His hand.
"Masih kuat?" Langkahnya terhenti saat dia menoleh ke arahku untuk bertanya.
Nampaknya kami tertinggal agak jauh dengan peserta lain dari tim pendakian ini. Padahal kami baru melewati pos dua, maklumlah karena aku sekarang jarang berolahraga.
Kepalaku mengangguk. "Hmm."
"Kenapa belum menyerah?" Jalan landai yang kami lewati agak lebar hingga bisa leluasa berjalan untuk dua orang di treking taman nasional ini.
"Menyerah untuk apa?"
"Nyerah sama si K, lah." Langkahnya yang lebar membuatku tertinggal dua langkah di belakangnya.
"Memang kenapa dengan si K?"
"Si K, kan nyebelin." Suaranya kecil tersamar dengan suara aliran air terjun yang kami lewati namun masih bisa kudengar.
Jalanku dipercepat agar menyamai langkahnya. "Tapi dia baik," sahutku tegas. Rasanya sebal jika ada yang membicarakan tak enak tentang si K.
"Tapi dia nggak peka." Dia berhenti memungut puntung rokok yang ditemui di depannya, kemudian di selipkan di kantung kiri carrier-nya.
Sedih ya, sudah sering kali kami memungut sampah makanan atau minuman selama jalur pendakian.
Apa mendaki gunung kini hanya jadi ajang agar dianggap kekinian?
Dimana kepedulian mereka yang mengatakan pecinta alam?
"Biarin."
"Dia juga cuek."
"Siapa yang bilang?"
"Barusan aku yang bilang." Dia berhenti sejenak untuk minum sementara aku membetulkan letak carrier di punggung yang terasa tak nyaman sejak tadi.
"Kamu bakalan sering ditinggal."
"Kata siapa? Aku bakal ikut kemana dia pergi."
"Meski ke ujung jurang sekalipun?"
"Ya, tapi aku bawa tali dulu. Biar bisa selamat berdua."
"Keong saja akan pindah ke cangkang lain jika cangkangnya sudah tak nyaman, masa kamu nggak mau pindah?"
"Kalau rasanya bersama dia sudah nyaman seperti di rumah walau dimanapun, untuk apa pindah?" Dia diam hanya tersenyum setelah mendengar ucapanku. "Apalagi ke lain hati."
Jalan landai yang kami lewati sudah berganti tanjakan tanah yang bercampur akar-akar pohon yang membentuk tumpuan seperti tangga alami.
Pohon-pohon sekitar kami pun sudah tak terlalu tinggi batang pohonnya. Tanda bahwa kami akan segera sampai di puncak.
Saat aku merasa kesulitan untuk melangkah ke tempat yang lebih tinggi. Tangan kanannya terulur ke arahku, menawarkan bantuan.
Tapi uluran tangannya mengingatkanku saat dulu dia menawarkan sejuta kenyamanan.
Kenyamanan layaknya rumah tempatku kembali.
"Thanks, Kinan."
***
Aniway... Cerita pendek ini sudah pernah di upload untuk ikut challange di grup HOR di fb di edit sedikit sih.Tapi ndak ada salahnya juga di share di sini.
Saya sedih liat foto viral pemuda yang 'mungkin' ingin di anggap keren karna dengan bangganya mencabut bunga adelweis sampai ke akar2nya di gn Rinjani. 😭
Dia nggak pernah ngerasaain bahwa sampai di puncak aja sudah puas dengan di tambah bonus pemandangan. 😩
Saya ndak tau ini bagus atau ndak, tapi saya lagi berusaha untuk mulai nulis lagi 😅
Tapi mudah2an yg baca terhibur. Met minggu malam. See you 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
KOPI SENJA
Short StoryCuma cerita iseng saat rindu dengan senja... Kumpulan kata-kata di sini semuanya nggak jelas. Saya sudah mengingatkan ya...