👉 Nyebelin 3 👈

2.4K 188 14
                                    

Edisi revisi. Enjoy it..

Gue berada di kampus, sedang suntuk mengerjakan Tugas Akhir di perpustakaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue berada di kampus, sedang suntuk mengerjakan Tugas Akhir di perpustakaan.

Awal masuk perpus sih dengan semangat 45, gue bertekad segera menyelesaikan kuliah yang terbengkelai.  Tapi setengah jam kemudian semangat gue drop pesat. 

Yaelah, susah bingitz ngerjain skripsi ini! Apa gue kena karma sama dosen gue?

"Arghh!"  Gak sadar gue menggerang kesal.

"Psstttt!!" tegur seorang cowok yang dalam mode konsetrasi tingkat dewa saat membaca buku tebal di pangkuannya.

Ck!  Gue emang paling gak cocok dengan suasana perpus.  Gue pun beranjak meninggalkan perpus.
Terus bertemu dengan Lola yang berada di kantin kampus bersama Bule dan cabenya.. siapa namanya, Jastea ya?

"La, bagi dong!" pinta gue sambil menyerobot sepotong siomay di depan Lola.

Lola membelalakkan matanya kesal, mungkin dia sedikit gak rela hak miliknya gue rampas.

"Cih, pelit amat.  Padahal gue kan mantan teman lesbi lo," goda gue.

"Queeny!" tegur Lola jengah.

"Haish, gak usah malu Say," ucap gue makin menjadi sembari merangkul Lola erat.

Tumben Lola jaim banget, dia berusaha melepas rangkulan gue.  Gue ketawa ngakak, usil gue makin menjadi.  Gue nyaris mencium Lola andai saja tak terdengar suara maskulin di belakang gue.

"Bisa gue duduk di tempat gue lagi?"

Gue menoleh dan melihat Bastian Hutomo sedang cengar~cengir memandang gue.

"Kok lo bisa ada disini?" cetus gue heran.

"Kebetulan lagi ada perlu di kampus ini, jadi gue mampir," sahut Bastian ramah.

"Ups, sorry.  Jadi ini tempat duduk lo?"

"Iya Queen, dan siomay yang elo embat tadi juga punya gue," ledek Bastian sambil terkekeh geli.

Kampret!  Sekarang semua memandang penuh nista pada gue seakan gue ini hewan piaraan yang patut dikasihani.  Gue bergeser memberi tempat pada Bastian.

Bule mengacak poni gue gemas.

"Kaciannya teman gue ini, laper ya Sayang?  Mau makanan gue?" tawar Bule lebay, dia menyodorkan mangkok baksonya didepan gue.

Jastea... eh Jasmine, sontak melotot geram dan menarik balik mangkok bakso bule.

"Gue masih sanggup menafkahi diri gue sendiri, lagi!" ketus gue.

"Percaya... percaya.." ucap Bastian, memamerkan senyum misteriusnya.

Ck, jangan~jangan dia tahu tentang Dean dengan sikap super pelitnya itu.  Mata Bastian menatap gue prihatin.

"Ini tadi saking suntuknya sama skripsi maka gue berniat mengusili Lola."

“Betulkah kalian mantan lesbi?" goda Bastian.

Lola spontan mencubit pinggang Bastian manja.

"Lola, teganya lo enggak mengakui hubungan kita dulu?" timpal gue kumat usilnya.

Lola mendelik kesal pada gue.  Haishh, mendadak cewek ini jadi sok jaim didepan Bastian.

"Kita pernah saling menyayangi, pernah sepiring berdua, pernah seranjang berdua, pernah..."

"Ehmm... ehmm.."  Suara dehaman dingin di belakang gue membuat bulu kuduk gue merinding disko.

"Jadi begini kerjaan kamu di kampus?  Memang tidak menggoda cowok, tapi malah terang-terangan mengajak sohib kamu berselingkuh?" tegur Dean dengan muka datar.

"Oh Sayang, daripada gue main mata dengan cowok lain, kan mending gue menggoda Lola," kata gue menanggapi.

Dean sengaja memilih tempat duduk ndusel antara gue dan Bule dan dengan seenaknya dia meminta Bastian bergeser.

"Bastian, tolong kamu geser kesana.  Jangan duduk terlalu dekat dengan Queeny."

Bastian bergeser kearah Lola sambil meledek Dean, “susah deh berurusan dengan suami pecemburu."

Dean gak menjawab, dia hanya menatap tajam tangan kanannya itu.

"Sayang, tumben lo ada waktu main kemari," kata gue sambil bersandar di bahu Dean.

Dean tersenyum mesra, dia mengelus rambut gue protektif.

"Berhubung sudah lama aku belum kunjungan kerja ke divisi ini, jadi kusempatkan kemari.. sekalian mengecek kelakuanmu di kampus."

"Gue manis aja kok di kampus, malah lagi suntuk mikirin skripsi," kata gue dengan bibir mencebik.

