Sebuah Penyesalan

68 18 24
                                    

"J... Jerome." Ujarnya gemetar.

Pria bernama Jerome lantas berjongkok dan menarik rambut Aaron dengan sangat kuat.

"Apa yang lo pikirin, hm? Ulangnya sekali lagi. "oh.. gue tau apa itu? pasti di dalam pikiran lo, lo lagi menghajar semua yang ada di sini? Iyakan?" terkanya seakan bisa membaca pikiran Aaron.

Aaron tidak menjawab. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia harus kuat. Ia tidak boleh lemah.

Jerome mendekatkan wajahnya ke wajah Aaron. "Lo enggak bakalan bisa ngelawan kami. Mau tau kenapa?" Jerome menaikkan sebelah alisnya dan memasang ekspresi sejahat mungkin.

"Karena Lo cuma tai yang enggak ada apa-apanya." Suara tawa kembali terdengar.

Jerome makin menarik rambut Aaron dengan kuat seolah ia ingin mencabut rambut itu dar kepala Aaron secara Paksa. "Jangan pernah berpikiran untuk melawan kami! Karena itu hanya akan sia-sia saja. Apa lo mengerti?"

Mata Aaron berkaca kaca. Sekali kedip saja maka pertahanannya akan runtuh.

Matanya menatap Jerome penuh kebencian.

"Satu hal lagi. Kalo lo masih mau bersekolah di sini, jangan pernah berani nunjukin mata cacat lo yang busuk itu! Cuih."

Aaron menutup mata saat Jerome meludahi wajahnya. Air mata yang sedari tadi berusaha di tahannya perlahan mulai jatuh membasahi pipinya.

Setelah meludahi Aaron, Jerome melepaskan tangannya dari rambut pria itu dengan kasar. Tanpa rasa bersalah sedikit pun, dia dan teman temannya meninggalkan Aaron seorang diri.

*****

"Aaron!" panggil seorang pria berkulit eksotis tak jauh dibelakangnya. Pria itu berlari kecil menghampiri Aaron.

Aaron berbalik dan diam ditempatnya. Dibiarkan pria berkulit eksotis itu mendekatinya.

"Apa kamu baik-baik saja? Maaf, Aku enggak bisa bantuin kamu tadi." Ujarnya dengan ekspresi menyesal. Diperhatikan wajah Aaron. terdapat sebuah memar di dahinya hasil dari perbuatan Jerome.

Aaron tersenyum "Tidak masalah Bill. Aku bisa ngerti kok. Jawabnya. "Dan, iya. Aku baik-baik aja sekarang."

"Apanya yang baik-baik saja. Dahi kamu sampai memar begitu?"

Aaron sedikit menahan sakit saat berusah memegang dahinya. "tidak apa-apa Billy. Kamu enggak usah khawatir."

Billy menghembuskan napasnya dengan kasar "Dasar Jerome brengsek."

Wajah Aaron berubah serius. "Berhenti mengumpat Bill! Bagaimana Kalo Jerome dan Anak buahnya mendengarmu? Mereka pasti akan menyakitimu lagi." Ujarnya sambil berjalan meninggalkan Billy.

Billy memperhatikan punggung sahabatnya yang mulai menjauh darinya. Kemudian dia ikut menyusul Aaron dan berjalan beriringan.

"Habisnya aku kesal banget ama dia. Memangnya salah kita apa sampai dia selalu mengganggu kita?"

"Mungkin karena kita miskin dan tidak selevel sama dia."

Billy kembali mengembuskan napas "Terkadang aku menyesal karena sudah memilih sekolah di tempat ini? Kalau aku tau dengan menerima beasiswa itu hidup aku menjadi menderita. Lebih baik aku memilih sekolah ditempat lain dan melepaskan beasiswa sialan itu. Umpatnya sekali lagi.

Aaron tersenyum. "Di lihat dari luar, sekolah ini memang sangat luar biasa. Siapa yang akan menolak bersekolah d sini? Sudah keren, fasilitasnya lengkap dan ditambah lagi sekolah ini adalah sekolah favorit. Banyak anak-anak seperti kita yang mengejar beasiswa agar bisa bersekolah di sini."

Aaron dan Sang PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang