💌
Sebulan berlalu, aku terkadang menyesal pernah mengatakan bahwa aku akan berusaha melupakan Sam. Nyatanya aku tidak bisa. Setiap hari, Daniel mengunjungiku. Wajahnya yang mirip membuatku terus saja mengingat Sam. Hingga suatu hari dia menembakku untuk jadi kekasihnya, aku tidak menjawab dan menggantungnya hingga saat ini.
Dan Zola mendadak sakit, entah apa yang baru saja dimakannya. Membuatnya harus bolak-balik ke kamar mandi dan mengeluh mulas. Dia berpesan padaku untuk membelikannya obat di apotik selepas pulang dari festival. Aku terpaksa meninggalkannya di rumah. Lagipula, dia juga mengijinkanku pergi. Padahal aku ingin sekali menghabiskan waktu dengannya di Festival bunga saat ini.
Dan kini, disinilah aku. Taman terluas di kota. Masih sama seperti lima tahun yang lalu. Hanya ada beberapa tambahan kursi kayu yang ditata acak dan air mancur di tengah taman. Selain itu, masih tetap sama. Festival bunga kali ini terlihat meriah, banyak pengunjung yang datang, mungkin karena festival kali ini mendatangkan salah satu artis ternama.
"Mengapa kamu tidak menghubungiku? Kita bisa pergi bersama." Aku mendongak dan mendapati Daniel yang sepertinya kesal.
Aku hanya tersenyum simpul, menggeser tempat duduk untuknya. "Aku tidak ingin terus merepotkanmu, Daniel."
"Kamu sama sekali tidak merepotkanku. Mengapa kamu selalu beranggapan begitu?"
Aku bertopang dagu dan mengamati reaksinya saat sedang marah, lucu sekali.
"Dengar, Salwa, aku melakukan semua ini dengan tulus, tanpa paksaan dari siapapun." Dia menangkup wajahku dengan telapak tangannya yang terasa hangat. "Sekarang aku tau kenapa Sam sangat menyukaimu."
Aku mendelik ke arahnya.
"Kamu berhati baik, juga cantik." Dia mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya, seperti permainan sulap. Dia memberiku bouquet bunga yang indah.
"Bunga untuk ratunya semua bunga," katanya.
Aku yang notabenenya pencinta bunga, menerima bunga dari Daniel dengan kedua tanganku yang bebas.
"Kamu menyukai hadiah dariku?" tanyanya.
"Tentu saja, bagaimana aku bisa menolak bunga seindah ini," sahutku seraya mencium aroma bunga yang sudah menjadi kesukaanku dari kecil.
"Apa ini? Surat dari siapa?" tanyaku ketika mendapati sebuah surat dari dalam buket bunga.
"Sam menulis itu di saat-saat terakhirnya. Aku berniat untuk membacanya, tapi dia melarangku. Katanya, itu khusus untuk Salwa. Dan dia menyuruhku memberikannya padamu saat Festival bunga."
Aku tercekat. Membuka amplop yang berisi kertas yang bertuliskan sederet kata membentuk kalimat dengan penulisan yang tidak begitu rapi namun masih jelas dibaca. Dari situ, aku tahu bahwa Sam menulis ini dengan susah payah.
Dear, Salwa.
Hai. Ehm, halo. Senang melihatmu membaca suratku. Maaf karena aku tidak pernah membalas semua surat-suratmu. Sebenarnya aku menyuruh Daniel untuk selalu mengambil surat darimu dan mengembalikannya lagi ke kotak pos. Aku membaca semuanya. Surat-surat darimu tidak pernah membosankan bagiku. Jika suatu saat kamu akhirnya melihatku menyatu dengan tanah, beri aku bunga terindah dan sepucuk surat saat kamu menyambangiku ya hehe
Pasti hari ini kamu sedang duduk di taman dan serius membaca surat ini. Dan kamu telah mengetahui semua kebenarannya, kan? Jangan lupa, aku kan bisa meramal masa depan.
Daniel, dia adalah seorang kakak yang baik. Aku tidak pernah bisa memanggilnya dengan sebutan kakak, entah mungkin karena kita lahir kembar. Dan aku menganggapnya seumuran.
Setiap kali dia pulang dan membawa surat-suratmu, aku senang. Tapi tidak dengan dia. Dia selalu cemas denganmu. Dia memikirkanmu, Salwa. Melebihi aku. Kamu bisa mengecapku orang paling pengecut karena tidak berani mendatangimu dan berkata yang sejujurnya. Tolong, maafkan aku.
Sakit ini sungguh menyiksaku, tapi Daniel selalu mentransfer semangat dengan embel-embel "Salwa menunggumu". Selalu seperti itu, karena dorongan darinya dan kuasa Tuhanlah aku bisa hidup lebih lama dari yang diperkirakan dokter.
Tapi rupanya waktuku sudah tidak lama lagi, saraf tanganku sebentar lagi tidak akan berfungsi. Dan pada akhirnya aku memilih menyerah.
Mulai sekarang belajarlah hidup tanpa aku. Daniel, dia akan menjagamu. Dia akan memperlakukan dan menjagamu lebih baik daripada aku.
With love,
Your Beloved Samuel.Aku menatap Daniel lekat, dia balik menatapku dengan senyum yang tulus. Aku memberikan surat itu kepada Daniel. Hatiku sudah tidak selemah sebulan yang lalu. Jadi, aku tidak menangis lagi. Dia sempat terkejut, tapi akhirnya dia membuka dan membacanya.
"Are you ok?" tanyanya saat melihat wajahku yang nampak sedikit pucat.
"Aku baik-baik saja."
Dia meraih kedua tanganku dan merangkumnya dengan tangannya. Aku membalas senyuman hangatnya dengan tulus.
"Thanks for being my healer, Daniel."
"Kamu cantik saat menatapku dengan lengkungan senyummu yang indah."
Aku tertawa atas bujuk rayunya yang tak pernah bosan ia lontarkan untukku.
"Apa kamu bersedia menerimaku sekarang?"
Aku mengangguk sebagai balasan atas pertanyaannya. Dia berlonjak dari tempat duduk. "Akhirnya.. terimakasih lebah kecil." Dia mencubit pipiku dengan ganas, membuatku meringis.
"Apa kamu mau mengantarku ke makam Sam nanti? Aku akan memberinya bunga dan sepucuk surat seperti yang diharapkannya."
"As your wish, beauty."
Kami saling pandang dan mengulas senyuman. Festival bunga tahun ini memberiku luka dan suka secara bersamaan. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya, sedangkan tangan kami masih saling bertautan.
Dear, Samuel
Lihatlah aku dari atas sana, bukankah aku terlihat bahagia?
Jangan khawatir lagi denganku, aku janji akan hidup lebih baik ada atau tanpa hadirmu.Sam..
Andaikan waktu dapat kuputar, aku ingin kamu berkata yang sejujurnya padaku tentang apa yang kamu rasakan, sehingga aku tidak merasa seolah aku yang paling menderita.Tuhan memberimu luka sekaligus penawar sebagai obat. Tuhan menitah seseorang itu pergi dan menggantinya dengan yang lebih baik. Bukankah begitu?
Daniel, dia sungguh baik padaku. Kami berbagi rasa, suka maupun duka. Dia sungguh mirip denganmu dari segi fisik. Dia juga punya mata biru yang indah sepertimu. Bedanya, kamu meninggalkanku dengan sejuta tanya sedangkan dia penawar luka saat tangisku meluruh karenamu. Aku tidak bisa memungkiri bahwa aku menyayangimu, juga menyayanginya.
💌
— E N D —
Letter for Samuel
July, 30.
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter for Samuel
Short Story[SELESAI] "Tidak pernah terselip rasa lelah untuk mengirimu surat, yang entah kamu baca atau tidak. Hanya dengan begitu aku bisa berbincang denganmu, mencurahkan betapa berat hari-hari yang aku lalui tanpa hadirmu. Aku merindukanmu, Sam. Sangat mer...