Tiga

20 1 0
                                    

Aku berada di sekolah pukul enam lewat lima pagi dengan perasaan masih sama, bingung dengan keadaan. Entah merasa bingung dari segi mananya. Saat aku sedang berjalan di koridor, aku pun melihat punggung Lintang yang berada satu meter di depanku. Aku pun langsung menghampirinya.
"Woi, sendirian aja neng!".
Sontak Lintang pun kaget dan membuatku tertawa terbahak bahak karena muka kagetnya.
"Anjir, gua kaget bego!"
"Ah yang bener lu? Hahaha."
Lintang hanya menatapku dengan tatapan sinisnya. Aku dan Lintang pun langsung menuju kelas yang berada di lantai 3, sesampainya disana kami disambut dengan cowok bernama Viko, dia adalah ketua kelas di kelasku. Dia baik, pintar, ramah, ganteng, yaa bisa dibilang favorit para cewek di sekolah.
"Hai vik" sapaku.
"Eh, yaa, hai aulia".
Aku pun hanya senyum kepadanya dan menuju tempat duduk ku. Aku duduk dengan Bimo, cowok berambut ala mangkok yang memiliki tinggi kurang lebih 160cm. Beberapa menit kemudian, cowok bertubuh jangkung yang menggunakan hoodie abu-abu itu pun datang tanpa melontarkan satu kata pun, cowok yang selalu ada dipikiranku, yang membuatku bingung karena hati yang bertanya-tanya tentang perasaanku terhadapnya. Aku ingin menyapanya, tapi entah mengapa seakan banyak sekali yang menghambat diriku untuk menyapanya. Lalu satu persatu murid di kelas ku pun datang.

"Eh, ul, lo udah ngerjain pr fisika?" kata Fathiya.
Aku hanya diam karena tidak bisa melepas lamunanku.
"AULIAAA!!!! KALAU DI TANYA TUH JAWAB!!"
Aku pun terkejut karena Fathya berteriak persis di kupingku. Lamunanku buyar.
"ANJIR! GAUSAH PAKE TERIAK BISA GAK SI! KUPING GUA IKUTAN PENGANG!" gerutu Devan sambil menjitak Fathiya dengan keras.
"MAMPUS! EMANG ENAK? HAHAHAHA!" aku pun tertawa puas.
"Lo juga ngomongnya teriak, dev! Nyebelin lo ul, dev!"
"Itu kan gara gara lo awalnya teriak, makannya gua ikutan teriak!" kata Devan sebelum memeletkan lidah.
Fathya mencubit lengan Devan dengan keras, alhasil mereka pun kejar kejaran.
"ASIK BENTAR LAGI JADIAN NIH!!" kata Akbar meledek.
"BOLEH LAH DI COMBLANGIN!" tambah Lintang.
"ASIIIKKK! HIDUP DETYA" seru Kevin.
Semua pun melirik ke arah kevin dengan tatapan tidak mengerti.
"Ah dangkal lo semua, DeTya tuh gabungan dari Devan Fathya" lengkap Kevin.
Seketika seisi kelas pun tertawa dengan ledekan itu.

Aku senang bisa mengobrol dan menatap mata coklatnya dengan jarak dekat, bercanda bersama walau dia menatapku hanya sekedar sahabat, atau mungkin teman. Tidak ada yang tahu perasaanku menuju ke siapa, aku belum berani bercerita dengan Lintang dan Fathya, lidahku masih belum bisa menceritakannya kepada mereka berdua. Lamunanku pun buyar ketika Akbar memanggil namaku.
"Aulia".
"Apa?".
"Bawa pulpen dua gak? Gua gabawa nih! Pinjem donggg, plisssss" katanya sambil menunjukan wajah melasnya.
Aku pun mengambil pulpen berwarna biru langit dan memberikan kepadanya.
"Jangan ilang! Awas aja! Sampe ilang, gua jitak".
"Iya elahh! Lebay lo!" katanya sinis.
Dasar cowok nyebelin, udah minjem kesel sendiri lagi! Dasar cowok PMS!

Akbar, cowok babdboy yang hobinya membuat onar di sekolah dan menjadi langganan guru BK. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, kurasa, hanya rambut klimisnya yang tertata, dia sering bolos sekolah, anak tongkrongan, sering cabut pelajaran. Walaupun sifatnya seperti itu, aku yakin, pasti ada satu hal yang dapat mengubahnya menjadi lebih baik. Kelakuannya menyebalkan membuat perempuan satu angkatan geram terhadapnya, termasuk aku. Aku? Aku tidak yakin atas kemampuanku.

My MistakesWhere stories live. Discover now