sudah tidak bernyawa. Air liur Kevin mengering, dan bekas muntahan masih berceceran di halaman belakang rumahku. Di ujung mulutnya juga terdapat bekas muntah.

Ria bereaksi histeris memeluk Kevin. Dia terduduk lemas di halaman belakang sambil meneriaki Kevin. Ria menggoncang-goncangkan tubuh Kevin. Dia berteriak memanggil namanya. Mama dan aku berusaha menenangkan Ria, tetapi dia menghempaskan tangan kami.

Aku tidak tahu, jika Rendi adikku yang iseng itu, menuangkan detergen dan butiran cokelat pada piring makan Kevin malam harinya. Rendi tertawa menang padaku tadi pagi. Dia mengejekku ketika aku menangisi Kevin. Rendi membalaskan dendamnya karena pengaduanku. Aku memang mengadukannya merokok pada Mama.

Sore itu, aku mendatangi Ria kembali untuk meminta maaf. Aku memeluk tubuh Ria dan membelai punggungnya. Ria tidak lagi melawan tindakanku. Kami berdua menangis, membayangkan Kevin.

Matanya yang lucu, tingkah Kevin yang menggemaskan, dan bulu nya yang lembut. Kevin, Anggora jantan kesayangan kami telah pergi untuk selamanya. Dia keracunan makanannya dan mati mendadak.

Kumpulan Flash Fiction K_MailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang