Vous

248 17 4
                                    

Sudah hampir empat jam Chaerin tidak dapat memejamkan mata. Ingatan tentang Jiyong terus berputar dibenaknya. Kenapa? Ia memang sudah mengetahui tanggal pernikahan meski itu ditentukan tanpa persetujuannya dan berencana memutuskan Jiyong. Tapi kenapa hatinya merasa ia mengkhianati Jiyong?

"Chae, kau sudah mencintai Seungri oppa kan? Ada apa denganmu?"

Gadis itu mengacak acak rambut pirangnya. Gila! Dia harus apa? Dua minggu lagi Seungri akan menikahinya. Untuk apa dia bimbang lagi?
.
.
.
Chaerin membanting tubuh ke ranjang dan menyembunyikan wajah didalam selimut. Otaknya memang menginginkan Seungri. Tapi bagian tubuhnya yang lain menginginkan Jiyongnya. Ia rindu asupan cinta yang diberikan Jiyong selama 12 tahun.

Candu.

Cinta itu candu. Dalam hal ini, cinta Jiyong sudah menjadi candu dalam tubuh Chaerin. Ia akan mati jika tidak merasakannya dalam waktu lama.

Chaerin masih dapat menelusuri kehadiran Jiyong disetiap sudut apartemen. Memorinya terus memutar momen dimana ia dan Jiyongnya masih bersama. Ia merindukan cara Jiyong mengucapkan selamat pagi, cara pria itu mengingatkan Chaerin untuk makan siang disela kesibukannya, dan caranya mematikan lampu untuk menyuruh Chaerin tidur. Ia masih rindu.

Bahkan kemarin, saat Jiyong mengajaknya bertemu untuk pertama kalinya setelah 3 tahun, perasaan Chaerin tidak berubah. Jantungnya masih berdegup kencang seolah ini adalah kencan pertama mereka. Setelah pertemuan mereka kemarin, hati Chaerin semakin bimbang.

Ia teringat kata - kata yang pernah diucapkannya pada Jiyong, "Jangan biarkan dirimu membohongi perasaanmu sendiri".

Dulu ia berkata seperti itu, dan sekarang dirinyalah yang membohongi perasaannya sendiri. Tidak hanya perasaannya, tapi juga perasaan Jiyong dan Seungri.
.
.
.

Kepala Chaerin terasa sakit. Perlahan air mata keluar dari kedua mata kucing miliknya.

"Ada apa denganku? Kenapa aku seperti ini? Lemah sekali"

Dia tertawa, sambil berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh lagi.

Tiba - tiba ia ingat kalau ia harus hadir di pemotretan sebuah majalah. Padahal ia sudah berjanji pada adiknya untuk jalan - jalan bersama siang ini.

"Ah, aku harus menghubungi Harin. Aku lupa kalau hari ini ada jadwal pemotretan."

Chaerin mencari telepon genggam disaku baju yang dia pakai tadi.

Nihil. Tidak ada benda apapun disana.

Dia mencari lagi, dibalik bantal. Disaku celana. Didalam laci. Bahkan sempat ia melirik kedalam tempat sampah didekat pintu kamar, barangkali benda itu dibuangnya saat ia setengah mabuk semalam.

Tetap saja hasilnya nihil. Benda kesayangan Chaerin itu tidak nampak sama sekali di kamar.

Gadis itu mulai panik, "Apa mungkin aku meninggalkannya di bar Dae oppa? Chae.. Kenapa kau selalu ceroboh?" , ia menepuk dahinya sendiri.

Chaerin baru saja akan membongkar tasnya saat ia mendengar suara pesan masuk dari ruang tengah.
.
.
Ia melompat dari tempat tidur dan langsung menuju ruang tengah. Ternyata seonggok benda berwarna emas itu tergeletak diatas meja. LED-nya berkedip, menandakan ada pesan yang masuk.

"Kenapa kau bisa sampai disini?" , dia berusaha mengingat kejadian semalam hingga dini hari tadi. Sayang dia hanya ingat sebagian karena agak mabuk.

Ia mengambil handphonenya. Saat dibuka, wajah Seungri dengan rambut hitam dan senyum nakalnya langsung terpampang. Padahal Chaerin tidak pernah menyimpan foto 'kekasih'nya sama sekali.

Chaerin yakin sekali tadi handphonenya tertinggal disuatu tempat dan Seungri lah yang membawanya. Ia kini hanya bisa berdoa agar Seungri tidak melihat nama kontak Jiyong.

"Aku harus berterima kasih padanya nanti. Eung, siapa yang mengirimiku pesan sepagi ini?" , ia mengetuk layar. Membuka pesan yang masuk.

Nama yang tertera disana membuat jantungnya nyaris jatuh ke perut.

From : Dami Unni

Chae, bisakah kita bertemu hari ini? Sekitar pukul 8 di Cafe langganan Jiyong.

Mata Chaerin menyipit saat membaca kata demi kata yang terangkai dalam pesan.

"Aneh sekali. Biasanya Dami unni mengajakku berbelanja, tapi sejak aku bertunangan ia tidak pernah lagi mengajakku keluar. Kenapa hari ini dia mengajakku bertemu di cafe?"

Gadis itu melirik jam,

"Apa? Sudah pukul 7.30?! Berapa lama aku galau tadi?"

Chaerin segera membasuh wajahnya, ia hanya mengenakan kaos, celana hitam dan jaket. Disambarnya kunci mobil, tak lupa ia memasukkan handphone kedalam tas kecil yang ia bawa.

Ia masih merasa janggal dengan pertemuan ini. Namun apapun yang terjadi, ia tetap pergi kesana. Hatinya berkata ia harus pergi.

-Part V End-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang