Ting...
Pintu lift itu terbuka. Membiarkan seorang wanita dengan kacamata, masker, dan topi yang serba hitam itu melangkah keluar melewatinya. Sang wanita itu berjalan dengan anggun, walaupun pakaian yang ia kenakan saat ini sungguh jauh dari kata anggun.
Skinny jeans, sweater abu-abu, dan sneaker. Membuat tampilannya sedikit terlihat swag. Ia berjalan sambil menarik koper besarnya. Memperhatikan nomor yang tergantung di pintu, satu-persatu.
Wanita itu akhirnya berhenti tepat di salah satu pintu apartemen. Ia merogoh kantongnya, mencari sebuah kartu. "Nah, ini dia. Huh, akhirnya kau sampai juga, Lyana," gumamnya pada diri sendiri.
Lyana memperhatikan sekilas kartu itu. Lalu menempelkannya pada sensor untuk membuka kunci pintu. Tapi, pintu itu tidak terbuka. Wanita itu mengernyit heran, kenapa bisa pintunya tidak terbuka?
"Ah, mungkin aku kurang pas menempelkannya."
Lyana mencoba lagi, menempelkan kartu itu pada sensornya. Tapi, tetap saja, pintu itu masih tidak terbuka. "Loh, ini kenapa, sih? Tidak mungkin rusak, kan?" gerutunya sambil membolak-balik kartu tersebut.
Lalu, ia memperhatikan enam digit angka yang tertera di kartu itu. "Ya sudahlah, pakai password saja."
Akhirnya, Lyana menekan beberapa angka tersebut untuk memasukkan password-nya. Tapi, sekali lagi. Pintunya tidak berhasil terbuka. Bahkan Lyana sudah melakukannya berulang-ulang. Namun, hasilnya tetap sama. Lyana belum bisa masuk ke apartemennya untuk segera meringkuk di tempat tidur yang sudah sedari tadi dinantikannya.
"Argh, apa-apaan ini? Pintu sialan! Ayolah, cepat terbuka," gerutunya sebal, sambil masih menekan password-nya.
Hingga pada akhirnya, pintu yang bagi Lyana begitu keramat itu terbuka. Menampilkan sesosok lelaki yang dengan lancangnya menarik lengan Lyana, lalu memutarnya ke belakang punggung wanita itu.
Sedangkan Lyana begitu terkejut, ia bahkan tidak sempat mencerna apa yang tengah terjadi pada dirinya. Hingga sedikit rasa sakit di pergelangan tangannya itu membuatnya tersadar.
"Yya, siapa kau? Berani-beraninya kau melakukan ini padaku?" Lyana menjerit. Sungguh, semuanya terjadi dengan sangat tiba-tiba. Ia pun sedikit memberontak, berusaha melepaskan tangannya.
"Harusnya aku yang bertanya, siapa kau? Berani-beraninya kau mau memasuki apartemen orang lain?" Bahkan suara lelaki itu begitu menusuk, membuat Lyana bergidik ngeri. Dalam hati ia bertanya-tanya, laki-laki sialan darimana ini, beraninya memiting tangannya.
Suara bariton lelaki itu kembali terdengar, diikuti dengan senyum sinisnya. "Apa kau mau mencuri?"
Lyana membelalakkan kedua matanya. Ia tidak salah dengar, kan? Dalam hati, wanita itu terus mengumpat. Betapa beraninya lelaki itu bertindak seenaknya padanya. Huh, lelaki itu belum tahu saja siapa dirinya.
Lyana mengatur napasnya. Lalu, dengan cepat ia menendang kaki lelaki itu yang kini berada tepat di belakangnya. Hingga akhirnya Lyana berhasil lepas dari cengkramannya. Ia tersenyum puas melihat lelaki itu kini meringis sambil berjingkat-jingkat dengan satu kakinya.
"Yya, perempuan gila. Beraninya kau!"
Lyana berkacak pinggang, sambil memandang lelaki itu dengan tatapan beraninya. "Kenapa, hah? Kau... mau memitingku lagi? Ayo, coba saja kalau kau bisa," tantang Lyana yang mengundang emosi lelaki itu.
"Oh, astaga. Apa kau bilang?" Lelaki itu tertawa kecil, begitu tidak percaya dengan ucapan Lyana. "Asal kau tahu saja. Kalau kau bukan perempuan, sudah kupatahkan kedua kakimu itu," ucap lelaki itu sambil menatap tajam Lyana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Next Door
RomanceDi usia yang bisa dikatakan kelewat matang, 28 tahun. Lyana Adista, seorang model cantik asal Negeri Ginseng, belum juga menemukan Sang Pujaan Hatinya. Sedangkan ayahnya, terus meminta dirinya untuk segera duduk di kursi pelaminan bersama seorang pr...