Tiga tahun yang lalu, aku hanya seorang anak 15 tahun memiliki mimpi.
Dulu sekali...
Saat aku masih sempurna.
Saat kedua kakiku masih lengkap.
Saat kecelakaan itu belum merenggut mimpiku.
Menjadi atlet lari adalah impianku.
Riuh tepuk tangan terdengar di telinga saat aku berlari dalam lintasan merupakan makanan sehari hariku. Luapan emosi yang ku keluarkan saat memacu kedua kakiku untuk berlari. Euforia kebahagiaan terpancar dari orang-orang terdekatku ketika aku melewati pita finish yang pertama.Termasuk Jungkook.
Ia orang yang pertama kali datang padaku ketika berhasil melewati pelari lain, menjadi pertama memutus pita finish.
Orang pertama yang menyatakan bahwa dia mengidolakan aku, padahal saat itu aku belum pernah turun ke perlombaan tingkat nasional.
Teman pertama yang aku dapatkan di Seoul, ketika untuk pertama kalinya aku asli Daegu datang ke Ibu Kota.
Untuk pertama kali bertemu, aku ingat jelas. Jungkook atlet panahan di usianya baru menginjak 13 tahun, termuda di sana. Menjadikannya tidak mempunyai teman akibat usia dirinya dengan yang lain begitu timpang. Ia sering melihat-lihat latihan cabang olahraga lain, aku tau karena sering melihatnya di tribun untuk melihat atlet lari.
Namja imut itu datang padaku ketika sedang istirahat. Menyodorkan sebotol minuman isotonik dan handuk kecil sebagai tanda awal pertemanan.
Semakin lama, kami semakin dekat. Jungkook akan menyemangati ku ketika seleksi perlombaan dan aku akan menemaninya ketika latihan panahan. Jadwal aku dan Jungkook selalu berbeda, sehingga tidak ada masalah.
Namun, masalah datang secara tiba-tiba. Berawal dari selisih paham yang mengakibatkan Jungkook menghindariku beberapa hari. Jiwa labil dan emosional di umur Jungkook benar-benar membuatku lelah. Hingga akhirnya petaka itu terjadi.
Sore itu kota Seoul setelah diguyur hujan. Rintik air masih terasa di kulit ketika aku berlari mengejar Jungkook, ingin menanyakan apa yang membuatnya begitu menghindariku.
Aku raih bahunya dan memaksanya berbalik untuk melihatku. Tingkah kekanakannya tidak bisa lagi aku tolerir.
"Jeon Jungkook, kau ini kenapa?!" aku memanggil nama aslinya tanda aku benar-benar marah.
"Memangnya aku kenapa?!"
"Tingkahmu menghindariku, seperti anak kecil!"
"Tidakkah berfikir, kau juga seperti itu?"
"Kau mulai tidak sopan, Jungkook! Katakan apa alasannya hingga kau bisa bicara aku seperti anak kecil"
"Kau membuat janji tapi tidak ditepati. "
"Apa ini gara-gara aku lupa ke game center untuk menemani mu bermain?" Jungkook terdiam "demi Tuhan, Jungkook. Aku lupa, saat itu ada latihan seleksi mendadak dan handphone ku tertinggal di asrama. "
"Tetap saja! Janji tetaplah janji. Kau mengingkari janjimu."
"Itu hanya sekali, dan kau semarah ini, Jeon Jungkook?! Kau kekanakan sekali, sih! "
"Sekali hyung bilang?! Hyung sudah puas membuat janji dan melupakannya. Percuma aku memaafkanmu, karena akan terulang lagi besok. "
Jungkook hendak pergi di hadapanku, dengan cepat aku memegagang tangannya. Kami berada di pinggir jalan menjadi tontonan gratis pengguna jalan lain.
![](https://img.wattpad.com/cover/115760032-288-k948600.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
story BTS(brothership)
Fanfictionsekumpulan cerita oneshoot or twoshoot BTS yang setiap chapter berbeda.