Mengingat skripsi membuat mood gue jadi jelek.

"Usaha yang gigih dong, masa mau jadi mahasiswi selamanya?" gumam Dean lirih.

"Dean, lo adalah pemilik saham universitas ini, apa lo bisa nego pada pihak kampus supaya gue lulus dengan mudah?" bisik gue merayu sembari mengelus pipi Dean.

Dean tersenyum manis, lalu menjawab dengan tegas, "TIDAK!!"

Dia menolak gue mentah~mentah.  Gue spontan duduk dengan tegak dan menyandarkan kepala gue di meja kantin.  Meratapi nasib gue yang bakal dibuat rempong urusan skripsi.

"Tadi kalian berdua bisik~bisik mesra lalu sekarang marahan.  Queeny, apa lo barusan minta jatah tapi ditolak laki lo?  Mau gue bantu?" tawar Bule kenes.

Dean sontak melirik Bule sadis dan Jastea.. eh Jasmine, menjewer telinga Bule.

"Kamu sudah gak sayang nyawa sendiri?" ancam Dean.

"Jangan, Kak.  Gue yang masih sayang nyawa cowok ini," timpal Jasmine.
Kemudian dia  menyeret Bule pergi secepat mungkin.

"Ck.. ck.. ck.. adik gue.  Perkasa banget!" komentar Bastian setengah bercanda.

Biasanya kalau ada kejadian nyleneh begini pasti gue ikut nimbrung, cuma sekarang gue lagi badmood.  Gue suntuk mikir skripsi gue yang sulitnya gak kebayang.  Apa mungkin otak gue udah berkarat saking lamanya gak dipakai kerja keras?

"Queeny, lo kenapa?" tanya Lola heran.

"Entah.  Rasanya lemas, La.  Malas aja mau ngapain.  Kepala gue juga pusing, gak ada nafsu makan," jawab gue menghiba, berusaha memancing iba.   Siapa tahu Dean kasihan dan bersedia mengabulkan permintaan gue tadi.

"Queen, jangan~jangan lo lagi.. hamil?"  Lola menatap gue berspekulasi.

Dean terkejut.  Ia memandang gue penuh harap, lalu meneliti perut gue.  Dan mendadak ada ide gila yang mencuat dari otak pas~pasan gue.

"Masa iya gue hamil?  Tapi emang sih, akhir~akhir ini gue sering mual... huekk," gue sengaja berakting seperti orang mual.

"Queeny, selamat ya!!  Dean selamat!!  Sekarang kalian bakal jadi papa dan mama.."  Lola memeluk gue, lalu mengangsurkan tangannya pada Dean.

"Iya, terima kasih banyak," sahut Dean sumringah.

Timbul rasa tak nyaman saat gue memperhatikan ekspresi Dean.  Ya ampun, dia begitu gembiranya karena merasa sebentar lagi bakal jadi bapak!

Namun begitu ingat nasib skripsi gue yang maha sulit itu, gue pun menguatkan hati.

"Dean, mengenai skripsi gue.. gue gak sanggup mengurusinya karena kondisi gue seperti ini.  Bagaimana kalau lo.."

Cup. 

Dean mengecup bibir gue sekilas.

"Tenang aja, Sayang.  Nanti skripsimu aku yang membereskan.  Kamu konsen ke anak kita saja.  Kamu gak usah stres memikirkan skripsi, bisa-bisa anak kita lahir botak.  Dan sebelum kelahiran anak kita, aku pastikan kamu sudah lulus kuliah.  Jadi setelah melahirkan, kamu bisa konsentrasi mengurus anak kita dan... aku tentunya," ucap Dean memaparkan rencananya.

Astaga, semua masalah gue teratasi dengan ide konyol ini!  Kenapa gak dari dulu gue pakai siasat ini?

Tentang masalah hamil abal-abal akan gue pikirkan nanti saja!  Setelah ini, gue akan berusaha keras supaya Dean bisa menghamili gue.

"Ohya untuk merayakan berita bahagia ini, Bastian.. kamu kasih tahu pengelola kantin bahwa hari ini semua makanan di kantin kita digratiskan buat semua mahasiswa!" putus Dean.

Jiahhh, gak salah Dean yang pelit melakukan ini?!  Mampus dah jika suatu saat dia tahu yang sebenarnya!

"Dean, lo serius mau melakukan ini?" tanya Bastian menyangsikan.

"Jangan!  Lo gak perlu melakukannya, Dean... mubazir tauk!  Sayang jika uang kita tersia-sia, bukannya lo biasa hidup pelit?  Buat apa buang duit seperti ini?" cegah gue.

Dean tertawa lebay untuk menutupi kekesalannya.

"Sayang, aku ini bukan pria pelit.  Sebenarnya aku dermawan.  Bastian, beritahu ibu kantin untuk menggratiskan semua makanan disini bukan cuma hari ini.. tapi sampai seminggu!"

"Dean!!" protes gue.

Gawat!  Efek kebohongan gue berpotensi merugikan semakin besar!

"Kenapa, Sayang?  Apa mau digratisin sebulan?"

Arghhhh!  Makin frustasi gue.. 

~~~😯😥😧~~~

Gawat, dari kampus Dean membawa gue ke klinik kehamilan.  Dia mau memeriksa kehamilan gue.  Masa rahasia gue bakal terbongkar secepat ini?  Bahkan skripsi gue belum disentuh Dean sama sekali!

Gue masih duduk dengan perasaan galau ketika Dean datang menyodorkan sesuatu.

"Sayang, ini ada tes strip kehamilan. Cobalah... petugasnya bilang hasilnya langsung keluar, tak hanya bisa dilakukan di pagi hari saja."

Bagaimana gue bisa menolak?  Dean membuat gue gak berkutik dengan mendorong gue ke restroom wanita.  Akhirnya gue cuma duduk bengong diatas closet.

Nyebelin banget!  Masa gue harus mengakui kebohongan gue sekarang?!  Lalu bagaimana jika Dean marah dan memberi hukuman berat?  Terus, gue disuruh membayar uang yang dipakainya untuk menggratisi semua mahasiswa di kantin selama seminggu! 

OMG!!  Gue bisa gak jajan seumur hidup nih.

Tengah gue galau berat, gue mendengar tangisan seorang cewek di luar toilet.  Karena penasaran gue mengintip keluar dan melihat cewek berseragam SMA berdiri di depan meja rias restroom.  Cewek itu sedang bertelpon sambil menangis bombay.

"Brammmm, gue hamil.  Hik hik.. bagaimana sekarang?  Gue takut!"

"......"

"Digugurin?  Aih, gue takut dosa Bram.  Kenapa lo gak mau tanggung jawab?  Hik hik.."

"........"

"Iya, gue tahu.  Kita ketemu disana sekarang."

Cewek itu menutup telponnya.  Dia memandang hasil tes strip kehamilannya.  Ada dua garis merah disana.  Dia mendesah berat, lalu membuang hasil tesnya di tempat sampah.

Yesss!!  Pucuk dicinta ulam tiba!!

Begitu cewek itu keluar dari restroom, gue segera keluar dari toilet.  Gue ambil hasil tes kehamilan cewek itu dan menunjukkan pada Dean.

"Ya Tuhan.  Sayang, kamu beneran hamil!  Aku mau jadi Papa!!"  Dean memeluk gue erat.

Selanjutnya... 

Astagah, saking senangnya Dean memeluk semua orang di ruangan ini.

"Tolong ucapkan selamat, saya mau jadi papa!" ucap Dean antusias.

"Oh, selamat Nak," timpal seorang ibu paruh baya.

"Selamat, Pak," sahut yang lain.

Gue melongo melihat tingkah Dean yang antik.  Sekelumit rasa bersalah menelusup dalam hati gue.  Hadeh, biar ajalah.  Pastikan saja setelah ini gue bisa hamil betulan.

"Sayang, setelah ini kita pergi ke Dokter kandungan ya, untuk memeriksa kesehatan calon bayi kita," ajak Dean semangat.

Nah lho!! 

Mampus deh gue.

"Dean, gue gak mau ke dokter!" teriak gue panik.
"Kita pulang aja, gue gak suka ke dokter!" tambah gue rewel.

"Sayang, tapi anak kita perlu dokter.. dia harus diperiksa."

"Enggak!  Pokoknya gak mau ke dokter!"  Gue bersikeras.

"Tapi.." Dean menggaruk rambutnya, bingung.

"Nak, mungkin istrimu alergi dokter.  Tak apa, bisa jadi itu bawaan bayi.  Saya dulu juga begitu," ucap wanita paro baya yang tadi dipeluk Dean.

Puji Tuhan, ada yang membela gue.

"Tapi kalau istri saya alergi ke dokter, masa anak saya nanti diperiksa dan dilahirkan oleh dukun bayi, Bu?" keluh Dean.

Ibu bijaksana itu tersenyum geli, lalu dia berkata lembut, "berikan istrimu waktu.  Ini kehamilan pertama kan?"

Dean mengangguk.

Kok si Ibu bisa menebaknya?  Sakti sekali dia.

Dan gue menghela napas lega.  Selamat, selamat, gue bisa menghindar dari amukan Dean untuk sementara.

"Dean, skripsi gue.."

"Iya Sayang, nanti aku yang kerjain.  Yang penting sekarang kamu menjaga anak kita didalam sini."  Dean mengelus perut gue lembut.

Gue mengangguk antusias.

Selesaikan skripsi gue cepat gih, sebelum belang gue ketahuan! 

Haishhh, nasib gue berkejaran dengan waktu..

~~~😯😥😧~~~

Bersambung..

14. Ganteng tapi Nyebelin! (Ganteng tapi Udik 2) / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang