Tangannya masih kugenggam erat.
Tak ingin untuk ku lepas.
Namun dia serupa angin,
Tak bisa kugenggam dan perlahan lenyap.
Aku masih menyibukkan diri untuk benar-benar bangkit.
Dia serupa obat penenang yang dibutuhkan oleh pecandu.
Menenangkan ku, menyembuhkan luka ku, mengantarku bangkit dari keterpurukan.
Matanya bagai cahaya,
Penerang jalanku yang kini gelap gulita.
Hanya dengan memandangnya.
Aku tau arah menuju rumah.
Jangan tanyakan bulan, berapa kali aku memintanya membisikkan rindu padamu
Karena untuk menjawabnya, kau harus menghitung bintang di langit.
Jangan tanyakan Pencipta, berapa kali aku menyebut namamu disetiap doaku.
Karena untuk menjawabnya, kau harus pergi keluar angkasa dan melihat seluruh hasil buatan Nya.
Sebanyak itu, sebesar itu.
Dan kau harus percaya aku.
Tapi jangan lakukan itu.
Nanti kau lelah dan tertidur pulas di bahuku.
Dan aku tak bisa menatap mata indahmu.
Kemudian aku tersesat tanpa tau rumahku.
Tapi, tak apa.
Karena dengan bersamamu, aku bahkan mempunyai dunia.
•••
"Karena kau bukan rumah. Tempatku datang, pergi, dan singgah. Kau adalah dunia. Tempatku jatuh, berlari, bermimpi, hingga tutup usia."
Salam,
Gewind penulis amatir yang lagi masak nasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Kata
PoetryBiarkan kata merangkum semua luka, kesedihan, kekosongan, kehilangan serta kebahagiaan. Ku biarkan kalian membaca dunia kata yang kurangkum dalam satu puisi. Menerjemahkan rasa resah dalam sebuah kata bermakna. Agar tak membelenggu diujung relung ha...