Jika Ibu Galak Adalah Kenyataan, Maka Gadis Kecil Adalah Kepalsuan.

18 3 0
                                    


Kau mencintai dirinya. Benar-benar jatuh hati padanya.
Setiap lengkuk wajahnya bagaikan ukiran mahakarya bagimu, Matanya yang berkilau saat sinar mentari menyentuhnya, bibirnya yang sangat eksotis ketika ia berbicara. Kau menyukai semua bagian dari dirinya.
Kau berusaha mendekatinya, mulai dari berbicara dengannya dan akhirnya kalian menjadi teman. Kau sangat senang, hari-harimu bersamanya seakan berada disurga. Ketika kau sudah cukup lama mengenal dan bersamanya, akhirnya kau memberanikan diri untuk menyatakan perasaan mu setelah memastikan dia belum memiliki pacar.

Kau mengajaknya berkencan, menyiapkan segala kata-kata untuk menyatakan perasaan mu. Di akhir kencan kau menyatakan perasaanmu di temani mentari yang sedang tenggelam, menurutmu ini sudah cukup romantis untuk menjadi penunjang diterimanya dirimu.

"aku tak bisa, maaf."

Namun, kenyataan menghancurkan segala mimpi dan rencana mu. Emosi meluap dari dadamu yang terasa sesak, kau menanyakan alasannya dengan suara serak. Dia memberikan alasan bahwa dia memiliki orang yang dia sukai, membuatmu terbungkam.
Sekarang semua yang kau bangun hilang. Musnah. Kau tidak bisa berbicara padanya lagi seperti biasa, bahkan kau memalingkan wajahmu ketika berpapasan dengannya. Kau merasakan jantungmu seakan di genggam sangat erat ketika melihatnya.

Tak berapa lama hari-hari kelammu berlalu meski begitu sulit, salah satu temanmu bertanya tentang keadaanmu, kekhawatiran yang dilontarkannya kepadamu mungkin seperti basa-basi namun kau menangkap nada perhatian disetiap perkataannya. Matanya yang menatap matamu begitu dalam membuatmu tersadar. Kau berpikir hanya dia yang menyadari sikapmu berubah beberapa hari ini. Temanmu ini adalah gadis yang baik, kau tak pernah mendengar hal buruk tentangnya dari manapun. Menyadari tatapannya padamu, membuatmu tersipu malu. Ternyata dia manis juga, pikirmu dalam benak. Entah darimana datangnya kalian sudah menjadi sangat dekat, bahkan orang-orang menanyai apakah kalian memiliki hubungan. Akan tetapi kau mengatakan dia hanya sahabatmu, ya sahabat. Kau tak berani lagi untuk berharap lebih kali ini, terlalu menyakitkan mengingat kembali waktu itu.

Dia mengajakmu berkencan, kau pun tidak keberatan dengan rencana itu. Esoknya kalian bertemu dan dia langsung mengambil lenganmu dan merangkulnya, kamu terdiam merasa sangat malu tapi sangat senang diwaktu yang sama. Kalian menghabiskan waktu dengan canda dan tawa hingga akhirnya tanpa kau sadari kalian berada ditempat itu. Tempat dimana hatimu hancur, tempat dimana kau tak mempercayai kata cinta lagi, tempat dimana kau tak ingin berada disana. Mood mu seketika menjadi buruk, kau mengajaknya untuk pulang. Menyadari suasana hatimu berubah, dia bertanya ada apa. Kau tak menjawabnya, hanya meninggalkan dirinya beberapa langkah dibelakang mu. Ketika sedang berjalan, kau mendengar isak tangis dari punggungmu. Kau berbalik untuk melihat asal suara itu dan terkejut menemuinya sedang menangis tepat dihadapanmu. Seketika kau merasakan penyesalan berkecamuk didadamu, dia tak ada hubungannya dengan ini tapi aku seperti melampiaskan segala hal padanya, pikirmu.
Kau mengusap sungai air mata dipipinya dan meminta maaf. Kau juga menceritakan padanya kejadian waktu itu, meskipun bagi lelaki hal seperti itu bagaikan aib hidupnya tapi kau merasa impas karena telah membuatnya menangis.
Setelah mendengarnya dia akhirnya diam tidak menangis lagi.

"kalau aku, aku pasti tidak akan menolakmu."

Sambil mengusap matanya dia bergumam, kau jelas mendengar apa yang dia katakan. Akan tetapi kau membalas pernyataan nya dengan mata yang melebar sehingga rona merah dipipinya muncul.
Kau mencoba mendengar perkataannya lagi, namun dia memalingkan matanya darimu. Dia sangat manis, teriak mu dalam hati. Tanpa sadar kau memeluknya saat itu, lalu kau menanyakan apakah dia mau menjadi pacarmu. Dia menggangguk dalam pelukanmu. Hari yang Indah.

Kau sudah memiliki pacar. Memikirkannya saja membuatmu malu. Ketika kau sudah sampai durumah, sebuah pesan masuk di Handphone-mu. Kamu terkejut ketika melihat pesan ini berasal dari gadis yang menolakmu di hari lalu. Dia meminta maaf, dan mengatakan bahwa dia tak tahu bahwa hubungan baik mereka akan menjadi seperti ini akhirnya. Kau marah, sangat marah. Namun entah mengapa kau tak bisa marah padanya. Lalu kau marah pada siapa? Apa ia bersalah kepadamu?
Apa kau masih mencintainya?
Apa sisa cinta mu padanya yang membuat dirimu tak marah padanya? Berulang kali semua pertanyaam itu berteriak padamu hanya lah kebingungan yang menjawabnya.

Pada akhirnya hubungan mu dengan pacar barumu berjalan semestinya.
Kamu senang dengan kehidupanmu yang sekarang ini. Kau dengan pacarmu sekali seminggu berkencan, tak ada yang salah dengan ini. Kau senang. Suatu kali ketika kau keluar dengan pacarmu, kalian bertemu dengan dia, gadis yang menolakmu. Ternyata dia dan pacarmu cukup dekat. Namun kau gelisah setiap melihat dia. Pacarmu menyadarinya.
Esoknya pacarmu bertanya padamu, apakah kamu masih menyukainya atau tidak. Kau terkejut, tenggorokan mu kering, keringat dingin melaju dengan kencang dipipimu.Kamu mengatakan dengan tegas bahwa kau tidak memiliki perasaan apapun lagi kepadanya walaupun dengan jeda keraguan diawalnya. Pacarmu merasa sangat lega dan senang mendengarnya. Entah kenapa melihat wajah senangnya membuatmu merasa bersalah. Ada apa ini.

Waktu terus berlalu, tak ada perubahan yang berarti di hidupmu. Kau selalu berusaha menjadi pacar yang baik baginya. Tak ada yang salah dengan itu. Kemudian, ketika kalian berdua. Pacarmu menceritakan bagaimana ia pertama kali jatuh hati padamu, bagaimana sakitnya saat ia melihatmu dekat dengan gadis yang menolakmu waktu itu, hingga bagaimana senangnya dia pada saat menjadi pacarmu. Dia mengatakan bahwa dia sangat senang bahwa kau mencintai dirinya. Namun dia menyadari bahwa kau hanya berusaha terlalu keras mencintainya, kau berusaha menutupi kegelisahan mu saat kau bertemu dengan gadis itu, kau berusaha menjadi pacar yang baik.

Berusaha menjadi pacar yang baik dan menjadi Pacar adalah hal yang berbeda. Cinta yang kau berikan pada pacarmu tak seindah saat kau melihat gadis itu. Terkadang dia menangkapimu sedang melamun, dan berpikir apa kah kau sedang memikirkan tentang dirinya atau gadis itu. Kau menutupi segalanya dengan cinta milik ku.

"kita putus."

Kau sangat terkejut akan perkataanya yang tiba-tiba, kau bertanya kenapa padanya. Dia menjawab, seharusnya kau bertanya pada dirimu sendiri. Lalu dia meninggalkanmu sendiri. Kau dapat melihat bahwa dia berusaha dengan sangat agar tangisnya tidak pecah, kau dapat menyadari bahwa kau tak memiliki keberanian untuk menghentikannya, kau dapat menyadari bahwa yang dikatakannya semuanya adalah benar.
Apakah aku hanya memberi cinta yang kosong padanya selama ini?
Apakah aku menjejalinya dengan perasaan yang salah selama ini?
Apakah aku badut dalam acara pesta?
Badut yang menari dalam kebutaannya terhadap cinta dan membiarkan seluruh bumi menertawakannya?
Tanya hatiku.

Bukan PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang