Inez menjalani hukuman dari Pak Zainal dengan terus menggerutu. Bagaimana tidak? Ia hanya terlambat dua menit tetapi tetap diberi hukuman.
Disaat Inez tengah menggerutu, seseorang datang dan tanpa sengaja menyenggol ember yang berisi air pel di depan Inez, hingga seluruh isinya tumpah dan membasahi rok nya.
"Woy jalan pake mata dong, lo gak liat rok gu... e...." omelan Inez terhenti saat ia memandang seseorang di depan nya.
Seorang laki-laki berdiri tepat dihadapan Inez, dengan seragam sekolah yang sama dengan nya. Memiliki mata cokelat dengan postur tubuh yang ideal dan tentu saja tinggi. Wajah nya datar tanpa ekspresi, tanpa menyadari kesalahan apa yang ia lakukan. Inez mencoba menganalisis lelaki itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Dirga!" panggil seorang perempuan dari ujung koridor.
Lelaki yang ternyata bernama Dirga itu pun menoleh ke belakang sejenak, lalu membalikan badan nya dan pergi meninggalkan Inez yang masih memasang wajah kesal, menghampiri perempuan yang sepertinya adalah teman atau bahkan kekasihnya.
"Wey, udah bikin rok orang basah, malah pergi gitu aja!" decak Inez dengan wajah yang memerah menahan emosi.
.......................................
"Makasih ya Din, kalo aja lo gak minjemin gue rok, gue gak bisa bayangin gue diketawain satu sekolah gara-gara rok basah kuyup plus dekil pula" ucap Inez seraya merapikan seragamnya sambil terus berjalan ke arah kelas.
"Iya selow Nez, lo lagi beruntung aja pas banget hari ini gue lagi bawa rok dua, ya tadinya sih buat jaga-jaga kalo hari ini gue tembus hehe you know lah, eh tapi btw lo ngapain sih sampe bisa basah itu rok?" jawab Dinda, sahabat sekaligus teman sekelas Inez.
Langkah Inez terhenti, disusul oleh Dinda dengan wajah bingung. Tiga detik kemudian ia menatap Dinda dan memegang pundak nya.
"Lo tau cowok yang namanya Dirga enggak?" tanya Inez dengan wajah serius.
"Di di dir dirga?" ucap Dinda terbata-bata.
"Iya Dirga, lo kok jadi gugup gitu sih" ucap Inez seraya melepas tangan nya dari bahu Dinda, lalu berjalan kembali.
Dinda yang masih terdiam beberapa detik kemudian tersadar dan langsung menyusul Inez.
"Lo jangan macem-macem sama kak Dirga kalo masih mau aman disini" ucap Dinda dengan wajah serius.
"Kak? Dia kakak kelas? Kelas berapa?"
"Kelas 12"
"Oh kelas 12, udah mau lulus aja belagu" gerutu Inez.
Dinda yang mendengar gumaman Inez terdiam. Ia memegang lengan kanan Inez hingga Inez membalikan tubuhnya ke hadapan Dinda, membuat Inez mau tak mau berhenti sejenak menatap wajah sahabatnya itu.
"Lo harus hati-hati sama kak Dirga, jangan pernah mau terlibat sama yang namanya kak Dirga"
Inez mengernyitkan dahi sejenak, mencari ke dalam manik mata Dinda berharap jika sahabatnya itu hanya mengatakan sebuah lelucon yang tentu saja menurutnya tak lucu sama sekali. Tetapi Inez tak menemukan nya, ia hanya mendapati Dinda yang sepertinya benar-benar serius dengan apa yang ia katakan.
..................................
"Jangan pernah mau terlibat sama yang namanya kak Dirga"
Ucapan Dinda terus terngiang dibenak Inez. Sebuah peringatan yang entah apa artinya. Membuat pikiran Inez melayang jauh dari tubuhnya nya.
"Memang nya dia itu siapa? Dia bisa apa sih? Kok kayak semua pada takut gitu? Perasaan selama beberapa bulan gue udah sekolah disini enggak ada apa-apa tuh, ah emang si Dinda lebay aja kali ya? Eh tapi kalo di liat-liat dia kok kayak mirip seseorang yaa, mukanya familiar tapi siapa yaa?" batin Inez.
Sebuah kaleng bekas tergeletak dengan jarak 2 meter dari hadapan Inez. Tatapan kosongnya menandakan Inez sedang melayang bersama pikiran nya ke tempat lain. Membuat Inez terus berjalan dan akhirnya menginjak kaleng tersebut.
Inez berhenti. Memandang kaleng bekas yang terinjak oleh nya. Tanpa pikir panjang ia menendang kaleng itu tanpa tahu ke arah mana kaleng itu setelah ditendang.
*Dirga pov*
Seperti biasanya aku bermain basket siang ini. Sebuah hobi yang sudah menjadi bagian dari diri ku. Sesuatu yang pernah menjadi sebuah kenangan dalam hidup ku. Konsentrasi ku menghilang, pikiran ku mulai melayang mengingat nya.
#flashback on
"Ih kak Di keringetnya banyak banget"
Aku tertawa. Gadis kecil ini benar-benar sangat polos. Usia nya masih menginjak lima tahun.
"Keringet kan sehat de" jawab ku tersenyum.
"Tapi Kak Di jadi bau"
"Emang kalo Kak Di bau ade enggak mau main lagi sama Kak Di?" tanya ku dengan raut wajah sedih.
Aku masih berusia tujuh tahun saat itu. Yang aku tahu hanya gadis kecil cantik di depan ku adalah seorang teman yang sudah seperti adik yang sangat aku sayangi.
"Kak Di jangan nangis, walaupun Kak Di lebih bau daripada telur busuk juga ade tetep mau main sama Kak Di, kan ade sayang sama Kak Di"
"Berarti kalo Kak Di main basket setiap hari boleh dong?"
"Boleh dong kak, biar nanti kalo Kak Di udah jago Kak Di ajarin ade"
Aku pun mencium pipinya karena gemas.
#flashback off
Pletak!!! Sebuah kaleng bekas menghantam kepala ku, membuyarkan lamunan ku.
"Arghhh!"
Dengan emosi yang menggebu-gebu aku mencari dalang dari terlemparnya kaleng tersebut ke kepala ku.
Wajah nya pucat pasi. Menatap ku dalam diam. Wajahnya menandakan banyak kata-kata yang berputar di kepala nya. Bisa ku pastikan dia yang menendang kaleng bekas hingga mengenai kepala ku.
"Lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR
Teen FictionHanya kisah seorang remaja yang sedang menikmati hidup dan asmara. Pernah atau bahkan sering baca quotes galau di timeline? Pasti gak asing sama kata-kata "Biasanya yang manis itu cuma diawal"