Hayunnisa Huda / Nisa POV
Apakah aku salah?
"Apaan sih pacaran-pacaran. Nggak penting amat. Nisa sama sekali tidak tertarik untuk pacaran. Nggak ada gunanya. Nangis karena patah hati? OGAH. Yang penting itu belajar. Nisa mau jadi orang sukses, Ma. Mau jadi orang hebat. Jadi orang yang punya banyak uang. Pacaran sama sekali tidak ada gunanya. Pokoknya selama Nisa belum sukses, Nisa tidak mau pacaran. Titik."
Terkenang kembali olehku ucapan itu. Ucapan yang ku ucapkan pada Mama saat aku masih kuliah. Mama yang khawatir melihat anaknya yang terlalu tomboy. Mama yang khawatir melihat anaknya terlalu kharismatik. Mama yang khawatir melihat anaknya yang jarang keluar rumah, kecuali saat ada keperluan kuliah. Mama yang iri pada anak tetangga yang sudah ada melamar. Mama ku sayang, anakmu ini memang unik dan eksentrik.
Dari SD, SMP, SMA hingga kuliah, tak satu kali pun anak mu ini pacaran. Naksir cowok pasti ada. Tapi kalau dihitung dengan jari, hati anakmu ini baru 5 kali berdetak karena cowok. Sekali saat SMP (cinta monyet). Dua kali saat SMA dan 2 kali saat kuliah. Namun sejak tahun 2006... hati anakmu ini seperti... MATI.
"Nis, kalau boleh aku ngomong, tapi kamu jangan marah ya?" Tanya seorang temanku, Adrian, saat SMA kelas 3.
"Ngomong apa?"
"Mmm... kalau boleh nih aku ngasih saran. Sebenarnya aku mewakili anak laki-laki kelas kita. Tapi kamu janji jangan marah ya?" tanyanya lagi. Ragu sepertinya untuk mengeluarkan isi hatinya.
"Iyaa. Nggak bakal marah. Mau ngomong apa sih?" tanyaku gusar.
"Begini, Nis. Sejujurnya teman-teman kita yang laki-laki ingin bilang... kamu jadi cewek jangan galak-galak. Kami takut" katanya.
Ucapan Adrian membuatku terdiam. Butuh beberapa saat untukku hingga akhirnya aku menyadari... teman-temanku yang laki-laki... takut padaku?!
Memang saat itu aku adalah orang kepercayaan Wali Kelas. Walaupun aku bukan Ketua Kelas dan sama sekali tidak memegang jabatan apapun di kelas, tapi Wali Kelas lebih mempercayaiku. Teman-teman sekelas yang termasuk dalam golongan 'anak-anak baik' dan golongan 'anak-anak yang netral' juga lebih mengikuti saranku. Sementara golongan 'anak-anak yang dianggap bermasalah oleh guru' tidak begitu menyukaiku. Namun berhubung Wali Kelas jauh lebih mempercayaiku dari pada mereka, maka mereka hanya bisa diam. Sementara Ketua Kelas kami yang gayanya sangat 'nyante'malah lebih suka menyerahkan segala keputusan dan urusan padaku.
Selain itu aku juga juara kelas. Saat pelajaran, tugas dan ujian, aku sering sekali dijadikan tumpuan oleh teman-teman sekelas. Saat ada tugas, mereka biasanya mengerubungi mejaku untuk meniru apa yang kutulis. Dan aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Bahkan aku terkadang membantu mereka (dengan cara memberi kode) saat ujian. Jadi teman sekelasku tahu aku bukan orang yang 'pelit'terhadap teman.
Tapi aku galak dan ditakuti oleh laki-laki...? Mungkin ada benarnya juga.
Pernah aku mendorong mejaku hingga jatuh dan menantang seorang teman sekelasku yang laki-laki. Aku begitu marah karena dia mengucapkan kalimat yang tak pantas hanya karena marah aku tidak mau merubah absennya dari bolos menjadi tidak. Aku juga bukan tipe perengek manja seperti kebanyakan teman-teman perempuanku, saat mereka dijahili oleh teman-teman sekelas yang laki-laki. Jika teman sekelasku mencoba untuk menjahiliku, aku hanya cukup menghitung hingga tiga, sebelum mereka akhirnya berhenti dan tidak lagi berani menggangguku. Jadi ya... aku mungkin ditakuti oleh laki-laki.
YOU ARE READING
KU TEMUKAN DIA DI KOREA
RomancePerjalanan seorang Perawan Tua dan seorang Idola yang bosan dengan hidupnya dalam mencari DIA.