Bab 8

4.3K 177 8
                                    

Sesampainya dirumah Almira..

Mereka memasuki rumah mewah itu. Menemui kedua orang tua dan adik Almira yang sudah menunggu diruang tamu. Ketika Almira datang membawa Lexa, terlihat raut bahagia diwajah kedua orang tua Almira. Kedua orang tua dan adiknya bangkit dari sofa untuk menyambut Lexa. Almira memperkenalkan Lexa pada mereka. Mempersilahkan tamu istimewa untuk duduk dan memberikan segelas jus segar. Berbincang-bincang sedikit sebelum memulai dinner.

"Kami senang kamu mau datang." kata Tante Mona(Mamanya Almira) dengan senyum tulus.

Lexa hanya tersenyum simpul menanggapinya.

"Semoga kalian bisa menjadi teman akrab ya." harapan Tante Mona.

Lexa tak banyak bicara. Mulutnya tiba-tiba kaku. Papanya Almira mengajak mereka menuju ruang makan. Semua makanan sudah siap. Bermacam-macam hidangan tertata rapi dihadapan Lexa. Ia berbisik, hanya beberapa orang yang makan malam saat ini tapi menunya saja seperti menyiapkan makanan untuk satu kampung(bermacam-macam). Gumamnya dalam hati. Ia sempat tertawa dalam hati. Merasa seperti tamu penting saja, padahal dirumahnya saja tidak pernah memasak sebanyak ini. Jelas saja, Lexa hampir tak pernah makan malam bersama orang tuanya dirumah. Sesekali hanya makan di restaurant, jika kedua orang tuanya ada sedikit waktu luang. Ia mengambil porsi sedikit, bukan karena tidak lapar tapi ia masih ada janji dinner dengan Agatha

Lexa duduk disamping Almira, berhadapan dengan orang tua Almira. Mamanya Almira mulai berangan-angan, ia membayangkan Lexa dan Almira bisa menjadi lebih dari teman dekat. Mungkin sepasang kekasih. Lexa begitu sempurna malam itu, seperti tak ada kata kurang. Paras yang tampan, busana yang sopan, dan tidak banyak bicara membuat seluruh perhatian keluarga Almira tertuju pada pria itu. Namun, jika orang tua Almira tau kelakuan Lexa disekolah apa mereka merestui hubungan anak mereka.

Lexa melihat arlojinya. Menunjukkan pukul 19:25 ia sudah mulai resah. Bagaimana jika ia terlambat datang? Ia ingin segera pergi dari rumah Almira tapi bagaimana caranya? Pertanyaan muncul seketika diotaknya.

Ketika Papanya Almira menatap Lexa sedang melamun. Papanya Almira mulai menanyakan beberapa pertanyaan pada Lexa sekedar basa-basi memecah keheningan seperti tinggal dimana, orang tuanya kerja apa, anak keberapa, setelah lulus SMA mau lanjut dimana.

Lexa menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan padanya. Meminum setengah minumannya untuk membasahi kerongkongan. Untuk mengakhiri makannya.

Setelah semua usai makan, Papanya Almira mengajak keruang tamu untuk berbincang-bincang. Mamanya juga bertanya tentang sekolah dan kedekatan mereka. Lexa menjawabnya, namun tak panjang lebar. Karena durasi waktu. Kini, keresahannya bertambah. Orang tua Almira terlalu banyak bertanya padanya. Ia mulai risih dengan semua itu, seperti terkekang dikantor polisi. Diintrogasi dengan banyak pertanyaan yang membuatnya jera. Waktunya makin berkurang, ocehan kedua orang tua Almira tak berhenti. Padahal anaknya saja tak banyak bicara, tapi orang tuanya terlalu banyak bicara. Jangan-jangan orang tua Almira itu polisi, atau tukang debat? Karena betah bicara.

Keadaan tak berpihak pada Lexa, tiba-tiba hujan deras melanda seluruh kota. Memang sejak sore sudah mendung dan bunyi bergemuruh datang beberapa menit sekali. Tapi dia tak menyangka jika hujan datang pada saat yang tidak tepat.

Lexa mendekati jendela. Melihat hujan turun dengan deras.

"Sial!!." gumamnya dalam hati, menatap hujan dari balik jendela ia benar-benar sebal saat itu.

Kaca yang sudah basah karena air hujan, membuatnya semakin resah. Bagaimana dengan Agatha? Apa dia sudah tiba? Masihkah dia menunggu ku? Apa dia kehujanan?. Kini pikirannya benar-benar kacau. Jika ia tidak bertindak, kedua orang tua Almira tidak akan berhenti mengoceh. Lexa mendekati mereka yang masih duduk disofa pamit untuk pulang, namun mereka tak mengizinkannya termasuk Almira.

"Hujannya deras. Tunggu reda dulu." kata Tante Mona menahan Lexa.
"Duduk, Lex." tambah Almira.

Apa boleh buat. Semua menghalanginya untuk pergi dalam keadaan hujan lebat. Hatinya gelisah. Ia memikirkan Agatha dari tadi. Berdoa dalam hati supaya Tuhan menghentikan hujannya meskipun hanya beberapa menit. Agar ia bisa pergi dan menemui Agatha.

~0~0~0~

Sementara itu dicafe..

Agatha sudah tiba dicafe tersebut pukul 20:10 ia menunggu kedatangan Lexa, memesan cocho delight segelas. Menatap dari balik jendela berharap Lexa segera datang. Bukannya hujan reda tapi malah tambah lebat. Ia mengirim pesan BBM pada Lexa, namun ada gangguan jaringan karena hujan lebat menjadi salah satu faktornya.

Dua jam berlalu,

Hujan mulai reda. Namun Lexa belum juga datang. Cafe juga sudah ramai dikunjungi sepasang kekasih dan beberapa kumpulan anak kuliah atau mungkin seusianya. Semua orang-orang itu memandanginya dengan berbisik-bisik dan tertawa kecut. Dicafe itu hanya dialah yang sendirian. Muak dengan orang-orang itu, Agatha pun segera bangkit dari tempatnya untuk keluar dari tempat itu dengan tatapan cuek pada mereka.

Tiga menit kemudian..

Lexa tiba dengan taksi, segera memasuki cafe dengan buru-buru. Menatap sekitar begitu penuh dengan orang yang tidak dikenalnya. Mencari Agatha dari meja satu ke meja yang lain. Ia tak peduli apa kata orang saat mereka menatapnya aneh. Mencari sesuatu keseluruh meja seperti orang bingung. Lexa mulai pasrah. Ia duduk sejenak disebuah kursi kosong. Membaca pesan dari Agatha, memeberitahu bahwa Agatha sudah menunggunya.

Memegang kepala dengan kedua tangannya. Mengobrak-abrik rambutnya serasa pikirannya panas. Lalu, mencoba menelfon Agatha berkali-kali. Tak satu pun panggilannya diangkat. Ia merasa sangat bersalah, kemudian pergi menuju rumah Agatha. Jarak cafe dengan rumah Agatha tak begitu jauh, cukup berjalan sekitar dua puluh menit saja. Untuk mempercepat langkahnya, Lexa berlari secepat mungkin.

Sesampainya didepan rumah Agatha ia berhenti. Keringatnya bercucuran disekujur tubuh ia tak peduli dengan masalah keringatnya. Yang terpenting dirinya sudah tiba didepan rumah Agatha. Menuju pintu untuk menekan bel disamping pintu rumah.

Namun, yang menyambutnya bukan Agatha. Melainkan Tante Shella(Mamanya Agatha).

"Lexa, ada apa malem-malem begini kesini?." tanya Tante Shella.
"Maaf  Tante kalo ganggu malem-malem begini. Agathanya ada Tante?."
"Agathanya sudah tidur." jawab Tante Shella lembut.

Lexa kecewa mendengarnya. Ia berdecak kecewa.

"Ya sudah Tante. Makasih." Lexa pun berbalik menjauh dari pintu.

Menjauh dari lingkungan rumah Agatha. Berbalik kembali untuk melihat keatas. Melihat jendela kamar Agatha yang terlihat senyap. Kemudian Lexa segera pergi dari tempatnya berdiri. Berjalan kaki untuk menuju rumahnya. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja.

Ternyata Agatha belum tidur. Dia meminta tolong Mamanya untuk berbohong. Tak mau bertemu dengan Lexa saat ini. Dirinya benar-benar kecewa dengan Lexa. Merasa dipermainkan. Ia membuka gorden kamarnya. Memastikan Lexa sudah pergi atau belum. Kenapa Lexa tidak datang? Apa dia lupa?. Sungguh tak percaya Lexa melupakan janjinya.

~0~0~0~

TBC..

Sudah sampai sini ceritanya. Gimana menurut kalian(?)

Sahabat dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang