sorry for typos
.
.
."Kau kira aku akan melupakan kejadian itu?"
Beam terdiam sebentar lalu mengangguk.
"Tentu saja. P'Forth saja sedang mabuk saat kita melakukannya." Beam menjawab apa adanya, tentu saja membuat Forth merasa bersalah.
"Jadi apa yang mau kau tuntut padaku?" tanya P'Forth lagi.
"Tidak ada. Lagi pula P'Forth melakukannya dengan tidak sadar."
"P'Fort bukannya aku sudah bilang, tak usah mencariku lagi. Aku tidak akan menuntut apa apa dari P'Forth, apalagi menyuruh P'Forth mengakui semuanya. Jadi lupankan semuanya." Beam yang bersikap sangat kalem sebelumnya berubah menjadi sosok yang berani.
'kau harus kuat' batin Beam
Beam membalikkan tubuhnya ingin pergi dari kamar Forth. Baru satu langkah ia meninggalkan kamar itu sebuah tangan menarik pergelangan tangannya lagi dengan kuat.
"Shit!" Teriak Beam. Belum sembuh bengkak yang di buat Forth tadi, Forth malah membuatnya semakin biru.
Forth tidak berkata apa apa dan langsung memeluk Beam. Dia harus bertanggung jawab, setidaknya ia harus membuat Beam merasa bahwa dirinya(P'Forth) tidak brengsek. Tidak dia memang brengsek. Setidaknya dia harus bertanggung jawab. Itu saja.
"P'Forth lepas." Beam berusaha melepaskan pelukan P'Forth dengan sekuat tenaga. Tidak mungkin dia bisa melawan tenaga anak teknik satu itu, P'Forth terlalu kuat. "P' tangan Nong sakit." Dan dengan seketika Forth langsung melepas pelukannya. Beam yang tadinya sudah mulai berani tiba tiba menangis menahan perih di tangannya.
"Maafkan P, Beam."
Baru kali ini Forth melihat Beam menangis. Orang seaktif dan sejahil Beam pasti jarang sekali terlihat menangis di depan umum dan ini pertama kalinya Forth melihat pria yang selalu ceria di depannya ini meneteskan air mata.
Rasa bersalah seakan memenuhi hati Forth. Dengan cepat Forth meraih tangan Beam.
"Maafkan P." Forth khawatir sekali ketika melihat tangan Beam yang sudah sangat merah hampir membiru.
Beam berusaha menahan tangisannya. Beam takut. Beam takut menunjukan sifat aslinya pada Forth. Beam takut orang orang akan mengejeknya cengeng. Dan yang terakhir Beam takut jika dia di hina gay. Beam sadar bahwa selama ini dia selalu menganggu wanita sana sini tapi lihat sekarang di jatuh pada pelukan seorang pria. pria.
.
.
.16:04. Beam terbangun dengan badan yang sangat pegal pegal. Kali ini bukan karena mereka melakukannya lagi. Hanya karena Beam menangis nangis tadi.
Beam takkan menyangka sebelumnya bahwa dia akan terbangun dikamar ini lagi, jangangkan bangun tidur disini menginjakkan kaki disini saja sudah tak terpikirkan.
Beam menolehkan wajahnya dan menemukan sosok tampan yang sedang tertidur.
"Kenapa P terlihat sangat pucat?" tanya Beam pelan pada dirinya sendiri. "Apa di kampus dia mengerjakan hal hal yang berat?"
Beam memalingkan wajahnya dari muka pucat Forth setelah mendengar telfonnya berdering.
"Ya Kit?"
"Dimana kau, kenapa tidak balik ke kampus?"
"Mungkin hari ini aku tidak masuk dan sekarang juga sudah sore mana mungkin aku kesana lagi."
"Apa Forth melakukan hal yang tidak tidak?"
"Tidak Kit. Sudah ya aku akan mengabarimu nanti."
Beam meletakkan smartphonenya lagi dan dengan perlahan turun dari atas ranjang milik Forth. Beam melihat seujur tubuhnya memastikan semua menempel di badannya.
"Huh mana mungkin juga aku dan dia melakukannya lagi." Pikir Beam.
Beam mengedarkan pandangannya. Ya tuhan. Memang dasar Pria. Berantakan. Kamar Forth sudah mirip kapal pecah.
"Mengapa aku baru menyadarinya sekarang?" Tanya Beam lagi pada dirinya sendiri.
Beam mulai memungut baju baju kotor Forth di lantai dan memasukannya pada kerangjang pakaian kotor yang berada di dekat kamar mandi Forth. Di lanjutkan dengan membereskan buku buku Forth yang sangat berantakan di atas meja belajarnya itu.
"Bagaimana dia bisa belajar dengan meja belajar seperti ini?" Omel Beam. Emang dasar Beam orang yang bersih, dia tidak bisa melihat barang barang berserakan. Harus rapi.
Beam keluar dari kamar Forth dan seketika ia mengehela nafas berat. Dia harus kerja keras hari ini.
Forth memiliki apartment yang memang luas beda dengan apartment yang biasa di pakai anak kampus mereka dan agak jauh dari sana.
"Percuma apartment besar seperti ini tapi berantakan." Lagi lagi Beam mengeluarkan komentarnya. Beam melihat nakas nakas yang berada di depan tv dan sedikit terkejut saat melihat foto Yo bertebaran di sana. "Harusnya aku tidak terkejut." Beam menyusun foto itu lalu meletakkannya dengan rapi di atas nakas.
Beam yang melihat rokok Forth langsung mengambil dan membuangnya. Beam sangat tidak suka rokok.
Beam berjalan menuju dapur dan lagi ia menghela nafas berat. Dapurlah bagian terparah di apartment ini. Dengan segera Beam membersihkannya.
"Beam." Beam menoleh dan menemukan Forth yang betelanjang dada.
"Pakai baju P." sahut Beam melanjutkan cuci piringnya.
"Apa kau melihat rokokku?" tanya Forth sambil mengambil minuman kaleng di kulkas.
"Lihat." jawab Beam singkat.
"Dimana?" tanya Forth lagi.
"Tempat sampah." Beam menjawab dengan datar.
"Ai'Beam kau keterlaluan." Sahut Forth kaget.
"Apa yang kau nikmati dari rokok. Sudah jelas ada foto orang terkena kanker disana dan P masi merokok juga. Mulai dari sekarang tidak boleh merokok, apalagi di depanku. kalau tidak- P!" Beam berteriak kaget saat Forth memeluknya dari belakang.
"Kalau tidak?"
Sialan biasanya Beamlah yang suka menjaili seseorang tapi lihat sekarang dia dijahili seseorang yang terkenal dingin dan kaku itu.
"Kalau tidak.... Aku akan membunuh P." Jawab Beam asal asalan dan segera melepaskan diri dari pelukan Forth.
"Tidak apa apa. Yang penting aku mati di tangan orang yang benar." Sahut Forth diakhiri dengan kekehannya.
TBC