Chapter 1: Pembunuh Bayaran

318 17 7
                                    

Siang hari yang cukup terik. Gumpalan awan putih menghiasi langit biru nan cerah. Hiruk-pikuk warga kota ramai di jalanan. Festival tahunan sedang berlangsung di lapangan pusat kota. Aku memacu mobilku secepat mungkin. Melewati daerah perbukitan bercadas. Panas, gersang, dan menyilaukan. Jalanan yang menanjak dan menurun membuat adrenalinku semakin terguncang. Berpacu melawan waktu, mobilku hampir mencapai batas kecepatan.

Di kejauhan terlihat pemakaman umum. Itu dia titiknya. Tibalah aku di titik itu. Aku belum terlambat. Langsung saja kutarik rem tangan, dan berhenti mendadak. Asap mesin dan debu jalanan mengepul di sekitar mobilku. Dengan sigap dan cepat, aku keluar dan mengambil sniper riffle di bagasi mobilku. Aku berjalan menuju vantage point. Kucoba untuk mengatur nafas dan menenangkan diri, agar stabil saat membidik ini. Sampailah aku tepat di titik penembakan.

Ahh... Pemandangan yang sangat indah. Siang yang sangat cerah membuat pandanganku jelas. Hampir seluruh kota dapat terlihat. Begitu ramai kota ini. Jalanan, rumah-rumah, taman, dan tentu saja lapangan itu. Ya... Lapangan itu... Di situlah targetku berada. Seorang walikota yang terlihat sedang berbincang dengan beberapa orang. Kuamati dengan binocular, ia berada di tengah-tengah keramaian warga kota. Baiklah ini dia, saatnya memakai senjata manis ini. Di ketinggian ini, kubidik kepalanya dan... Duuaaarrr!!!! Meluncur peluru tajam, cepat dan tepat sasaran! Darah mulai mengucur dari kepalanya. Ia pun jatuh tak berdaya. Seketika suasana menjadi kacau akibat kepanikan warga.

Tersenyum puas, tugasku berakhir sudah. Membayangkan reward yang akan diterima, senyumku semakin lebar. Saatnya untuk menyusun rencana pelarian diri. Kuberlari menuju mobilku, menyimpan senjata, dan kunyalakan mesin mobil dengan cepat.

Sekali lagi, aku memacu mobilku dengan kecepatan tinggi menuju pelabuhan. Di sana sudah ada rekanku yang menunggu di sebuah kapal penumpang. Sungguh hari yang cerah untuk mengerjakan tugas. Sesegera mungkin aku meninggalkan kawasan ini, khawatir ada seseorang yang datang untuk mencari sumber suara tembakan yang sangat keras tadi.

Sampailah aku di pelabuhan. Suhu tinggi menyelimuti tempat ini. Panas, silau, membuat keringatku deras berucucuran, namun pemandangan laut dan pulau-pulau yang terbentang itu sebanding dengan panas yang aku terima. Betapa indahnya hari ini. Aku memarkirkan mobilku dan kulihat kapal penumpang sudah berlabuh di tepi dermaga. Segera kuberjalan menuju kapal itu. Sesampainya di kapal, disambutlah aku oleh rekanku, Dodi.

"Haha... Berjalan dengan lancar 'kan Dre?" tanya rekanku sambil tertawa kecil.

"Ya seperti biasa Dod," jawabku dengan datar.

"Yo.. yo, aku antar ke kamar," ujarnya sambil berjalan ke arah koridor gelap.

Dodi adalah salah satu anggota organisasi "Dark Hitman", sama sepertiku. Sebuah organisasi kriminal rahasia. Bergerak di bawah radar, operasinya hampir tidak diketahui oleh siapa pun. Organisasi yang melayani permintaan klien tertentu. Tidak sembarang orang bisa menggunakan jasa kami. Hanya klien dengan syarat-syarat tertentu yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

Penyelundupan senjata, interogasi, pembunuhan, penyanderaan, pembajakan, pengeboman, dan hal-hal kriminal lainnya sudah biasa kami lakukan. Semua permintaan klien terkoordinir oleh para petinggi organisasi ini, termasuk bosku. Dan aku? Aku menerima misi dan perintah dari bosku, dan tentu saja aku dibayar untuk itu. Ya... Aku adalah seorang pembunuh bayaran. Jaringan organisasiku sangat luas. Mereka ada di mana-mana. Tersebar di seluruh dunia, bahkan di daerah terpencil sekali pun.

Sesampainya di kamar. Aku dan Dodi segera menyalakan TV dan radio. Berita penembakan yang baru saja kulakukan tersebar dengan cepat.

"Dre, Bos punya satu misi lagi buat kamu," ujar Dodi membuka pembicaraan.

"Lho? Ada lagi?" tanyaku lesu.

"Urgent bray, darurat," jawabnya santai.

"Okelah, apa boleh buat, lagian aku lagi on fire niihh, emang ngapain ntar?"

"Ntaran aja... Pas udah nyampe, bos udah nungguin tuh di sana. Sekarang istirahat dulu aja," ujarnya sembari menyeruput kopi dinginnya.

Tiba-tiba ponselku berdering. Terpampang nama Romi di layar.

"Halo, Romi, ada apa?" sapaku sambil tersenyum.

"Gimana? Udah bisa ketemuan belum? Lama kita tak jumpa nih, hahaha," balas Romi.

"Ya ntar aku kasih kabar lagi, kayaknya sore ini nggak bisa, ada urusan mendadak. Besok aja atau ntar malemnya deh, gimana?"

"Yaaa... Jangan ditunda-tunda lagi, emang ada urusan di mana?"

"Belum dikasih tau Rom."

"O ya udah kalo gitu, sampai nanti kawan," ujarnya sambil menutup telepon.

Seperti yang dikatakan Dodi, aku pun segera duduk di sebuah kursi dan mencoba untuk memejamkan mata. Suara keramaian di kapal terdengar merdu di telingaku. Ombak yang tenang mengayunkan kapal ini ke kiri dan ke kanan dengan perlahan. Tak lama kemudian aku pun terlelap dalam buaian ombak.

...

"Dre! Bangun... Yo siapin barang, kita dah nyampe nih," tiba-tiba saja Dodi membangunkanku.

Tak terasa akhirnya aku sampai juga di tempat tujuan. Meskipun agak kecewa tak sempat melihat indahnya lautan dari kapal ini, aku penasaran apa yang akan bos perintahkan kepadaku. Melihat wajah Dodi yang begitu panik, aku yakin misi ini sangatlah berbahaya.

Aku pun mulai berjalan keluar kapal. Orang-orang berebut turun. Suasana kacau dan rusuh. Dek ini penuh sesak oleh orang-orang. Ada yang memanggul barang di pundaknya, ada pula yang sambil menggendong anaknya yang menangis. Berisik sekali, namun suasana yang tidak nyaman itu hanya sebentar saja. Kami pun turun, meniti anak tangga satu per satu. Dan akhirnya sampai juga di bawah.

"Yo Dre ikut aku," ajak Dodi.

"Siipp."

Dodi mengajakku ke sebuah gedung kumuh di area pelabuhan. Aku tahu bos sudah menungguku di dalam sana. Sesampainya di dalam gedung itu, benar saja dugaanku. Bos dan beberapa anggota lainnya sedang melakukan aktifitas di dalam gedung ini. Bosku ditugasi sebagai mentor untukku, namanya Trevor. Datang dari negeri Paman Sam dan ditugaskan di Indonesia selama delapan tahun lamanya, hingga saat ini.

"Bos, ini Andre... Sudah kubawa dengan selamat, aku pergi dulu ya, ada urusan," jelas Dodi.

"Ya.. ya, silahkan. Dre, ikut aku," sahut Trevor.

Aku pun mengikuti bosku menuju ke ruangannya. Terlihat staf-staf dan anggota lainnya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang sedang mengetik di komputernya, ada yang sedang membaca berkas-berkas, ada pula yang sedang sibuk menulis dan bertelepon. Di dalam ruangan, aku berdiskusi serius dengannya.

"Sepertinya ini masalah serius ya?" tanyaku.

"Biasa aja sih, cuman mendadak, mereka hanya mau transaksinya dilakukan hari ini. Kalo nggak, batal! Klien brengsek!" jelas Bosku.

"Aneh...," sahutku pelan sambil mengerutkan dahi.

"Bener, aneh 'kan? Saya minta kamu untuk cek itu sekarang juga sama si Dodi, ambil uangnya dan beri mereka pelajaran, biar kapok tuh orang-orang! Dan hati-hati... Saya mencium adanya masalah kali ini."

Penjara Berlayar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang