Destiny

1.1K 125 13
                                    

Teriakan para gadis itu menggema digedung basket ini, diantara sepuluh orang pemain hanya satu nama yang dielu-elukan oleh semua gadis. Stefan William. Pria tampan itu memang memiliki sejuta pesona yang dapat memikat hati para gadis disekolahku, tak terkecuali aku. Wasit meniupkan peluitnya tanda bahwa permainan ini telah usai, skor akhir yang terpampang di papan skor adalah 49-60. Sekolahku menang lagi. Suasana semakin ramai, para gadis tak henti-hentinya berteriak memuji kehebatan sang kapten basket —Stefan William—. Pria itu tersenyum tipis menatap kami, dan tentu saja hal kecil itu membuat para gadis semakin berteriak histeris dibuatnya.

"Yuki, kau harus menyatakan perasaanmu!" Untuk yang kesekian kalinya kalimat itu terlontar dari celah bibir kedua sahabatku

Aku kembali menggeleng sambil menatap mereka

"Oh.. ayolah! Ini kesempatan terakhirmu, sebelum lulus dari sekolah ini."

Ya... itu benar ini memang kesempatan terakhirku sebelum aku pergi ke London untuk melanjutkan sekolah disana.

Aku menarik napas panjang, mungkin apa yang dikatakan Chika dan Nina itu benar. Baiklah tekadku sudah bulat aku harus menemui dia. Ya Tuhan.. semoga ini tidak menjadi sia-sia, jika ia menolakku aku tidak rugi karna aku telah menyatakan perasaanku padanya.


---

"Um.. Stef—Stefan." Untuk pertama kalinya aku memanggilnya, uh.. baiklah aku harus selesaikan ini

"Memanggilku?"

DEG! Oh Tuhan... dia tampan sekali !

"A.. aku ingin bicara denganmu, um.. apa bisa?" Aku menatapnya dengan gugup

Ya Tuhan semoga dia tidak mendengar detak jantungku.

"Kalian duluan saja, aku ada urusan sebentar." Ia beralih menatapku sambil menaikkan sebelah alisnya, memandang wajahku

Ugh.. pipiku rasanya panas.

"Apa?" Ujarnya dengan nada dingin

Aku menarik nafas mencoba menormalkan detak jantungku. "Um.. se.. sebenarnya aku menyukaimu, terserah kau mau jawab apa tapi—"

"Aku senang kau juga menyukaiku."

Apa katanya? Aku senang kau juga menyukaiku Apa telingaku sedang tidak beres? Aku kembali menatap lelaki ini binggung dan rasanya mulutku hampir terbuka saat mendengar ucapnnya tadi. Stefan tersenyum lembut menatapku, dan uh.. rasanya pipiku seperti terbakar dibuatnya. Geez apa lagi ini?! Stefan berdiri dihadapanku membuat aku harus mendongak menatapnya, karena dia sepuluh centi lebih tinggi dariku.

"Apa maksudmu?" Aku bersumpah jika tampang wajahku benar-benar terlihat bodoh saat ini bahkan pertanyaan yang aku ucapkan sama bodohnya dengan wajahku. Ya Tuhan...

Stefan kembali tersenyum, sementara aku menahan napasku selama beberapa detik seperti orang bodoh.

"Aku juga menyukaimu, gadis manis yang pendiam juga misterius.."

Glek! Apa katanya? Entah dorongan dari mana aku menapar wajahku sendiri dan alhasil aku malah meringis kesakitan karenanya.

"Hei! apa yang kau lakukan manis? Lihatlah pipimu sekarang menjadi lebih merah dari kepiting rebus." Stefan kembali tersenyum menatapku, ia lalu mengusap pipiku perlahan

"Uh.. kau mengada-ada."

Aku mengelak ucapannya, namun pria itu malah menertawakanku. Hell. Ya ampun, sejujurnya ia berkali-kali lipat lebih tampan jika terus seperti ini. mata cokelat nya, hidunya yang mancung dan tulang rahangnya yang kokoh itu benar-benar sempurna dan ah.. ya, bibir merahnya itu.. Uh baiklah Yuki berhenti!

"Sudah puas mengagumi ketampananku nona?"

Blush.

Dia mengangkat sebelah alisnya sambil mengerling genit, ya ampun ini benar-benar kejadian langka. Ternyata ia bisa menapakkan wajah seperti itu, padahal biasanya raut wajahnya hanya dingin dan err.. sedikit arogan.

"Stefan berhenti menggodaku."

Ya Tuhan lihatlah, kenapa pria ini bisa terlihat tampan dan menyebalkan disaat bersamaan?

"Kenapa kau sangat mudah digoda?"

Detik berikutnya kejadian yang benar-benar diluar dugaanku terjadi.

Aku melebarkan mataku ketika Stefan menempelkan bibirnya tepat diatas bibirku sedikit melumatnya. Rasanya jantungku berhenti berdetak, aku benar-benar shock dan tidak percaya dengan apa yang terjadi.

"Kau.. ap—apa yang baru saja..."

Demi Tuhan, kejadian ini benar-benar diluar dugaanku.

"Mencium gadisku, apa salah? "

"Maksudmu apa?"

"Tadi kau menyatakan perasaanmu kan? Aku menerimanya."

Aku tercengang, oh.. apakah?

"Tapi... aku—" Dia kembali menyela ucapanku

"Aku tau, London hem? Aku sudah mengurus semuanya." Stefan memaikkan anak rambutku dengan jarinya,

"Bagaimana kau?" Aku menutup mulutku tidak percaya, Aku menatap wajah Stefan kemudian berhambur kepelukkannya.

Apakah ini yang dinamakan takdir cinta? Err.... entahlah.

KUMPULAN CERPEN (Stefan-Yuki)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang