I still remember my dream when I was 6 years old. At that time, I was a huge fan of Princess - any kind of princess you can find in a storybook. Saking sukanya dengan para Princess itu, gue selalu membayangkan bisa menjadi seorang Princess. Satu kesamaan dari cerita-cerita itu adalah adanya Pangeran.
"Bunda...aku pengen jadi istri pangeran!" sahut gue pada Bunda tercinta.
Sebagai seorang ibu yang baik – atau pemberi harapan palsu – Bunda selalu tersenyum dan berkata "Pasti nanti Vony ketemu pangeran kalo udah besar, terus jadi istri yang baik". Sejak itu, gue selalu bermimpi untuk menikah, membangun rumah tangga dan menjadi seorang istri yang baik. Married becomes my dreams and life goals. Bahkan gue membuat target untuk bisa menikah di usia 22 tahun - rencana setelah lulus kuliah. Ketika orang lain ambil kursus Bahasa Inggris, gue lebih memilih kursus menjahit. Why? Biar gue bisa jahitin baju untuk suami dan anak nanti. Temen-temen kuliah gue cuma bisa geleng-geleng kepala. Mereka percaya gue akan jadi orang yang pertama menikah dari satu angkatan kita yang jumlahnya 102 orang itu. But, unfortunately they were wrong.
I always failed in my relationship with men. Then, I choose to stop.
I failed to become someone else's wife, miserably. Same old story everywhere, men cheating on you with your-fucking-best-friend. After that I gave up. Sudah 4 tahun sejak kejadian itu dan gue memutuskan untuk sendirian. Menikmati hidup sebagai seorang single yang tidak terkekang oleh komitmen. Menikmati berkarir tanpa ketakutan akan punya karir yang lebih tinggi dari pasangan. Menikmati kesendirian di tengah hiruk pikuk Jakarta yang tidak pernah tidur. Sayangnya, di tengah Jakarta yang tidak pernah tidur, gue memutuskan untuk 'menidurkan' keinginan gue untuk menikah. Selamanya.
YOU ARE READING
Unmarried
RomanceSemua selalu bertanya. Kapan? .... Menikah. Mengapa? .... Belum menikah. Ada apa?..... ko bisa belum nikah. Tapi mereka tidak pernah bertanya, Bagaimana?...rasanya tidak ingin menikah.